BULOG BERSITEGANG DENGAN KEMENDAG
Duniaindustri.com (September 2018) – Kisruh terkait impor beras antara Perum Bulog dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) memanas, terutama lantaran perbedaan pandangan yang belum menemukan titik temu yang konkret. Di satu sisi, Kemendag telah memberikan izin impor beras sebanyak 2 juta ton pada tahun ini, sementara di sisi lain Bulog mengklaim cadangan berasnya cukup hingga pertengahan 2019 sehingga tidak diperlukan lagi impor.
Terlebih lagi, gudang Perum Bulog saat ini telah penuh untuk menampung cadangan yang berjumlah total 2,4 juta ton. Namun, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai persoalan gudang tersebut bukan urusan pemerintah.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) menyatakan kebingungannya. Sebab kegiatan yang Bulog lakukan merupakan tugas dari pemerintah.
Bahkan, kata dia, seharusnya antara Bulog dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) mesti berkoordinasi untuk menyamakan pendapat. “Coba kita berkoordinasi samakan pendapat. Kalau kami keluhkan fakta gudang penuh, menyewa gudang itu kan cost tambahan. Kalau ada yang jawab soal Bulog sewa gudang bukan urusan kita, mata mu! Kita kan sama-sama negara,” papar Buwas di Perum Bulog, Jakarta Selatan, Rabu (19/9).
Buwas mengatakan stok beras yang dimilikinya saat ini berjumlah 2,4 juta ton. Hingga akhir tahun, diperkirakan stok beras Bulog mencapai 2,3 juta ton. “Kita tidak lagi men-supply, untuk tahun ini untuk rastra hanya tinggal 100.000 ton hingga akhir tahun jadi kita hanya minus 100.000 ton dari 2,4 juta ton tadi. Jadi kalau nggak ada supply masuk lagi berarti kita cuma 2,3 juta ton,” ujar Buwas.
Dia mengatakan dengan jumlah tersebut, maka tidak diperlukan impor beras lagi tahun ini. “Tolong ini nggak ada impor baru. Saya minta izin impor baru ini jangan,” tutur Buwas.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan kisruh impor beras sebanyak 2 juta ton yang kuotanya diberikan kepada Perum Bulog pada tahun ini. Menurut Enggar, keputusan memberikan jatah impor beras sebanyak 2 juta ton kepada Perum Bulog adalah keputusan bersama yang disepakati antara dia, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Direktur Perum Bulog saat itu Djarot Kusumayakti.
Enggar menjelaskan keputusan impor beras tahap I diberikan kepada Bulog di bulan Januari 2018 lalu sebesar 500 ribu ton. Bulog berhasil mengeksekusi jatah impor tersebut di Februari 2018. Keputusan impor beras 500 ribu ton saat itu diberikan karena stok beras Bulog di bawah 1 juta ton dan harga beras di pasaran sudah naik lebih dari 10 persen.
“Maka pemerintah wajib impor, itu rapat di Kantor Wapres (Wakil Presiden) arahan Pak Wapres (Jusuf Kalla), dihadiri Mentan, Mendag, Menko Perekonomian lengkap, dan Dirut Bulog pada saat itu,” beber Enggar.
Setelah Bulog diberikan jatah 500 ribu ton, kembali pemerintah memberikan tambahan kuota impor beras dengan jumlah yang sama di awal bulan April 2018. Menyusul kemudian keputusan tambahan impor tahap III dimana Bulog mendapatkan lagi jatah sebanyak 1 juta ton. Jadi total impor beras tahap II dan III sebanyak 1,5 juta ton. Keputusan tersebut menurut Enggar, diiyakan oleh Dirut Perum Bulog saat itu Djarot Kusumayakti. “Ada berita acaranya semua,” tegas Enggar.
Untuk impor tahap II, Bulog sudah mengeksekusi di bulan Mei 2018 dengan jumlah mencapai 500 ribu ton. Sedangkan untuk impor beras tahap III sebanyak 1 juta ton, Bulog mendatangkan secara bertahap dan meminta perpanjangan izin kepada Kemendag. Penyebabnya, izin impor beras tahap III hanya berlaku sampai dengan Juli 2018. Untuk itu, Kemendag kemudian memperpanjang sampai September 2018. Menurut catatan Enggar, sampai dengan saat ini total beras impor yang didatangkan Bulog mencapai 1,3 juta ton.
“Kenapa? Karena kapalnya belum masuk, ada keterlambatan pengiriman, jadi semua itu adalah dasar keputusan rapat dan Bulog meminta perpanjangan izin, izin perpanjangan diajukan oleh direksi Bulog kepada kami, ya kami menyetujui. Jadi tidak ada penambahan, itu kenapa terlambat, ya tanya ke bulog atau kenapa kalau cukup, kenapa minta perpanjangan izinnya,” beber Enggar.
Dengan asupan beras impor yang masuk ditambah serapan beras petani, Bulog kini memiliki stok beras 2,2-2,3 juta ton. Dari jumlah tersebut komposisinya lebih banyak beras impor dibandingkan beras lokal. Beras-beras ini nantinya akan digunakan sebagai cadangan beras pemerintah (CBP) sekaligus beras yang siaga digunakan untuk operasi pasar.
Mengenai keberatan Dirut Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) yang menolak impor beras karena gudang Bulog penuh, Enggar menegaskan bukan urusan dia. Enggar mendata gudang Bulog yang tersebar di seluruh Indonesia mampu menampung beras hingga 4 juta ton.
“Bahwa ada (gudang) yang rusak, itu bukan urusan kita dan bagaimana menyimpannya bukan urusan kita. Persoalannya adalah sekarang dalam rangka operasi pasar dan karena ada kenaikan harga, kita sudah mengirimkan surat kepada Bulog dan itu juga sesuai perintah dari rakor untuk melakukan operasi pasar, penetrasi pasar, berapa penetrasi pasar yang mampu meredam harga,” jelas Enggar.
Tolak Impor
Rencana pemerintah untuk melakukan impor beras sebanyak 1 juta ton mendapat tentangan dari DPR RI. Penolakan tersebut datang dari Komisi IV (bidang pertanian) dan Komisi VI (bidang perdagangan).
Anggota Komisi VI DPR RI Sartono Hutomo menjelaskan jika DPR tidak melarang pemerintah melakukan kebijakan impor, namun hal tersebut harus sesuai dengan kebutuhan riil yang ada saat ini. “Ketersediaan beras saat ini masih melimpah kenapa pemerintah kembali mewacanakan impor beras,” kata Sartono saat dihubungi Duniaindustri.com, Rabu (29/8).
Sartono menjelaskan jika impor beras tetap dilakukan oleh pemerintah maka hal tersebut akan membuat harga beras yang dimiliki petani lokal juga akan mengalami penurunan secara drastis dan tentunya akan membuat para petani mengalami kerugian yang cukup besar.
“Petani lokal sudah dipusingkan dengan harga pupuk dan pemberantasan hama yang tinggi. Jika beras impor masuk maka mereka akan terbebani dengan persaingan harga murah dari beras impor yang masuk,” jelasnya.
Sartono juga menuturkan jika dibeberapa wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur stok beras masih sangat melimpah. Sehingga pemerintah tak perlu mewacanakan rencana impor beras tersebut.
“Komisi VI akan pertanyakan hal ini ke pemerintah. Nanti akan kami agendakan rencana tersebut,” jelasnya.
Di sisi lain Wakil Ketua Komisi IV DPR Roem Kono mewacanakan akan membuat rapat koordinasi dengan Komisi VI DPR. Rakor ini nantinya bertujuan untuk mencari solusi atas kebijakan impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintab.
“Perlu adanya koordinasi antara komisi IV dan VI. Kami di DPR tidak ingin jika kebijakan impor tersebut berjalan dan merugikan petani serta konsumen,” ujar Roem.
Dia juga menuturkan jika kerugian yang dialami oleh petani adalah harga yang jatuh akibat persaingan harga, sementara kerugian bagi konsumen adalah kualitas impor yang dinilainya masih sangat buruk. “Intinya jangan sampai masuknya beras impor ini membuat rugi petani dan masyarakat. Kalaupun stok beras masih melimpah untuk apa melakukan impor,” tegasnya.(*/berbagai sumber/Danang/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: