Duniaindustri.com (Mei 2014) – Investasi yang masuk di sektor industri pengolahan minyak mentah sawit (crude palm oi/CPO) mencapai Rp 24 triliun periode akhir 2011 hingga awal 2014, berdasarkan data Kementerian Perindustrian. Investasi tersebut ditujukan untuk pembangunan dan pengembangan lini produksi hilir CPO, antara lain pabrik minyak goreng (refinery fraksionasi), oleochemicals, dan biodiesel.
Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, menjelaskan investasi hilir tersebut telah mendorong ekspor produk hilir CPO dari semula 30% dari total produksi sawit nasional menjadi 70%. “Ini menunjukkan manfaat instrumen hilirisasi industri meningkatkan volume dan nilai tambah barang ekspor,” ujar Panggah dalam International Conference and Exhibition of Palm Oil seperti diberitakan Indonesia Finance Today.
Dia menambahkan investasi tersebut juga mendorong perluasan produk hilir CPO yang berkembang menjadi 149 jenis produk pada tahun ini dari hanya 54 jenis produk pada 2011. Pada 2015 ditargetkan jenis produk hilir CPO dapat mencapai 169.
Panggah menilai tingginya nilai investasi tersebut didukung kebijakan operasional hilirisasi industri kelapa sawit dengan pemberian insentif investasi, berupa tax allowance sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 52 tahun 2011 dan tax holiday sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1307 PMK.OH/2OH tentang Pemberian Fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan Badan. Ini terbukti berhasil dengan masuknya investasi dari dua perusahaan, yakni PT Unilever Oleochemical Indonesia dan PT Energi Sejahtera Mas di segmen oleochemicals yang telah disetujui untuk mendapatkan fasilitas tax holiday.
“Sedangkan beberapa perusahaan yang menanamkan modal di industri oleofood dan oleokimia sedang dalam proses mendapatkan tax allowance,” ujarnya.
Untuk mendorong terus tumbuhnya industri hilir CPO, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 Tahun 2012 akan mempertahankan kebijakan restrukturisasi tarif bea keluar dan menyempurnakan kebijakan tersebut sesuai dengan dinamika pasar.
Menurut laporan Oil World, volume ekspor CPO Indonesia pada 2013 yang sebesar 21,62 juta ton mengalami peningkatan sebesar 13,2%, dibandingkan tahun 2012 sebesar yang 19,09 juta ton. Hal ini sebagai dampak dari membaiknya kinerja produksi CPO Indonesia selama tahun 2013 yang meningkat sebesar 5,6% menjadi 28,40 juta ton. Pada periode tersebut, India masih merupakan negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia yang menyerap sebesar 27,3% (5,89 juta ton) dari total ekspor CPO Indonesia, atau meningkat sebesar 11,1% dibandingkan ekspor CPO tahun 2012 yang sebesar 5,30 juta ton.
Menurut Joko, industri sawit nasional juga bergerak dari hulu ke hilir. Lima tahun lalu, 70% produksi didominasi produk mentah seperti CPO dan sisanya produk hilir. Tahun lalu ekspor produk hilir sudah mencapai 60% dari produksi nasional, sisanya ekspor produk mentah.
Tungkot Sipayung, Ketua Advokasi Gapki, menambahkan ekspansi ke hilir merupakan strategi pengembangan industri CPO nasional setelah menjadi produsen terbesar di dunia sejak 2010. “Ke depan, industri CPO akan menjadi produsen terbesar di produk turunan seperti oleofood, bio-oleochemicals, bio-energi, bio-lubricant, bio-surfactant, bio-detergent,” katanya.
Menurut data Gapki, industri hilir CPO terus berkembang dan saat ini terdiri atas 74 industri minyak goreng, 46 industri margarin shortening, 44 industri deterjen dan sabun, 37 industri oleokimia, dan 20 industri biodiesel. “Gapki menargetkan Indonesia dapat menjadi produsen hilir terbesar di downstream CPO pada 2030,” tuturnya.
Tren ekspansi ke hilir mulai marak dilakukan produsen CPO seiring dengan pelemahan harga komoditas sejak tahun lalu. Di sisi lain, pemerintah juga mulai menggencarkan program mandatori biodiesel yang berbahan baku CPO sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi impor bahan bakar minyak.
Investor Cari Lahan Sawit
Investor asal Malaysia sedang mencari kebun sawit seluas 200 ribu hektare di Kalimantan. Sekjen Association of Plantation Investors of Malaysia in Indonesia (APIMI), Nor Hazlan Abdul Mutalib, menerangkan tiga perusahaan asal Malaysia telah menyampaikan ketertarikannya berinvestasi perkebunan sawit di Indonesia. “Luas lahannya untuk setiap satu perusahaan sekitar 20 ribu hektare secara bertahap,” kata Nor Hazlan.
Saat ini tiga perusahaan Malaysia itu sedang tahap pencarian lahan di daerah Kalimantan. Lebih lanjut, kata Nor Hazlan, tidak hanya berinvestasi di kebun, perusahaan Malaysia juga tertarik membangun industri hilir di Indonesia seperti yang telah dilakukan Sime Darby dan KL Kepong. “November ini pabrik refinery milik Sime Darby siap produksi,” tandas Nor Hazlan.
Saat ini jumlah perusahaan perkebunan asal Malaysia yang berada di Indonesia sekitar 18 perusahaan. Dari jumlah tersebut, luas lahan yang dimiliki mencapai kurang lebih 1 juta hektare. Sekitar 80%-nya sudah ditanami oleh sawit.
Selain investor Malaysia, investor asal Amerika Serikat (AS) mencari lahan untuk perkebunan sawit seluas 250 ribu hektare di Indonesia. Investor AS yang namanya terdaftar di bursa efek AS itu menyiapkan investasi US$ 1,25 miliar atau setara US$ 5.000/hektare.
Sumber duniaindustri.com yang mengetahui rencana transaksi itu menyatakan, nama perusahaan AS tersebut cukup tenar di negeri Paman Sam dan ‘mejeng’ di bursa efek AS. “Dia bilang 250 ribu hektare kebun sawit masih ada di Indonesia mengingat Indonesia menjadi produsen sawit terbesar di dunia,” ceritanya.
Dia tidak mau menyebut nama perusahaan AS tersebut karena tidak mau menghebohkan. Lokasi yang diincar perusahaan pun belum mau dibocorkan karena khawatir harga lahan akan naik terlebih dahulu.(tim duniaindustri.com)