Duniaindustri.com (November 2015) – Perlambatan ekonomi di Indonesia ternyata hanya satu faktor yang dapat mempengaruhi nasib penduduk di negeri ini. Masih terdapat sejumlah faktor yang rentan menekan kondisi masyarakat, antara lain rencana kenaikan tarif dasar listrik.
Pengamat ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Riyanto, mengatakan jika tarif dasar listrik (TDL) naik, sekitar lima juta orang akan jatuh miskin.
“Sekitar 3 juta hingga 5 juta orang akan jatuh ke kelompok rentan miskin jika skema tarif dasar listrik tetap naik,” kata Riyanto dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Skema tersebut akan terjadi bila subsidi listrik dari RAPBN yang sebesar Rp38,39 triliun, sekitar Rp29,39 triliun di antaranya untuk subsidi berdaya 450-900 VA dijalankan. Selain itu, maka kelompok yang tidak dapat subsidi bisa naik sebanyak 250% untuk pengguna 450 VA, dan naik 150% untuk pengguna 900 VA.
Saat ini sebanyak 24,7 juta orang kategori miskin mendapatkan subsidi listrik dari negara, sementara sebanyak 7,1 jiwa di antaranya belum menggunakan listrik dari PLN. “Nah, mampu tidak PLN mencari data dan mengalirkan subsidi kepada 7,1 jiwa yang belum menggunakan PLN ini, dalam waktu dua bulan, sebelum listrik dinaikkan,” jelasnya.
Riyanto juga mengatakan rata-rata pengeluaran per orang untuk kategori miskin di Indonesia adalah Rp700 ribu per bulan.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, menilai masyarakat telah terjerat informasi yang tidak lengkap dan kurang mendukung rakyat kecil terkait penaikan tarif listrik beserta instrumennya.
“Masyarakat ditawari konsumsi listrik rumah tangga 1.300 VA, dengan iming-iming tambah daya gratis, namun setelah itu tarif listrik 1.300 VA ke atas, naik secara otomatis bersama mekanisme pasar, ini namanya ‘jebakan Batman’,” ucap Tulus.
Dia menjelaskan indikasi mekanisme pasar adalah kurs rupiah, harga minyak mentah dunia dan inflasi, itu yang akan diprotes. “Kalau semua tarif diserahkan ke mekanisme pasar, lalu apa peran negara dalam hal ini?” tutur Tulus.
“Rencana pencabutan 450 VA dan 900 VA ini hanyalah kedok, itu untuk menaikkan tarif agar sesuai dengan harga mekanisme pasar, kalau memang begitu, maka wajib diprotes, karena tidak ada intervensi negara dalam menentukan tarif.”
Tulus juga menjelaskan banyak masyarakat yang tidak mengerti, ketika pindah ke 1.300 VA, risikonya serius dengan tarif rupiah per Kwh, seolah kategorinya sama, padahal 1.300 VA untuk golongan mampu.
“Masyarakat banyak yang dipaksa atau ditodong langsung pindah ke sistem token, walau menurut aturan seharusnya tidak diwajibkan, daya juga ditingkatkan ke 1.300 VA secara gratis, mereka tidak mengerti konsekuensinya,” katanya.
Tarif Termahal
Sejumlah pelaku industri juga sempat mengeluhkan mahalnya tarif listrik di Indonesia. Kalangan industri pengguna gas bumi mengeluhkan mahalnya tarif listrik di Indonesia. Bahkan, tarif listrik Indonesia dinilai paling mahal di dunia dibandingkan negara lainnya.
“Kondisi 2014 lalu tarif listrik hampir semua golongan naik. Sekarang tarif listrik di Indonesia US$ 11 cent per Kwh. Bahkan di beberapa daerah sudah US$ 12 cent per Kwh. Ini harga paling mahal di dunia,” keluh Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi, Achmad Safiun.
Padahal, listrik adalah komponen penting dan roda penggerak industri. “Tarif listrik mempengaruhi harga. Kami ini bergerak di industri hilir sehingga kalau terjadi perubahan pada kami akan berpengaruh langsung dengan masyarakat,” terang Achmad.
Dia meminta pemerintah untuk memperbaiki kebijakan minyak dan gas (migas) dan energi karena akan berpengaruh langsung pada tarif listrik.
“Kebijakan migas seharusnya diperlakukan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Bukan sebagai komoditi revenue. Sekarang momentum yang tepat untuk memperbaiki tata kelola migas karena harga minyak yang turun drastis,” tegasnya.
Sebagai perbandingan, tarif listrik di beberapa negara antara lain: Amerika Serikat (AS) US$ 3 cent per kwh, Bangladesh US$ 3 cent per kwh, Vietnam US$ 7 cent per kwh, Malaysia US$ 6 cent per kwh, Pakistan US$ 6,6 cent per kwh, Korea Selatan US$ 6 cent per kwh, dan Indonesia US$ 11 cent per kwh.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: