Duniaindustri.com (September 2014) – Sebanyak lima grup perusahaan sawit menjadi penguasa area kebun sawit di Indonesia dengan menguasai 14% dari total area kelapa sawit di Indonesia. Lima grup perkebunan itu masing-masing grup terintegrasi secara vertikal dengan fasilitas produksi antara dan hilir.
Menurut penelusuran duniaindustri.com, di antara lima grup perusahaan perkebunan terbesar tersebut, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) merupakan grup yang paling tidak terintegrasi. PT Astra Agro Lestari Tbk hampir sepenuhnya merupakan produsen minyak sawit hulu murni dan baru mulai berkonsentrasi pada perkebunan dan penggilingan belakangan ini.
Area terbesar dimiliki oleh Golden Agri-Resources Ltd, yang memiliki 0,46 juta hektar area tertanam pada akhir tahun 2013. PT Astra Agro Lestari Tbk memiliki 0,27 juta hektar, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIM) memiliki 0,23 juta hektar dan area terbesar berikutnya dimiliki oleh Wilmar International, yang juga memiliki 0,23 juta hektar (angka ini mencakup beberapa area yang terletak di Malaysia). Anak perusahaan Sime Darby Berhad di Indonesia, PT Minamas Plantation, memiliki 0,2 juta hektar lahan kelapa sawit.
Sementara di Malaysia, hampir 20% dari total area perkebunan sawit dimiliki oleh empat grup perkebunan terbesar: Felda Global Ventures Holdings Bhd, Sime Darby Bhd, Kuala Lumpur Kepong Bhd dan IOI Corporation Bhd. Grup-grup tersebut terintegrasi secara vertikal, dengan 0,86 juta area menghasilkan (khusus untuk Kuala Lumpur Kepong Bhd, angka ini termasuk area miliknya di Indonesia yang tidak dibedakan dalam dokumen publik).
Pada 2011, data Kementerian Pertanian RI yang diperoleh tim redaksi duniaindustri memperlihatkan, Sinarmas Group masih mendominasi produksi CPO sebanyak 15.000 ton per hari dengan total luas lahan kebun sawit di Indonesia mencapai 320 ribu hektare. Perusahaan terbesar kedua adalah Wilmar International Group yang memproduksi 7.500 ton per hari dengan luas lahan 210 ribu hektare.
Disusul kemudian PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV yang memproduksi 6.675 ton per hari, kemudian PT Astra Agro Lestari Tbk yang memproduksi 6.000 ton per hari dengan luas lahan 192 ribu hektare.
Jika dilihat dari luas lahan kebun sawit yang dimiliki, Salim Group yang merupakan induk usaha dari PT Salim Plantations, Indofood Group, dan IndoAgri menguasai lahan sawit terbesar di Indonesia sebesar 1.155.745 hektare. Disusul kemudian oleh Sinarmas Group dan Wilmar. Namun, lahan yang dimiliki Salim Group belum ditanami seluruhnya, hanya 95.310 hektare.(lihat tabel)
Data Kementerian Pertanian menyebutkan, luas areal kelapa sawit di Indonesia hingga 2009 mencapai 7,32 juta hektare meningkat 11,8% per tahun sejak 1980 yang baru mencapai 290 ribu hektare. Indonesia dan Malaysia menguasai 86% produksi CPO dunia. Indonesia menguasai 44,5% produksi CPO dunia, sedangkan Malaysia 41,3%.
Sepanjang 2010, nilai devisa ekspor minyak sawit mentah dan produk turunan sawit Indonesia mencapai US$ 16,4 miliar, naik 50% lebih dari 2009 yang berjumlah US$ 10 miliar. Departemen Pertanian Amerika Serikat (US Department of Agriculture/USDA) memperkirakan, ekspor CPO Indonesia tahun ini bisa mencapai 19,35 juta ton. Angka itu naik dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 17,85 juta ton. Sedangkan produksi CPO Indonesia akan mencapai 25,4 juta ton pada 2011. Angka itu lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 23,6 juta ton.
Jika proyeksi itu dipadukan dengan capaian ekspor CPO Indonesia pada 2010, tidak berlebihan apabila nilai ekspor CPO Indonesia pada 2011 akan menembus US$ 20,2 miliar atau setara Rp 180 triliun.
Holding Terbesar
Pemerintah Indonesia akhirnya resmi membentuk holding company BUMN perkebunan, setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) pembentukan holding BUMN perkebunan pada 18 September 2014. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III akan memimpin (lead) Holding Company BUMN Perkebunan.
Holding BUMN perkebunan ditargetkan mulai beroperasi sebelum terbentuknya pemerintahan baru. “Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) pembentukan Holding BUMN Perkebunan bahwa yang bertindak sebagai induk usaha adalah PTPN III,” kata Muhammad Zamkhani, Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Industri Strategis.
Holding BUMN Perkebunan tersebut nantinya membawahi 13 perusahaan yaitu PTPN I-PTPN IV yang bidang usaha kebunnya beragam. Menurut Zamkhani, pascapenerbitan PP tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan aksi korporasi lewat rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk menentukan perubahan anggaran dasar induk usaha dan penyertaan modal dari masing-masing anak usahanya.
“RUPS itu antara lain memutuskan pengalihan dari negara ke PTPN III sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam PP tersebut,” ujar Zamkhani.
Meski demikian, dia tidak menyebutkan alasan pemegang saham menetapkan PTPN III sebagai induk usaha Holding BUMN Perkebunan. “Nama entitas bisnis dari Holding BUMN Perkebunan juga masih belum ditentukan, karena menunggu hasil RUPS,” kata Zamkhani.
Menurut data Kementerian BUMN, total aset ke-14 PTPN perkebunan pada 2013 mencapai Rp 65,22 triliun, naik dari tahun sebelumnya sekitar Rp61,07 triliun. Total penjualan pada 2014 diperkirakan mencapai Rp77,59 triliun, dengan laba bersih yang ditargetkan sekitar Rp4,06 triliun.
Adapun belanja modal (capital expenditure/capex) seluruh PTPN tersebut pada 2014 mencapai sekitar Rp11,51 triliun, lebih rendah dari tahun sebelumnya Rp16,34 triliun.(Tim redaksi 01)