Duniaindustri.com (November 2015) – Harga telur ayam di sentra-sentra produksi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Sukabumi, Cianjur, Semarang, Blitar, dan Surakarta mengalami kenaikan secara signifikan antara Rp 600 hingga Rp 1.000 per kilogram (kg) di kandang. Menurut peternak, kenaikan harga telur ayam itu disebabkan kelangkaan jagung sebagai bahan baku pakan.
Koordinator Forum Peternak Layer Nasional Musbar mengatakan, karena tidak ada kepastian ketersediaan jagung di pasar untuk bahan baku pakan ternak, peternak mulai bersikap realistis. “Daripada ayam kami tidak diberi makan, lebih baik melakukan apkir (penjualan ayam layer) ayam petelur lebih dini,” katanya.
Akibat apkir dini, produksi telur ayam berkurang. Penurunan pasokan telur ke pasar di tengah permintaan yang tetap mendorong kenaikan harga telur di tingkat peternak.
Musbar menerangkan harga telur ayam di sentra-sentra produksi naik dari kisaran Rp 15.100 per kg hingga Rp 16.700 per kg menjadi Rp 16.500 per kg hingga Rp 18.000 per kg.
Sementara itu, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), emiten pakan ternak terintegrasi, akan mengekspor telur tetas induk ayam atau hatching eggs (HE) parent stock sebanyak 100.000 butir ke Myanmar, menurut pejabat Kementerian Pertanian. Nilai ekspor telur tetas induk ayam itu diperkirakan senilai Rp2,72 miliar.
Muladno Bashar, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, menyatakan ekspor telur tetas oleh Japfa Comfeed dilakukan dalam tiga tahap hingga akhir tahun dengan pengapalan pertama pada 8 September 2015. “Ekspor telur tetas ayam induk ini merupakan yang pertama semenjak Indonesia terserang Avian Influenza (AI) atau flu burung pada 2004,” katanya.
Japfa Comfeed, menurut dia, telah menandatangani kontrak ekspor ke Myanmar hingga 2017. Proses ekspor telur tetas ke Myanmar tersebut cukup berliku karena perlu penyesuaian regulasi antara kedua negara. Kementan selaku pemerintah ikut memfasilitasi hingga akhirnya tercapai kesepakatan pengiriman telur tetas ke negara tersebut.
Dia mengungkapkan, pada 1 Juli 2015 pemerintah Myanmar datang ke Indonesia untuk mempelajari langsung sistem manajemen penanggulangan flu burung di Indonesia. Delegasi yang dipimpin Deputy Minister of Livestock and Rural Development Myanmar, Aunt Myatt Oo, mengakui keberhasilan Indonesia dalam menangani flu burung dan akhirnya membolehkan telur tetas ayam Indonesia masuk ke negaranya. “Sebelumnya ada aturan di Myanmar yang melarang impor HE dari negara yang belum bebas AI,” katanya.
Namun, lanjutnya, pihaknya menjelaskan bahwa Indonesia berhasil mengatasi AI walaupun dengan vaksin dan mereka menerima penjelasan tersebut. “Akhirnya aturan di sana direvisi sehingga Myanmar mau menerima HE dari Indonesia,” kata Muladno.
Ke depan, pihaknya akan mendorong lebih banyak perusahaan Indonesia yang mengekspor unggas dan pemerintah akan membantu dari sisi regulasi. “Regulasi-regulasi yang menghambat, meningkatkan biaya, menyulitkan hubungan kerjasama antar negara kita permudah. Kami bertekat memudahkan semuanya sepanjang itu memberikan manfaat kepada masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Suparman, Komisaris Independen PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), menyatakan pihaknya saat ini sedang menjajaki ekspor produk olahan unggas ke Jepang. “Masih dalam proses (ekspor ke Jepang). Sekarang dalam pembicaraan bisnis dengan bisnis,” kata mantan Irjen Kementerian Pertanian itu.(*berbagai sumber/tim redaksi 02)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: