Duniaindustri.com (Oktober 2014) – Sektor properti pada kuartal ketiga tahun ini cenderung tertekan, sebagai dampak penyelengaraan pilpres pada Juli lalu, ketatnya suku bunga perbankan, dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Hal tersebut diungkapkan konsultan properti Colliers Indonesia, Selasa (7/10). Diprediksi, kondisi tersebut bertahan hingga kuartal pertama 2015, namun dapat juga mengalami penguatan apabila pada kuartal keempat 2014 mengalami peningkatan kinerja.
“Ke depan tergantung dari (situasi) sekarang ini (kuartal empat 2014). Kalau dalam 3 bulan ini ada perbaikan, penyerapannya itu sudah lebih baik dibandingkan sebelum pemilu, 2015 itu momentumnya akan baik. Tapi kalau momentum akhir tahun ini tidak terlalu baik, maka 2015 juga akan menjadi market yang sangat-sangat menantang,” kata Ferry Salanto, Associiate Director Research Colliers Indonesia di Jakarta, Selasa (7/10).
Ferry menyebutkan, para pengembang khususnya perkantoran, sebagian besar sudah melakukan penyesuaian harga. “Kita lihat developer sudah mulai menyesuaikan harga terutama di sektor perkantoran,” kata Ferry.
Mengenai penyerapan hingga kuartal ketiga III 2014, Ferry mengungkapkan, sudah mulai tertekan sejak awal pemilu legislatif April lalu. Namun dia percaya, apabila pemerintah mendatang mampu menyelenggarakan pemerintahan dengan baik, kondisi tersebut akan bergerak positif.
“(Bagaimana) 2015, momentumnya ada saat ini. Jadi nanti pada saat di akhir tahun ini momentumnya bisa diambil dengan baik, maka 2015 itu akan terus bergerak, terutama yang mau dilihat pasar adalah bagaimana pemerintah stabil. Investor akan lebih confidence dalam berinvestasi,” terangnya.
Harga Tanah
Meski sektor properti tertekan, harga tanah di Jakarta terus melejit. Di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, harga melonjak sekitar 900% sepanjang 2005- 2014, yakni dari Rp 15 juta per meter persegi (m2) menjadi Rp 150 juta per m2.
Jalan Jenderal Sudirman yang membentang sebagian di Jakarta Selatan dan sebagian di Jakarta Pusat ini merupakan ‘kawasan segitiga emas’. ‘Golden triangle Jakarta’ itu mencakup pula jalan-jalan utama seperti Thamrin, Gatot Subroto, dan Rasuna Said.
Untuk menyiasati mahal dan terbatasnya tanah di Jakarta, pengembang berupaya mengoptimalkan pemanfaatannya dan lebih inovatif dalam menawarkan produk, salah satunya dengan mengembangkan proyek superblok.
Di area superblok ini tersedia beragam produk dan jasa properti yang lengkap, mulai dari hunian, perkantoran, hingga pusat ritel, pendidikan, dan hiburan. Saat ini, setidaknya ada lima proyek superblok anyar yang digarap sepanjang 2014-2017. Kehadiran superblok senilai Rp 18 triliun itu melengkapi sejumlah proyek lain yang menjulang di sudut-sudut Jakarta.(*/berbagai sumber/AND)