Latest News
You are here: Home | Umum | Megaproyek Listrik Butuh Harmonisasi Sinergi Pemerintah, PLN, dan Swasta
Megaproyek Listrik Butuh Harmonisasi Sinergi Pemerintah, PLN, dan Swasta

Megaproyek Listrik Butuh Harmonisasi Sinergi Pemerintah, PLN, dan Swasta

Duniaindustri.com (Desember 2016) – Pelaku usaha meminta dukungan pemerintah untuk mewujudkan proyek pembangunan pembangkit 35.000 megawatt (MW). Apalagi saat ini swasta menjadi tulang punggung proyek yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada pertengahan 2015 tersebut. Dukungan tersebut berupa harmonisasi sinergi antara regulasi pemerintah, kebijakan PT PLN (Persero), dan minat investasi perusahaan swasta nasional.

Direktur Utama PT Cirebon Energi Prasarana–anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY)–Heru Dewanto mengatakan pada awal pencanangan, sekitar 80 persen proyek pembangkit 35.000 MW akan dibiayai anggaran negara. Namun saat ini lebih dari 60 persen proyek 35.000 MW berasal dari swasta. Jadi pemerintah mengharapkan swasta menjadi tulang punggung.

“Kalau pemerintah sudah menyerahkan ke swasta, seharusnya pemerintah memberikan ‘jalan tol’ ke swasta untuk merealisasikan itu,” ujar Heru pada diskusi publik “Harmonisasi Sinergi Pemerintah dan Swasta untuk Mempercepat Proyek Pembangkit Listrik” di Jakarta, Kamis (8/12).

Heru mengatakan pergeseran pembiayaan tersebut juga harus diikuti shifting paradigma pemerintah maupun PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan. PLN saat ini berada posisi dilematis, satu sisi sebagai operator, di sisi lain sebagai agen perubahan. “Jadi misalnya, PLN punya 100 proyek pembangkit. Proyek yang bagus tentu akan dipegang sendiri, sedangkan yang tidak bagus diserahkan ke swasta,” ungkap Heru.

Menurut Heru, harmonisasi antara pemerintah dan swasta diperlukan dalam merealisasikan proyek 35.000 MW. Pasalnya, regulasi di pusat dan sektor kerap tidak ketemu sehingga sejumlah proyek tertunda. Hal ini karena berbagai faktor, mulai persoalan lahan, lingkungan, hingga ketenagakerjaan. “Yang penting peletakkan peran masing-masing. Pemerintah membuat, menerapkan, dan mengawal regulasi itu. Swasta mengamankan pembiayaan, skill dan teknologi,” kata dia.

Direktur Utama PT Bekasi Power, anak usaha PT Jababeka Tbk (KIJA), Teguh Setiawan, mengatakan PLN seharusnya tidak memandang private power utility (PPU), seperti Bekasi Power sebagai saingan bisnis. Namun, PLN diharapkan menjadikan PPU sebagai pelengkap tugas PLN untuk memasok listrik ke masyarakat. “Investor itu saat masuk yang pertama kali ditanyakan adalah ketersediaan listrik. Listriknya darimana, sumbernya darimana,” kata Teguh.

Private power utility merupakan perusahaan penyedia listrik yang memiliki wilayah usaha dan kewajiban melistriki wilayah usaha tertentu dan bekerja sama/terinterkoneksi dengan grid PLN. Adapun Bekasi Power tercatat mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) berkapasitas 130 megawatt (MW) di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi.

Menurut Teguh, Bekasi Power berencana membangun PLTG di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah. Namun, rencana pembangunan tersebut masih belum bisa terealisasi karena belum ada kesepakatan dengan PLN. “Semua sudah siap, lahan dan pembiayaan. Kendalanya, PLN maunya kami beli listrik ke mereka,” kata dia.

Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Anung Dri Prasetya, menegaskan mencapai pertumbuhan ekonomi membutuhkan listrik. Untuk merealisasikan ketersediaan listrik, perlu sinergi antara pemerintah dan swasta. Sinergi sudah terjalin, namun kurang harmonis. “Bukit Asam sebagai BUMN, tapi juga bisa Independent Power Producer (IPP). Kami sangat siap, jika pemerintah tentukan, kami siap realisasikan 5.000 MW,” kata dia.

Direktur Program Kelistrikan Direktorat Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Aliudin Sitompul, mengatakan saat ini tenaga listrik mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dan menopang ekonomi. “Kalau ada investasi listrik Rp 1 triliun, multiplier effect-nya bisa sampai Rp 10 triliun,” kata dia.

Pembagian Proyek
Di sisi lain, pemerintah mulai mengajak perusahaan produsen listrik swasta atau IPP (Independent Power Producer) untuk terlibat dalam mengejar target rasio elektrifikasi sebesar 97% pada 2019. Akan tetapi proyek yang diserahkan kepada swasta sebagian besar tidak memiliki nilai ekonomis.

Heru Dewanto menambahkan, swasta dalam hal ini mendapatkan pilihan proyek bergantung pada PT Perusahaan Listrik Negara (persero) atau PLN, proyek-proyek mana yang IPP. Menurut Heru, pilihan proyek yang diserahkan ke swasta tersebut tidak visible. Namun sangat disayangkan dirinya tidak menjabarkan apa saja proyek tersebut.

“Kami berharap PLN memberikan proyek yang menarik. Proyek bagus yang dijalanin sendiri (PLN), terus yang jelek-jelek dikasih ke swasta,” tuturnya.

Heru melanjutkan, bila pemerintah benar ingin meningkatkan peran swasta menjadi 65% dalam membangun energi Nasional, maka diperlukan keleluasaan bagi dunia usaha. Misalnya untuk proyek melistriki 2.500 desa, yang perlu diperhatikan, pertama dibutuhkan aturan yang kuat di wilayah pedesaan agar investasi swasta terjamin.

Kemudian pemerintah juga harus memperjelas aturan subsidinya, sebab daya beli masyarakat di pedesaan terbilang rendah

“Buat kami program ini menarik, tapi tanpa subsidi gak sukses. Jadi hitungan subsidi juga harus jelas. Ini penting karena dalam pembangunan pembangkit nantinya semua dana berasal dari swasta kan,” tandasnya.(*/tim redaksi 01)

Sampul Riset Tren Produksi Oleokimia dan Biodiesel 2011-2017

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top