Latest News
You are here: Home | Farmasi | Kalbe Farma Berencana Bangun Pabrik Biosimilar US$ 30 Juta
Kalbe Farma Berencana Bangun Pabrik Biosimilar US$ 30 Juta

Kalbe Farma Berencana Bangun Pabrik Biosimilar US$ 30 Juta

Duniaindustri.com (September 2015) – PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), produsen farmasi terbesar di Indonesia yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, berencana membangun pabrik biosimilar dengan nilai investasi sekitar US$ 25 juta-US$ 30 juta. Ground breaking pembangunan pabrik tersebut akan dilaksanakan Agustus 2015 dan diperkirakan selesai 2018 mendatang.

“Untuk saat ini kami belum mengeluarkan investasi untuk pabrik tersebut. Namun ke depan, di tahun pertama pembangunannya, kami perkirakan mengeluarkan anggaran sekitar 30% dari investasi. Sementara sisanya akan dianggarkan di tahun kedua pembangunan pabrik biosimilar tersebut,” ujar Vidjongtius, Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan Kalbe Farma.

Dia mengatakan pabrik biosimilar tersebut rencananya akan memproduksi Erythropoietin (EPO), yakni obat yang dapat meningkatkan sel darah merah. Sementara itu, ke depannya, perseroan belum memutuskan obat kedua yang akan diproduksi selanjutnya di pabrik tersebut.

Sayangnya, hingga saat ini dia belum dapat memperkirakan kapasitas dari pabrik biosimilar tersebut. Pasalnya dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi produk baru untuk dapat masuk ke pasar. Menurutnya, perseroan menargetkan kontribusi sekitar 10% terhadap penjualan Kalbe Farma. Namun, lanjut dia, kontribusi tersebut baru dapat dirasakan dalam jangka panjang sekitar 7-10 tahun mendatang.

“Empat tahun mendatang sekitar 2018 atau 2019 pabrik baru jadi. Selanjutnya butuh waktu 1-3  tahun untuk membuat produknya,” kata dia.
Nantinya, lanjut dia, perseroan akan memasarkan produk yang berbasis bioteknologi tersebut ke pasar dalam negeri terlebih dahulu sebelum akhirnya diekspor. “Kami akan pasarkan di dalam negeri terlebih dahulu. Kemudian kami akan pasarkan ke wilayah ASEAN. Meski demikian, kami akan siapkan produk dengan kualitas ekspor,” ujar dia.

Dia menambahkan, Kalbe Farma berencana menggandeng mitra asal luar negeri untuk memfasilitasi teknologi pabrik. “Saat ini belum deal. Tapi sudah mengerucut antara perusahaan dari Tiongkok atau Korea Selatan,” ujar dia.

Sementara pabrik susu cair Kalbe Farma di Sukabumi hampir selesai. Rencana awal, pabrik tersebut akan selesai semester II 2015. Pabrik tersebut merupakan hasil usaha patungan (join venture/JV) antara perseroan dengan PT Milko Beverage Industry.Selain itu, perseroan tengah menyelesaikan pabrik susu bubuk di Cikampek.

Untuk ekspansi tahun ini, perseroan menganggarkan belanja modal sebesar Rp 900 miliar- Rp 1 triliun. Namun, anggaran tersebut turun dari rencana semula Rp 1,1 triliun- Rp 1,3 triliun. Penurunan belanja modal tersebut akibat mundurnya realisasi proyek perseroan dari rencana awal.

Struktur Industri Farmasi
Struktur pasar industri farmasi Indonesia dapat dikatakan terfragmentasi, artinya tidak ada suatu perusahaan tertentu yang mendominasi dalam industri, menurut penelusuran duniaindustri.com. Di antara lebih dari 200 perusahaan yang ada dalam industri farmasi saat ini, Kalbe Group menguasai 14% pangsa pasar farmasi pada 2010 yang mencakup pasar obat resep dan obat bebas, berdasarkan data dari Intercontinental Marketing Services Health (IMS Healt). Sementara 61% pangsa pasar lainnya dikuasai oleh berbagai perusahaan swasta dan perusahaan multinasional dengan kepemilikan pasar di bawah 2%.

Terkait dengan rencana penggabungan BUMN-BUMN farmasi, keempat BUMN farmasi yang mencakup Kimia Farma, Indofarma, Bio Farma, dan Phapros tercatat hanya menguasai 15,5% pangsa pasar, sebesar 84,5% pasar sisanya dimiliki oleh perusahaan swasta dan perusahaan multinasional.
Spesifik pada obat generik, berdasarkan survei Indian Pharmaceutical Association (IPA) dan Indian Hospital Pharmacist Association (IHPA) pada 2007, Dexa Medica menguasai pasar obat generik terbesar di Indonesia, yakni sebesar 15,73%. Urutan kedua dan ketiga baru ditempati oleh 2 BUMN, yakni Indofarma yang menguasai 12,69% pasar dan Kimia Farma dengan 8,6% pasar. Pada posisi keempat dan kelima masing-masing terdapat Hexpharm dan Sanbe Farma yang menguasai 4,72% dan 3,20% pangsa pasar.

Menurut data IPA dan IHPA di atas, pangsa pasar obat generik gabungan Kimia Farma dan Indofarma saja telah mencapai 21,3%. Hal ini sekaligus menjadikan perusahaan hasil penggabungan sebagai pemimpin pasar dengan mengalahkan posisi Dexa Medica. Dengan pangsa pasar pada obat generik yang lebih besar ini, perusahaan hasil penggabungan dapat memperkuat posisinya di pasar, juga dapat terus memperbesar pasarnya seiring dengan target pemerintah memberikan prioritas bagi BUMN untuk memproduksi obat generik.

Duniaindustri.com juga melihat peluang lain pasca penggabungan BUMN-BUMN farmasi dilakukan. Perusahaan farmasi setelah penggabungan dapat memfokuskan produksi dan pemasaran obat generik pada satu unit bisnis, lalu mengembangkan unit bisnis yang fokus pada pengembangan obat resep yang saat ini sebagian besar pasarnya masih dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta dan asing.

Bio Farma juga dapat terlibat dalam pengembangan obat resep ini, bahkan dapat difokuskan pada riset pengembangan jenis obat resep baru yang bukan sekadar merupakan obat me-too. Bio Farma dengan kinerja keuangannya yang solid dihadapkan pada risiko bahwa ketika program imunisasi telah dilakukan di seluruh dunia, maka Perusahaan harus menghentikan produksi dan menutup pabriknya. Untuk program polio, misalnya, WHO awalnya menargetkan imunisasi dapat selesai pada 2013, sebelum akhirnya diperpanjang hingga 2017. Saat ini, Bio Farma menguasai lebih dari 50% pasar vaksin polio di dunia, khususnya yang ditujukan untuk WHO dan UNICEF.(*/berbagai sumber)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top