Duniaindustri.com (Mei 2017) – Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) mencatat hasil kinerja yang kurang memuaskan di industri minuman ringan di Indonesia pada kuartal I 2017. Sepanjang tiga bulan pertama 2017, tren volume penjualan industri minuman ringan terus tertekan hingga mencapai minus 3% sampai 4%.
Ketua Asrim Triyono Pridjosoesilo dalam acara Asrim Industry Outlook 2017 di Jakarta, beberapa waktu lalu, menjelaskan jika melihat volume penjualannya, tahun 2016 yaitu 34,76 miliar liter, tahun 2014 sebesar 32,31 miliar liter, tahun 2013 sebesar 29,76 miliar liter, dan tahun 2012 sebesar 27,46 miliar liter. “Pada kuartal I 2017 ini justru mengalami minus 3% sampai 4% dan terjadi hampir di semua kategori minuman ringan,” katanya.
Selain karena rendahnya daya beli, penurunan penjualan disebabkan karena sejumlah tudingan negatif soal minuman soda dan berpemanis. “Penyebabnya berita atau kampanye-kampanye negatif, seperti berita gula di minuman ringan jadi penyebab utama diabetes. Padahal faktanya peranan makanan dan minuman siap saji itu kecil ketimbang makanan rumah tangga seperti beras,” paparnya.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Willem Petrus Riwu juga menilai banyaknya informasi negatif tentang minuman ringan terutama jenis minuman bersoda di sosial media membuat penjualan turun. Padahal informasi yang ditayangkan di sosial media belum tentu benar.
Menurut dia, berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), yang dimaksud kelompok industri minuman ringan meliputi air minum dalam kemasan (AMDK), minuman berkarbonasi, teh siap saji, minuman sari buah, kopi dan susu siap saji, serta minuman isotonik atau suplemen.
Padahal, industri makanan dan minuman masih merupakan sektor strategis terhadap penopang PDB nasional, dengan berkontribusi sebesar 33% terhadap GDP dari sektor industri non-migas.
Industri minuman ringan siap saji nonalkohol (NRTD) sendiri memiliki nilai pasar (retail value) mencapai lebih dari Rp90 triliun, didukung lebih dari 4 juta pekerja langsung yang bekerja di bawah berbagai perusahaan produsen minuman ringan, baik berskala multi-national Corporation hingga UMKM masih menghadapi tantangan besar, terutama dari segi regulasi.
“Terlepas dari bonus demografi Indonesia yang menyediakan banyak potensi bagi pertumbuhan industri minuman ringan, dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan sektor ini masih berada dalam fase pertumbuhan yang sangat rentan,” ujar Triyono.
Di sisi investasi, industri makanan dan minuman (mamin), termasuk minuman ringan siap saji di dalamnya, masih menjadi salah satu penyumbang investasi yang signifikan. Data realisasi triwulan I 2017 dari BKPM menunjukkan, sektor ini menyumbangkan nilai investasi sebesar Rp18,5 triliun.
“Namun demikian, dari data yang ada juga dapat terlihat bahwa para investor asing masih memperlihatkan keraguan untuk berinvestasi di sektor ini, di mana sebagian besar investasi masih didominasi oleh PMDN,” tukasnya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 06)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: