Latest News
You are here: Home | Umum | Keluar dari Jebakan Ketimpangan, Indonesia Butuh Inovasi dan Strategi Ekonomi Baru
Keluar dari Jebakan Ketimpangan, Indonesia Butuh Inovasi dan Strategi Ekonomi Baru

Keluar dari Jebakan Ketimpangan, Indonesia Butuh Inovasi dan Strategi Ekonomi Baru

Duniaindustri.com (September 2021) – Dalam perkembangan ekonomi global yang makin pesat, sejumlah ekonom menilai ada setidaknya 3 disrupsi besar yang memicu jebakan ketimpangan ekonomi. Untuk itu dibutuhkan inovasi dan strategi ekonomi baru untuk menghadapi 3 disrupsi besar tersebut.

Demikian inti diskusi dalam Zoominari Kebijakan Publik yang berjudul Waspadai Ketimpangan Ekonomi Akibat Pandemi dengan Narasumber berbagai pakar ekonomi diantaranya adalah Anthony budiawan, Managing Director PEPS, Fuad Bawazier, Ekonom Senior dan Menteri Keuangan 1998, Prof Didik J Rachbini, Ekonom Senior dan Pendiri INDEF, Fadhil Hasan, yang dipandu oleh Achmad Nur Hidayat di Jakarta, kemarin.

Ekonom Senior, Fadhil Hasan melihat 3 disrupsi besar sedang melanda dunia dan mengakibatkan dunia yang terbelah antara kelompok kaya dan kelompok marginal. “Terdapat tiga disrupsi yang sekarang sedang berlangsung yang akan mengubah struktur perekonomian nasional ke depan. Pertama, digitalisasi ekonomi didorong oleh perkembangan teknologi informasi (IT), kecerdasan buatan (AI), robotic, automatisasi, dan internet of things. Kedua, perubahan iklim dan pemanasan global akibat dari ekspoitasi sumberdaya yang tidak bertanggung jawab dan berkelanjutan. Ketiga, pandemi Covid-19 yang merubah tatanan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat ke depan. Cara kita bekerja, belajar, berinteraksi dan bersosialisasi akan mengalami normal baru yang berbeda dengan sebelumnya,” ujar Fadhil Hasan dalam webinar Narasi Insititute, Jumat (3/9/2021).

Fadhil Hasan menilai dampak dari 3 disrupsi yaitu digitalisasi, perubahan iklim dan pandemi COVID19 maka negara di dunia akan menjadi dua kelompok besar yaitu negara kuat yang lebih cepat pulih dan negara lemah yang lamban pulih.

“Semua negara kini sedang menata kembali perekonomiannya menghadapi tiga disrupsi besar dalam kehidupan manusia.  Negara-negara yang selama ini telah memiliki basis perekonomian yang solid, kuat dan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi disertai sumber daya manusia yang berkualitas relatif lebih siap merespon disrupsi ini dan akan keluar dari krisis akibat pandemi ini dengan lebih cepat dan berkelanjutan,” ujar Fadhil Hasan.

Fadhil Hasan mengatakan negara yang kuat memiliki kemampuan beradaptasi dan perencanaan yang matang. “Negara-negara ini mengambil langkah yang radikal, dan terencana dan besar. Beberapa di antaranya adalah pembangunan ekosistem dan infrastruktur IT dan melakukan investasi di bidang R&D dalam skala yang besar. Selain itu, pemerintah juga mendorong pelaksanaan paradigma berbasis ESG melalui Green New Deal, pembangunan zero/negative carbon, dan praktek-praktek berkelanjutan dalam setiap industri,” kata Fadhil Hasan.

Fadhil Hasan menjelaskan bahwa negara yang mengandalkan pada perekonomian primitif sumber daya alam dan tertinggal dalam pengetahuan akan memiliki pertumbuhan yang jauh tertinggal. Menurutnya ketimpangan antar kedua negara tersebut akan sangat besar.

“Sementara negara-negara yang mengandalkan perekonomiannya pada eksploitasi sumber daya alam dan tidak berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi masih terus bergelut untuk menghadapi pandemi Covid 19 di satu sisi, dan relatif tidak memiliki kesiapan untuk bisa merespon dengan cepat tepat berbagai disrupsi bessar yang tengah berlangsung. Dengan demikian, dalam tataran global ketimpangan perekonomian selama ada akan semakin meningkat dan menguat. Gejala ini nampak saat ini dimana negara-negara maju sudah lebih cepat pulih perekonomiannya dibanding dengan negara-negara kelompok berpendapatan rendah dan menengah. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju jauh lebih tinggi dibanding dengan negara-negara berkembang,” paparnya.

Fadhil Hasan mengatakan bahwa dalam konteks internal negara berkembang, isu ketimpangan ekonomi jauh lebih memprihatinkan lagi. “Namun di sisi lain, kesenjangan ekonomi yang semakin membesar juga terjadi di dalam perekonomian nasional di negara-negara berkembang termasuk Indonesia sebagai akibat dari disrupsi tersebut. Ketimpangan ini berakar dari adanya struktur sosial ekonomi yang timpang yang terdapat di negara-negara tersebut yang terwujud dari adanya kesenjangan antar daerah, kota dan desa, antar sektor, antar kelompok pendapatan dan ketimpangan akses terhadap sumberdaya ekonomi dan teknologi. Jadi adanya disrupsi ini justru memperkuat dan memperlebar kesenjangan yang ada, dan bukan memperbaikinya,” tegasnya.

Fadhil memprediksi bahwa model pertumbuhan di tataran global maupun nasional akan berbentuk huruf K. Ada yang naik dan ada yang turun. Sayangnya yang turun di negara berkembang jauh lebih banyak. “Dengan demikian,  disrupsi yang terjadi dikhawatirkan akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi menyerupai huruf K baik dalam tataran global maupun nasional,” ucapnya.

Fadhil menyarakan untuk menghindari ketimpangan yang lebih besar, Indonesia perlu paradigma ekonomi baru diantaranya reformasi struktural ekonomi global dan nasional yang lebih melibatkan komunitas dan keadilan.

“Agar hal ini tidak terjadi dan untuk memastikan bahwa disrupsi ini membawa manfaat sosial ekonomi bagi semua maka diperlukan berbagai langkah dan reformasi struktural perekonomian global dan nasional. Namun reformasi struktural saja tidak cukup, apalagi jika hanya bertumpu pada paradigma pembangunan yang berbasis pada pertumbuhan konvensional. Reformasi struktural harus bertumpu pada upaya untuk menciptakan struktur perekonomian yang lebih adil dan berimbang serta berkelanjutan. Reformasi struktural berkeadilan dan berkelanjutan mensyaratkan pentingnya peranan negara dalam mengalokasikan sumberdaya ekonomi nya pada area yang memiliki prioritas tinggi dan berdampak besar bagi perekonomian,” katanya.

Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute mengatakan paradigma ekonomi baru yang memperkecil gap ketimpangan manakala ekonomi dibangun bukan selalu melibatkan pemilik modal (shareholders) namun juga melibatkan komunitas pemangku kepentingan (stakeholders).

“Paradigma ekonomi baru yang diperlukan untuk keluar dari jebakan ketimpangan adalah menempatkan shareholder (pemilik modal) setara dengan komunitas pemangku kepentingan (stakeholders),” katanya.

Antoni Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi kelompok atas karena mereka memiliki pendapatan lain yang tidak terdampak dari pandemi yaitu memiliki aset dan capital gain.

Fuad Bawazier, ekonom senior, mengatakan bahwa fiscal chaos akan terjadi di Indonesia manakala pendapatan tidak dapat menutupi beban belanja negara. Belanja negara yang dihabiskan untuk program mengatasi ketimpangan faktnya hanya berbentuk mesin propaganda dan tidak mengatasi ketimpangan riilnya.

”Herd Immunity yang diharapkan pemerintah. Kunci herd immunity adalah vaksinasi. Indonesia masih jauh dari capaian vaksinasi yang diharapkan agar tercipta herd immunity yang akan meningkatkan ekonomi. Banyak pihak yang mengambil keuntungan dalam pandemi ini. Banyak terjadi spekulasi dalam kondisi saat ini. Ada juga yang memiliki motif politik seperti perpanjangan kekuasaan 3 periode atas dasar pandemi. Keadaan fiskal kita semakin memprihatinkan. Pemerintah melakukan Radikal eksperimen dalam mendapatkan keuangan untuk menambal keuangan negara. Yang dilakukan justru menggunakan mesin propaganda untuk menutupi kondisi yang ada. Fiskal Chaos ada Gap hutang yang tinggi dengan kemampuan membayar hutang. Krisis yang serius terjadi karena adanya gagal bayar itulah Fiskal Chaos. Jangan sampai Indonesia menjadi produsen vaksin karena akan menggangu kelompok negara produsen vaksin. Dulu yang tidak bisa ditembus Economic HitMan adalah terkait SUN. Saat ini Economic Hitman sudah bisa tembus keuangan Negara, hutang negara dan tidak ada makan siang yang gratis,” ujar Fuad Bawazier.

Didik J Rachbini, Ekonom Senior dan Pendiri Indef, mengatakan bahwa bantuan sosial untuk mengatasi ketimpangan ekonomi tidak bekerja dan hanya sekedar meningkatkan popularitas pemerintah di mata masyarakat.

”Pemerintah banyak menyebar bantuan sosial sehingga ini meningkatkan popularitas pemerintah di mata masyarakat. Kita ini negara dengan bantuan sosial yang besar, namun Bansos ini tidak mensejahterakan masyarakat,” paparnya.

Didik J Rachbini mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi terjadi karena adanya oligarki atau sentralisasi ekonomi. Oleh karena itu Indonesia butuh demokratisasi ekonomi yang jujur diterapkan.

”Demokrasi mesti diiringi dengan desentralisasi. Kalau Demokrasi tidak ada desentralisasi yang ada adalah Oligarkhi. Bansos sifatnya sementara dan tidak menyelesaikan masalah secara jangka panjang. Perlu diberikan anggaran pendidikan untuk pesantren  pesantren yang lebih merata. Harus direform juga pendidikan di tengah masyarakat jenjang pendidikan nya karena semakin ke atas semakin kecil yang masuk dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA,” ujar Didik. (*/tim redaksi 08/safarudin/indra)

Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 235 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 235 database, klik di sini
  • Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
  • Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini

Duniaindustri Line Up:

detektif industri pencarian data spesifik

Portofolio lainnya:

Buku “Rahasia Sukses Marketing, Direktori 2.552 Perusahaan Industri”

Atau simak video berikut ini:

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top