Duniaindustri.com (Maret 2020) — Kejatuhan harga minyak secara signifikan pada Senin (9/3) ke level US$ 32 per barel berpotensi mengirim transmisi efek kejut ke harga komoditas logam, terutama baja. Kondisi itu dinilai akan membuat harga logam terutama baja dunia menjadi lebih volatile, dihitung dari rasio korelasi antar harga komoditas.
Mengutip Argus Media, Selasa (10/3) waktu setempat di AS, jatuhnya harga minyak akan mengguncang harga scrap besi baja global dengan potensi level terendah menuju semakin dalam, berdasarkan pada korelasi historis antara komoditas.
Fakta mengejutkan bahwa pasar minyak mentah telah dihantam oleh dua peristiwa besar dalam beberapa hari terakhir, yakni wabah virus corona yang memangkas permintaan global, dan perang pasokan antara Arab Saudi dan Rusia yang kontra dalam perundingan pemangkasan produksi minyak.
Guncangan harga minyak dapat bertransmisi pada meningkatnya risiko penurunan harga di pasar scrap besi baja yang sudah volatile. Sebelumnya, pasar scrap besi baja telah melemah oleh perang perdagangan China dan AS, diperparah dengan lumpuhnya aktivitas pabrik di China akibar penyebaran virus corona. Harga patokan besi baja scrap di Turki untuk HMS 1/2 80:20 masih terlihat stabil dari US$ 270-280 per ton CFR dalam beberapa pekan terakhir, sejak penurunan di awal tahun ini hingga di bawah US$ 250 per ton pada Februari 2020.
Harga scrap di AS secara bulanan juga masih bertahan stabil pada Maret 2020, setelah pulih dari posisi terendah tiga tahun pada Oktober 2019. Meski demikian, kondisi harga besi baja scrap di dua negara itu belum memperhitungkan faktor guncangan harga minyak mentah.
Akumulasi guncangan pasar minyak dan masalah virus corona diperkirakan akan menekan harga komoditas lainnya dalam kondisi kerapuhan volatilitas. Dari perhitungan korelasi historis pergerakan harga antar komoditas terlihat bahwa harga besi baja sangat sensitive mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Harga minyak yang rendah kemungkinan akan mengirim efek riak melalui rantai pasok terhadap komoditas baja dunia. Produsen baja yang memasok barang tubular negara minyak (OCTG) menghadapi permintaan yang lebih rendah jika aktivitas pengeboran di AS turun. Sebelum jatuhnya harga minyak mentah, produsen baja AS telah mengandalkan permintaan sektor energi secara moderat pada tahun 2020. Jumlah rig minyak dan gas AS telah menjadi tren lebih rendah, jatuh ke 793 pada 6 Maret, turun 234 dari waktu yang sama pada 2019, menurut Baker Hughes.
Biaya energi yang lebih rendah untuk produsen baja, khususnya pabrik arc electric furnace (EAF), dapat menimbulkan beberapa dampak, tetapi harga gas alam benar-benar naik kemarin di tengah jatuhnya minyak. Reaksi awal pasar besi baja di AS terhadap kejatuhan harga minyak dunia, tergolong bearish. Sejumlah produsen dan trader telah memotong ekspektasi harga yang cenderung lemah untuk April 2020 dengan diskon harga sekitar US$ 10-20 per ton, akibat efek kejatuhan harga minyak dunia.
Harga minyak mentah (crude oil) di pasar internasional kolaps secara mengejutkan hingga anjlok 22% ke level US$ 32 per barel, dan diperkirakan akan terus menurun ke level US$ 20 per barel menurut sejumlah analis. Kemerosotan harga itu menjadi yang terburuk dalam kurun 30 tahun terakhir, dan berpotensi mengguncang industri hilir pengguna minyak mentah seperti petrokimia.
Sejumlah analis menyebutkan faktor utama penyebab kejatuhan harga minyak mentah itu karena kebijakan ‘perang harga’ dari Arab Saudi, negara utama OPEC yang bersitegang dengan Rusia. Arab Saudi gagal membujuk Rusia untuk menurunkan produksi minyak mentah secara tajam untuk menyelamatkan harga.
Dilansir dari sejumlah media asing, harga minyak telah jatuh sejak Jumat (6/3), ketika 14 anggota OPEC yang dipimpin Arab Saudi bertemu dengan sekutu-sekutunya Rusia dan anggota non-OPEC lainnya. Mereka bertemu untuk membahas bagaimana menanggapi penurunan permintaan yang disebabkan oleh penyebaran virus corona. Tetapi kedua pihak gagal menyepakati langkah-langkah untuk memotong produksi sebanyak 1,5 juta barel per hari.
Wabah virus corona yang telah memporak-porandakan sejumlah sektor industri di China karena adanya isolasi daerah, ikut menyurutkan permintaan minyak mentah di negara tersebut. Konsumsi minyak mentah harian China telah merosot sebesar 20%, setara dengan kebutuhan minyak Inggris dan Italia jika digabungkan.
Sebagai tanggapan, kilang minyak terbesar di Asia, Sinopec, yang dimiliki oleh pemerintah China, telah memangkas jumlah minyak mentah yang diprosesnya sekitar 600.000 barel per hari, atau 12%, pemangkasan terbesar dalam lebih dari satu dekade.
Penurunan tajam permintaan minyak disebut-sebut menjadi gejala yang jelas dari penurunan aktivitas bisnis di China. Hal itu menjadi pertanda bahwa pertumbuhan ekonomi negara itu, yang sudah berada di level terendah tiga dekade, akan melambat lebih jauh.
Kejatuhan harga minyak mentah secara drastis dan mendadak akan memberikan efek negative dan positif terhadap Indonesia. Dampak positif, beban impor bahan bakar minyak (BBM) akan berkurang dan konsumen di Indonesia akan menikmati murahnya harga BBM. Namun di sisi lain, kejatuhan harga minyak mentah akan mengguncang dari sisi penerimaan negara serta mengguncang industri turunan minyak seperti petrokimia.
Meski industri petrokimia membutuhkan impor yang besar, harga jual produk petrokimia seperti plastik dan derivatifnya menjadi ikut terpangkas dan bisa berdampak pada cash flow perusahaan-perusahaan petrokimia hilir, menurut analisis Duniaindustri.com.(*/berbagai sumber/tim redaksi 05/Safarudin/Indra)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 180 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 180 database, klik di sini
- Butuh 23 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:
detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya: