Duniaindustri.com (Oktober 2015) – PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), BUMN produsen baja terbesar di Indonesia, berencana memulai groundbreaking pabrik hot strip mill II pada kuartal IV 2015. Pabrik baru itu akan didanai pinjaman fasilitas export credit agency (ECA) Commerzbank AG senilai US$ 260,05 juta.
Pabrik baru hot strip mill II milik Krakatau Steel akan dibangun di atas lahan seluas 48 hektare di kawasan industri milik Krakatau Industrial Estate Cilegon. Pabrik ini bakal meningkatkan kapasitas produksi hot strip mill Krakatau Steel dari 2,4 juta ton per tahun menjadi 3,9 juta ton per tahun pada 2017.
Sukandar, Direktur Utama Krakatau Steel, mengatakan perseroan optimistis groundbreaking pabrik hot strip mill II dilaksanakan pada kuartal IV-2015. Meski demikian, penarikan fasilitas pinjaman kemungkinan baru direalisasikan tahun depan, setelah sebagian konstruksi pabrik dibangun. “Penarikan pinjaman dilakukan secara bertahap berdasarkan progress pembangunan pabrik,” jelas dia.
Sukandar mengakui, pembangunan hot strip mill II membutuhkan persiapan matang, sehingga konstruksi baru bisa dilaksanakan pada kuartal IV tahun ini. Padahal, pembangunan hot strip mill II sudah disampaikan sejak rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) Maret 2014.
Krakatau Steel telah meneken kontrak proyek hot strip mill II dengan Konsorsium Kontraktor EPC. Konsorsium tersebut terdiri atas SMS Siemag Aktiengesellschaft (SMS Siemag AG) dari Jerman dan PT Krakatau Engineering, anak usaha perseroan.
Total investasi hot strip mill II mencapai US$ 405,9 juta. Selain dari pinjaman, perseroan juga menggunakan sisa dana dari hasil penawaran perdana saham (initial public offering/IPO) senilai Rp 928 miliar untuk membiayai proyek tersebut.
Selain bakal melakukan groundbreaking hot strip mill II, Krakatau Steel menargetkan pembangunan pabrik baja bertanur tinggi (blast furnace) rampung akhir tahun ini. Pabrik tersebut telah dibangun di kawasan indutri Krakatau Steel Cilegon, Banten sejak 2012. Perseroan segera menarik sinosure credit facility sekitar US$ 180 juta untuk pembiayaan pabrik tersebut. Nilai ini setara 28,48% dari total investasi yang sebesar US$ 632 juta.
Pasar Baja
Pasar baja Indonesia pada 2015 ditaksir mencapai US$ 5,35 miliar atau Rp 76,5 triliun, turun dari posisi 2014 sebesar US$ 7,88 miliar atau Rp 112,6 triliun (kurs Rp 14.300/US$). Tim duniaindustri.com memperhitungkan nilai pasar baja Indonesia di 2015 dari prediksi volume pasar baja di Indonesia dengan harga rata-rata di dunia.
Volume pasar baja di Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai 15,3 juta ton, naik 7,7% dibanding tahun lalu 14,2 juta ton, menurut data Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), Kementerian Perindustrian, dan PT BNI Securities.
Sedangkan harga baja dunia (baja canai panas/HRC yang menjadi patokan harga baja dunia) pada awal September 2015 mencapai US$ 340-US$ 350 per ton, menurut data Midle East Steel (mesteel.com). Harga baja dunia pada September 2015 turun 37%-38% dibanding periode yang sama tahun 2014 di kisaran US$ 545-US$ 555 per ton.
Duniaindustri.com menilai penurunan nilai pasar baja di Indonesia disebabkan pelemahan harga baja dunia. Meski secara volume penjualan baja di Indonesia naik, penurunan harga membuat nilai pasar menjadi lebih kecil.
World Steel Association menyatakan produksi baja di Indonesia berkisar antara 3,5–4,2 juta ton per tahun sepanjang 2005-2010. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia menempati urutan ke-34 produsen baja terbesar di dunia.
Asosiasi Baja Dunia merekap data produksi baja dari 170 perusahaan baja skala besar, termasuk 18 dari 20 perusahaan baja terbesar di dunia. Data produksi baja dari Asosiasi Baja Dunia merepresentasikan 85% produksi baja global.
Pada tahun lalu, Kementerian Perindustrian memperkirakan produksi baja nasional diperkirakan mencapai 6-6,5 juta ton. Sehingga masih terjadi defisit pasokan baja di dalam negeri mencapai 3-3,5 juta ton. Defisit pasokan itu terpaksa harus dipenuhi dari impor.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: