Duniaindustri.com (Oktober 2014) – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyatakan keberadaan mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car/LCGC) mengakibatkan negara kehilangan potensi tambahan penerimaan pajak. Pasalnya, pemerintah mensubsidi mobil murah sekitar Rp 20 juta/unit dengan memberikan insentif penghapusan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
“Berdasarkan perhitungan kami, ada kehilangan penerimaan pajak sebesar Rp20 juta per unit mobil pada produk LCGC. Berdasarkan hasil penelitian, ini karena tingginya permintaan masyarakat terhadap mobil LCGC,” kata Ketua Umum MTI, Danang Parikesit.
Saat ini, menurut Danang, jumlah produk LCGC mencapai 300.000 unit atau kurang lebih sama dengan estimasi Kementerian Perindustrian.
“Dengan jumlah itu maka potensi kehilangan pajaknya bisa mencapai Rp10 triliun. Ini berdasarkan perhitungan Rp20 juta dikalikan 300.000 unit,” paparnya.
Kerugian itu, lanjut Danang, belum memperhitungkan dampak subsidi, karena banyak mobil murah yang masih menggunakan BBM subsidi. Padahal dalam aturannya mobil murah hanya boleh menggunakan bahan bakar non-subsidi.
“Ini berarti ada penambahan kuota BBM subsidi dari yang tadinya menggunakan motor menjadi menggunakan mobil. Jika pemerintah ingin mengeluarkan mobil murah maka yang harus diberikan insentif adalah industri komponen dan logamnya agar biaya produksi menjadi murah sehingga harga produknya menjadi lebih murah,” ujarnya.
Danang menambahkan, pihaknya mendukung rencana Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-Jusuf Kalla untuk mengevaluasi kebijakan mobil murah.
“Pemerintahan baru diharapkan menciptakan angkutan umum yang murah dan nyaman. Hal ini untuk mendorong masyarakat beralih menggunakan angkutan umum,” tuturnya.
Kebijakan LCGC didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41/2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ditetapkan untuk mendukung kemandirian industri kendaraan bermotor roda empat. Pada Pasal 2 disebutkan, dasar pengenaan pajaknya dihitung 0% dari harga jual.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak masih belum mencapai target. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan mobil murah, sehingga penerimaan negara diprediksi hilang Rp6 triliun.
Polemik soal keberadaan mobil irit berharga lebih murah (low cost green car/(LCGC) kembali menjadi perdebatan. Selain menambah populasi mobil di jalan raya yang sudah padat, pemberian insentif berupa penghapusan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sebesar 10% dianggap membebani keuangan negara.
Menanggapi hal tersebut Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, konsep awal adanya LCGC tersebut adalah untuk menumbuhkan industri otomotif dalam negeri yang untuk ekspor. Selain itu, keberadaan LCGC juga memberi kesempatan kepada masyarakat menengah ke bawah untuk memiliki mobil. Oleh karena itu menurut Hidayat, keputusan untuk mencabut insentif adalah tidak tepat.
“Kalau pemerintahan yang akan datang menganggap [penghapusan PPnBM] sudah waktunya dicabut, silahkan aja, tapi harga LCGC naik 10 persen. [Penghapusan] PPnBM itu untuk pembeli, supaya mereka membayarnya ringan,” kata Hidayat.
Hidayat pun membantah pernyataan Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) yang mengatakan Pemerintah menanggung insentif sekitar Rp30 juta per unit LCGC.
“(Insentif) Rp30 juta per unit, tidak mungkin. PPnBM-nya cuma 10%. Tapi kalau pemerintah menganggap itu waktunya dicabut, ya cabut saja. Industrinya udah masuk di sini. Paling harganya jadi mahal. Ini yang akan membebani,” tuturnya.
Sebagai informasi, dalam kaitannya dengan pengembangan LCGC di dalam negeri, pemerintah telah memberikan insentif berupa pengurangan pajak penghasilan badan, dan/atau penghapusan pajak penghasilan badan (tax holiday), serta insentif bidang PPnBM. Bentuk insentif fiskal pada bidang PPnBM, contohnya adalah pengecualian obyek PPnBM, atau pengurangan PPnBM.
Kemudian insentif fiskal bidang pajak penghasilan yaitu berupa pengurangan Pajak Penghasilan (investment allowance) dan pembebasan pajak penghasilan (tax holiday). Sementara insentif fiskal bidang pajak Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Masuk bisa diberikan dalam bentuk pembebasan PPN, PPN terhutang tidak dipungut sebagian atau keseluruhan, dan pembebasan bea masuk.
Industri yang memperoleh fasilitas pada bidang usaha tertentu (tax allowance) antara lain industri suku cadang dan aksesoris kendaraan bermotor roda empat atau lebih, meliputi engine dan engine part, brake system, axle dan propeller sharft, transmission/clutch system, steering system, kemudian injector, water pump, oil pump, fuel pump, forging component, die casting component, serta stamping part.
Pada industri komponen dan pelengkapan sepeda motor roda dua dan tiga meliputi engine dan engine part, dry casting component, transmission/clutch system.(*/berbagai sumber/AND)