Duniaindustri.com (November 2015) – Minat Indonesia untuk bergabung dalam Kemitraan Trans-Pasifik (Trans Pacific Partnership/TPP), blok perdagangan yang diprakarsai Amerika Serikat, bisa menimbulkan manfaat (keuntungan) dan kerugian ibarat dua keping mata uang logam. Moody`s Investor Service, perusahaan pemeringkat utang global asal AS, menilai bergabungnya Indonesia di kemitraan TPP akan memberi kredit positif bagi peringkat utang Indonesia, karena akan mengurangi dampak harga komoditas yang rendah pada ekspor dan memperluas perekonomian.
Moody`s Investor Service dalam keterangan tertulis menilai saat ini Indonesia–yang memiliki peringkat utang Baa3 dengan prospek stabil alias berstatus layak investasi (investment grade) dari Moody`s–tengah bergulat dengan perlambatan ekonomi dan menurunnya kinerja ekspor akibat perlambatan ekonomi global dan turunnya harga komoditas andalan.
Moody`s menyatakan, TPP akan memperluas basis ekspor Indonesia. “Partisipasi Indonesia di kemitraan TPP juga akan memperkuat paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah (Indonesia) pada September dan Oktober,” demikian paparan Moody`s. “Namun (langkah Indonesia ke TPP) mungkan akan bergelombang, baik secara domestik dan internasional. (Presiden Jokowi) akan menghadapi perlawanan di domestik dalam mereformasi ekonomi untuk memenuhi syarat di TPP.”
Secara khusus, lanjut Moody`s, pemerintah Indonesia harus membuka persaingan yang lebih besar dalam proyek pengadaan pemerintah, mengurangi jumlah industri yang membatasi kepemilikan asing, dan menghilangkan pembatasan impor dan ekspor.
Perkiraan Moody tampaknya akan memegang sejauh Joko telah menghadapi skeptisisme dari bisnis, ekonom dan politisi, kesiapan negara itu setelah presiden mengumumkan niatnya untuk memasukkan Indonesia dalam perjanjian perdagangan selama kunjungannya ke AS pekan lalu.
Didaulat sebagai blok perdagangan paling ambisius, TPP diteken oleh Amerika Serikat dan 11 negara lain, termasuk Malaysia dan Vietnam, bulan lalu. Tujuan blok ini adalah mempromosikan pertumbuhan ekonomi; mendukung pernciptaan lapangan kerja; memperkuat inovasi, produktivtas dan daya saing; meningkatkan taraf hidup; mengurangi kemiskinan; dan mempromosikan transparansi, tata kelola pemerintahan yang baik, serta memperkuat perlindungan lingkungan dan tenaga kerja.
Pada kunjungannya ke Amerika Serikat baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menyatakan kepada Presiden AS Barack Obama bahwa Indonesia berminat untuk bergabung ke TPP yang saat ini sudah beranggotakan 12 negara di lingkaran Samudera Pasifik.
Namun, di sisi lain, keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bergabung dalam perjanjian perdagangan bebas Trans Pasific Partnership (TPP) bisa membahayakan para pengguna internet di Indonesia. “Hal itu disebabkan dalam perjanjian itu terdapat ketentuan mengenai hak cipta di internet yang sangat represif,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan SatuDunia Firdaus Cahyadi dalam keterangan tertulis.
Pengaturan yang hak cipta yang represif di internet, lanjut Firdaus Cahyadi, bisa mengancam kebebasan berekspresi. “Sebuah atau website dengan mudah akan diblokir bila salah satu kontennya diduga melanggar hak cipta,” ujar Firdaus Cahyadi, “Padahal harusnya dilihat dulu sejauh mana pelanggarannya, tidak asal main blokir.”
Pemblokiran website secara ugal-ugalan hanya karena alasan melanggar hak cipta juga bisa mengancam hak warga atas informasi dan pengetahuan di internet. “Selama ini internet menjadi media yang memudahkan warga berbagi informasi dan pengetahuan, tapi dengan adanya ketentuan yang represif mengenai hak cipta, kemudahan warga untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan itu akan tertutup.”
Selain itu, lanjut Firdaus Cahyadi, pembahasan point-point dari TPP sangat tertutup. “Di AS, TPP banyak ditentang warga karena ketertupan pembahasannya ini,” jelas Firdaus Cahyadi, “Anehnya, Presiden Indonesia Jokowi, dengan tanpa merasa bersalah mengatasnamakan bangsa Indonesia untuk bergabung dengan TPP, padahal presiden tidak pernah membuka ke publik dokumen tentang TPP itu.”
Presiden Jokowi, tegas Firdaus Cahyadi, tidak bisa mengatasnamakan negara Indonesia dalam menyatakan keinginannya bergabung dengan TPP, tanpa pernah sebelumnya membuka dokumen TPP itu sendiri. “Rakyat Indonesia yang akan dirugikan jika pemerintah bernafsu bergabung dengan TPP ini,” tegas Firdaus Cahyadi, “Celakanya, rakyat tidak pernah dilibatkan dan diajak bicara oleh pemerintah bila ingin ikut dalam TPP.”
Untuk itulah, SatuDunia sebagai organisasi masyarakat sipil yang concern pada isu informasi, komunikasi, pengetahuan dan teknologi, mendesak pemerintah untuk melalukan beberapa hal sebelum bergabung dalam TPP. “Pertama, pemerintah harus membuka dokumen TPP yang akan diikutinya ke publik,” jelasnya, “Kedua, pemerintah harus memfasilitasi sebuah debat publik yang kondusif mengenai TPP ini.”(*/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: