Duniaindustri.com (April 2024) — Dalam situasi ekonomi global yang fluktuatif, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyatakan bahwa pelemahan rupiah masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti Thailand, Korea, dan Turki membutuhkan tinjauan kritis.
“Memang, secara nominal, rupiah mungkin tidak terdepresiasi seburuk mata uang negara lain, tetapi pernyataan ini cenderung menyesatkan dan dapat mengurangi urgensi dalam menangani masalah fundamental ekonomi Indonesia,” ujar Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta dan CEO Kebijakan Publik Narasi Institute dalam keterangan tertulis, kemarin.
Menurut dia, penilaian kinerja mata uang hanya berdasarkan depresiasi nominal di pasar forex bisa menyesatkan. “Mengklaim bahwa ‘lebih baik’ dibandingkan negara lain adalah pendekatan yang reduktif yang mengabaikan faktor-faktor kompleks yang membentuk ekonomi suatu negara,” paparnya.
Sementara pelemahan rupiah mungkin terlihat lebih minimal dibandingkan dengan mata uang negara lain, lanjut dia, ini tidak necessarily berarti bahwa kondisi ekonomi Indonesia lebih stabil atau lebih baik.
Dampak Kurang Serius Atasi Masalah Fundamental Ekonomi
Dia memaparkan, ketidakseriusan dalam menanggapi angka-angka ini menyebabkan kegagalan dalam mengatasi masalah yang lebih mendalam, seperti ketergantungan berlebihan terhadap utang luar negeri, defisit transaksi berjalan, dan ketidakseimbangan neraca perdagangan.
Ekonomi Indonesia sendiri mengalami utang luar negeri yang terus meningkat, defisit transaksi berjalan yang membesar dan ketidakseimbangan neraca perdagangan yang persisten. Ketiga faktor ini disebut faktor fundamental tersebut lah yang menyebabkan nilai tukar rupiah Rp16,200/USD bahkan bisa mencapai Rp16,900/USD diakhir tahun 2024.
ULN Meningkat
Per akhir tahun 2023, total utang luar negeri Indonesia mencapai sekitar 407,1 miliar USD atau atau Rp6597 triliun Rupiah (kurs Rp16,200/USD).
Peningkatan ini mencerminkan pertumbuhan tahunan sebesar 2,7 persen dari tahun sebelumnya. Mengutip dari halaman ULN Indonesia, komposisi ULN ini terutama disebabkan oleh 23,7% berasal sektor Kesehatan dan Layanan Sosial paska Pandemi Covid (Rp1563 triliun), 18,9% dari sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (Rp1246 Triliun), 14,1% dari utang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur (Rp930 triliun).
Pelibatan APBN untuk proyek Infrastruktur seperti KA Cepat Jakarta-Bandung, IKN dan Proyek Strategis Nasional (PSN) lainnya menambah berat beban utang LN Indonesia.
Defisit Transaksi Berjalan Naik
Pada tahun 2023, Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan sebesar 0.1% dari PDB. Defisit ini terjadi disebabkan penurunan harga komoditas global yang mempengaruhi ekspor negara.
Pada 2024, Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit transaksi berjalan yang lebih tinggi. Diperkirakan defisit ini akan berada dalam kisaran 0,1% hingga 0,9% dari PDB, menandakan manajemen keuangan negara memburuk.
Neraca Perdagangan Tumbuh Tapi Kurang Berkesan
Pada Januari 2024, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan sebesar $2.01 miliar. Ini menunjukkan penurunan dari $3.31 miliar yang dicatat pada Desember 2023. Pada periode yang sama, surplus diperoleh terutama dari komoditas non-minyak dan gas seperti bahan bakar mineral seperti nikel ore dan bauksit serta minyak lemak hewan dan nabati, juga besi dan baja.
Kebutuhan Reformasi Ekonomi
Fokusnya Menteri Keuangan kepada perbandingan yang sempit itu dapat mengalihkan perhatian dari kebutuhan untuk reformasi ekonomi yang lebih substantif.
Ketidakseriusan dalam menghadapi pelemahan rupiah mencerminkan kegagalan dalam mengatasi masalah ekonomi yang lebih kompleks.
Fokus yang sempit pada perbandingan nilai tukar dapat mengaburkan gambaran yang lebih besar, terutama masalah seperti ketergantungan yang tinggi terhadap utang luar negeri.
Utang ini membebani anggaran negara dengan pembayaran bunga yang besar, membatasi kemampuan pemerintah untuk berinvestasi dalam pembangunan ekonomi domestik.
Demikian pula, defisit transaksi berjalan yang terus menerus mencerminkan ketidakseimbangan antara impor dan ekspor, yang menunjukkan kekurangan dalam daya saing produk domestik atau ketergantungan pada impor.
Ketidakseimbangan neraca perdagangan ini memperparah tekanan pada rupiah, membuat ekonomi Indonesia lebih rentan terhadap guncangan eksternal. Sehingga, sangat penting untuk melakukan reformasi ekonomi yang lebih mendalam dan berkelanjutan, bukan hanya merespons fluktuasi nilai tukar semata. Kita perlu mendorong peningkatan produksi domestik dan diversifikasi ekspor untuk mencapai keseimbangan ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.(*/tim redaksi 09/Safarudin/Indra)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 291 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 291 database, klik di sini
- Butuh 28 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 20 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 21 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 7 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:
detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya:
Atau simak video berikut ini:
Contoh testimoni hasil survei daerah: