(duniaindustri.com) – Mobil murah mulai dipasarkan bulan ini. Sejumlah agen tunggal pemegang merek gencar mempromosikan mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) yang diklaim irit bahan bakar dan dijual di bawah Rp 100 juta/unit.
Meski hingga saat ini masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, mobil murah terus bergulir, dan tahun depan produksi mobil murah di Indonesia ditargetkan akan mencapai 120 ribu-130 ribu unit.
“Produksi mobil murah atau LCGC (low cost green car) tahun ini hanya sekitar 30.000 unit dari produksi 2013 yang mencapai 1,2 juta unit. Karena tahun inikan tinggal 4 bulan lagi,” ungkap Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Budi Darmadi.
Sedangkan produksi mobil murah untuk tahun depan ditargetkan akan mencapai 120.000-130.0000 unit. “Tahun depan produksi mobil murah (LCGC) akan mencapai 10-15% dari total produksi mobil/penjualan mobil sekitar 1,3 juta unit, artinya sekitar 120.000-130.000 unit,” ungkap Budi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin), realisasi investasi di sektor otomotif terutama untuk mendukung program mobil murah mencapai US$ 2,42 miliar yang mayoritas berasal dari tujuh prinsipal otomotif asal Jepang.
Suzuki Motor Company melalui PT Suzuki Indomobil Motor telah menanamkan modalnya US$ 782,63 juta untuk meningkatkan kapasitas produksi baru 100.000 unit per tahun. Dengan tambahan itu, total kapasitas terpasang Suzuki di Indonesia mencapai 200.000 unit per tahun dan investasi tersebut untuk meningkatkan kapasitas produksi mesin dan peningkatan jumlah model baru.
Toyota Motor Company juga telah mengucurkan investasi US$ 534,4 juta kepada PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) untuk melakukan ekspansi pabrik sekaligus meningkatkan kapasitas produksi dari 110.000 unit menjadi 240.000 unit per tahun.
Tak ingin kalah dengan pesaingnya, PT Honda Prospect Motor (HPM) juga baru merealisasikan pembangunan pabrik baru di Indonesia senilai US$ 329 juta untuk meningkatkan kapasitas tiga kali lipat menjadi 180.000 unit per tahun.
Pabrik baru HPM yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat tersebut akan dibangun pada tahun ini dan berlokasi tepat di belakang pabrik yang sudah ada saat ini. Adapun, total luas bangunan yang direncanakan sebesar 95.000 m2 dari total lahan 512.500 m2 dan akan menyerap 2.000–5.000 tenaga kerja baru dan direncanakan berproduksi komersial pada 2014.
Sisi Negatif
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies, Marwan Batubara, mengatakan mobil murah ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC) akan meningkatkan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. “Karena tidak ada yang menjamin mobil-mobil itu menggunakan Pertamax, bukan Premium,” ujarnya.
Menurut Pengamat ekonomi dari Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, mobil murah menyumbangkan terhadap makin lebarnya defisit transaksi berjalan yang hingga kuartal III 2013 sudah mencapai US$ 5,65 miliar.
Sementara, Juru bicara Pertamina, Ali Mundakir, memprediksi ada kenaikan konsumsi BBM bersubsidi seiring dengan penambahan jumlah mobil. Apalagi, harga bensin dengan kadar Ron di atas 90, seperti Pertamax, sedang naik.
Namun, Menteri Perindustrian, Mohamad Suleman Hidayat, menjamin peluncuran LCGC tidak membuat konsumsi BBM subsidi membengkak, karena mesin LCGC dirancang khusus menggunakan bahan bakar non-subsidi.
Kongesti Infrastruktur
Sejumlah pengamat lainnya menilai mobil murah akan menambah kompleksivitas kemacetan di kota-kota besar di Indonesia. Kemacetan jalan di Ibukota Jakarta menimbulkan kerugian sosial yang diperkirakan mencapai Rp 68 triliun per tahun atau Rp 186 miliar per hari pada 2012. Kerugian sosial tersebut meroket 295% dibanding 2003 sebesar Rp17,2 triliun.
Chairman Infrastructure Partnership and Knowledge Centre Harun Al Rasyid Lubis mengatakan, kerugian itu timbul karena adanya biaya sosial tambahan yang dikeluarkan masyarakat akibat kemacetan di Jakarta dan sekitarnya diperkirakan mencapai Rp68 triliun per tahun.
“Jumlah itu mulai dari biaya bahan bakar, biaya kesehatan, hingga polusi udara. Betapa borosnya kita hanya untuk kemacetan harus dikeluarkan sebesar itu,” katanya.
Saat ini di Jakarta, sebanyak 5%-10% penghasilan keluarga dihabiskan untuk transportasi dan dibutuhkan US$ 100 juta untuk biaya pengobatan ISPA (gangguan reproduksi, kanker, paru-paru, serta perubahan genetik) yang disebabkan emisi kendaraan.
Tren yang terjadi saat ini, kemacetan meluas ke berbagai daerah di sekitar Jakarta, seperti Bogor, Bekasi, Tangerang, dan bahkan Bandung. Kerugian sosial akibat kemacetan di Bandung diperkirakan mencapai Rp5 triliun/tahun atau Rp14 miliar/hari.
Karena itu, diperlukan evaluasi menyeluruh yang komprehensif atas efektivitas perencanaan dan upaya pengembangan sistim transportasi di semua moda, baik jalan baru (tol/non tol), flyover, pelebaran, peningkatan geometri persimpangan dan lainnya.
Pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, sebaiknya untuk membenahi Jakarta, tidak dibebani dengan kepentingan politis. “Jangan setiap pejabat baru, ingin menggebrak dengan kebijakan baru, tetapi kenyataannya, tidak sesuai dengan kebutuhan dan regulasi yang ada,” katanya.(*)
Duniaindustri.com mencatat rasio kepemilikan mobil di Indonesia terus meningkat. Duniaindustri.com mencatat pada akhir 2010, rasio kepemilikan mobil di Indonesia 1:34, dalam arti dari 34 orang hanya 1 orang yang memiliki mobil. Rasio tersebut meningkat di 2012, dari 20 orang hanya 1 orang yang memiliki mobil. Sedangkan di Malaysia dan Thailand rasionya adalah 1:5 orang, di Amerika rasionya adalah 1:1,75 orang. Jika menggunakan jumlah populasi sebagai dasar, potensi di Indonesia 5 kali lipat lebih besar dibanding Thailand dan Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa pasar mobil di Indonesia masih mempunyai banyak ruang untuk bertumbuh.