Duniaindustri.com (Oktober 2016) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghukum denda 12 perusahaan perunggasan karena secara sah dan meyakinkan melakukan kartel atas pengafikiran dini 2 juta parent stock (PS) pada September 2015.
“Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta, penilaian, analisa dan kesimpulan, maka Majelis Komisi menyatakan terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999,” kata ketua Majelis Komisi, Kamser Lumbanradja dalam persidangan.
Dua belas perusahaan itu adalah PT Charoen Pokphand Jaya Farm, PT Japfa Comfeed Indonesia, PT Satwa Borneo, PT Wonokoyo Jaya Corp. Selain itu, PT CJ-PIA (Cheil Jedang Superfreed), PT Malindo, PT Taat Indah bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, CV. Missouri, PT Ekspravet Nasuba, PT Reza Perkasa, dan PT Hybro Indonesia.
Dalam putusannya, KPPU menetapkan total denda Rp 119,67 miliar bagi 12 perusahaan. Charoen Pokphand dan Japfa dikenakan denda maksimal sebesar Rp 25 miliar, sedangkan Malindo diganjar denda senilai Rp 10,83 miliar.
Menurut majelis komisi, peraturan afkir dini yang dikeluarkan Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) yang mengharuskan para perusahaan untuk melakukan afkir dini tahap pertama 2 juta parent stock (ps) dari 6 juta PS dinilai permintaan dari para pengusaha.
Hal itu dibuktikan dari fakta pengadilan yang menyatakan, para pengusaha meminta adanya afkir dini kepada pemerintah lantaran adanya oversupply day old chicken (DOC). Padahal, menurut majelis, tidak ada data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan soal over supply DOC.
Pemerintah saat itu hanya melihat data dari asosiasi perusahaan Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU). Padahal, menurut KPPU, yang berhak melansir data terkait adalah Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai penghimpun data negara yang bersifat independen.
Majelis juga menilai, pasca pengafkiran dini tersebut terdapat kenaikan harga DOC final stock (FS) ditingkat breede. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan harga sekitar Rp 1.000 pada November dan Desember 2015 dibandingkan harga rata-rata Februari-Oktober 2015.
Tak hanya itu, dengan adanya afkir dini tahap I terhadap 2 juta ekor PS, majelis komisi menilai, setidaknya terdapat kerugian sekitar Rp 224 miliar bagi peternak intergrasi dan peternak mandiri.
Lalu soal klaim para perusahaan yang merasa dirugikan dengan adanya afkir dini, majelis berpendapat kerugian tersebut justru bisa ditutupi dengan kenaikan harga DOC FS pada November-Desember 2015. Di mana, penjualan daging afkir dini PS itu sekitar Rp 20.000 per ekor.
Selain itu ada pula penghematan biaya produksi yang dialami perusahaan seperti pakan ternak, obat-obatan vitamin dan vaksin yang seharusnya dikeluarkan selama 10 minggu.
Keputusan tersebut berawal dari investigasi dan menindaklanjuti ke tahap penyelidikan soal dugaan pelanggatan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 terkait pengaturan produksi bibit ayam pedaging atau ayam broiler di Indonesia.
Dalam pasal 11 disebutkan kalau pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan tidak sehat.(*/berbagai sumber/tim redaksi 02)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: