Duniaindustri.com (Februari 2014) — Laba sejumlah bank di Indonesia pada 2013 masih tumbuh positif, namun tidak setinggi 2012, karena kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan yang melambat tersebut juga disebabkan oleh tingginya biaya dana atau cost of fund (COF) karena kenaikan bunga kredit tidak sebesar bunga simpanan.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) pada 2013 mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 14,53%. Laba tercatat menjadi sebesar Rp 1,56 triliun dari Rp 1,36 triliun pada 2012. Pertumbuhan laba tersebut melambat. Pada 2012, BTN dapat mencetak pertumbuhan laba sebesar 21,93%.
Perlambatan pertumbuhan laba sejalan dengan penurunan net interest margin (NIM) BTN pun mengalami penurunan dari 5,83% pada 2012 menjadi 5,44%. Kredit perseroan juga mencatatkan perlambatan pertumbuhan. Kredit yang disalurkan perseroan pada 2013 hanya tumbuh 23,41% menjadi Rp 100,46 triliun. Sedangkan pada 2012, kredit dapat tumbuh 28,1%.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga mencatatkan perlambatan pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba bersih pada 2013 sebesar 17,4% menjadi Rp 18,2 triliun dibanding pada 2012 yang sebesar Rp 15,5 triliun. Padahal pada 2012 bank berpelat merah tersebut dapat mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 26,6%.
Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kenaikan laba tersebut ditopang kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang saat ini berjumlah Rp 556,3 triliun, naik dari 2012 sebesar Rp 482,9 triliun.
Total dana murah dari giro dan tabungan yang dikumpulkan Bank Mandiri sampai akhir 2013 tercatat mencapai Rp 359,9 trilin. Porsi tabungan tercatat tumbuh 17% atau Rp 34,3 triliun hingga mencapai Rp236,5 triliun.
Bank Mandiri melaporkan pendapatan bunga bersih perseroan tahun lalu tercatat mencapai Rp 32,7 triliun atau meningkat 5,2% bila dibandingkan 2012. Sementara pendapatan premi bersih tercapai sebesar Rp2,6 triliun atau naik 21,4%.
Kinerja bank pemerintah dengan aset terbesar ini juga ditopang oleh penyaluran kredit yang tercatat meningkat 21,5% pada akhir 2013. Bank Mandiri melaporkan telah menyalurkan kredit sekitar Rp 472,4 triliun, lebih besar dari tahun sebelumnya Rp 388,8 triliun.
“Dilihat dari segmentasi kenaikan penyaluran kredit terjadi di seluruh bisnis, dengan pertumbuhan tertinggi pada segmen mikro yang mencapai 42,3% menjadi Rp 27 triliun pada tahun 2013,” jelas Budi.
Saat ini, Bank Mandiri tercatat memiliki nasabah kredit mikro sebanyak 349,6 ribu nasabah. Penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencatat pertumbuhan 18,2% menjadi Rp 64,6 triliun. “Kredit kami yang meningkat itu yang tidak kalah bagus NPL kita 0,58%,” tegasnya.
Peningkatan penyaluran kredit telah mendorong pertumbuhan aset perusahaan yang meningkat dari Rp 635 triliun menjadi Rp 733,1 triliun.
Meski mencatat pertumbuhan, perolehan laba Bank Mandiri pada 2013 sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Sepanjang 2012, Bank Mandiri meraup laba bersih Rp 15,5 triliun atau naik 26,6% dari posisi Rp 12,2 triliun pada 2011.
NIM Turun
Sementara itu, PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) mencatatkan penurunan NIM. Bank OCBC NISP mencatatkan NIM sebesar 4,1% pada 2013. Angka tersebut turun tipis dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,2%.
Bank OCBC NISP juga memproyeksi NIM masih akan turun sebesar 0,1% tahun ini. Untuk menyiasatinya, perseroan akan mengelola biaya dana atau cost of fund (COF) dengan meningkatkan dana murah dan memastikan portfolio aset dapat menghasilkan lebih.
Kendati NIM turun, laba masih dapat tumbuh cemerlang. PT Bank OCBC NISP berhasil mencetak laba sebesar Rp 1,1 triliun pada 2013. Nilai tersebut meningkat 25% dari 2012 yang tercatat sebesar Rp 915 miliar. Pada 2012, laba hanya tumbuh sebesar 22%.
Pengamat menilai melambatnya pertumbuhan laba disebabkan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menekan defisit transaksi berjalan. Ekonom dari Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan, untuk menciutkan defisit transaksi berjalan, ekspor mestinya digenjot, tetapi sulit karena harga komoditas sulit pulih. Oleh karena itu, pemerintah berusaha menekan impor dengan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Caranya bisa melalui kebijakan fiskal maupun moneter.
“Kebijakan fiskal sulit karena tak mungkin pemerintah menaikan harga BBM di tahun Pemilu. Sehingga beban untuk menurunkan pertumbuhan impor bergeser ke BI,” ujarnya.
Cara BI untuk menekan pertumbuhan impor adalah dengan menurunkan pertumbuhan kredit dengan menaikan suku bunga. “Otomatis dengan kenaikan suku bunga, kredit bank melambat dan NIM juga menipis karena COF naik terutama bagi bank-bank menengah dan kecil,” ujarnya.(*/berbagai sumber)