Duniaindustri.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dengan melakukan stress test untuk industri perbankan di Indonesia. OJK mengklaim meski rupiah bertengger di level Rp 14 ribu per dolar, kondisi perbankan Indonesia masih aman.
“Kami sudah lakukan stress test. Hasilnya, jika rupiah mencapai level Rp 14 ribu, perbankan masih aman. Namun, jika mencapai Rp 15 ribu, maka ada satu sampai lima bank kecil yang terancam,” ujar Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis.
Irwan menyatakan stress test dilakukan setelah dolar terus menguat dan melemahkan hampir seluruh mata uang utama dunia, hingga rupiah ikut terseret. Dia menyatakan proses stress test melalui pengkajian beberapa variabel.
“Di antaranya variabel pertumbuhan ekonomi, kredit macet, utang valas, dan efek lanjutan lainnya,” jelas Irwan.
Dia mengungkapkan dalam melakukan stress test ini, OJK telah memanggil manajemen bank untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan perusahaannya. Hal itu agar semua informasi yang diperoleh valid.
“Kami sudah sangat aware. Tapi diharapkan jangan sampai depresiasi kian dalam. Kami tak ingin sampai stabilitas ekonomi makro terganggu,” katanya.
Lebih lanjut, Irwan menyatakan OJK juga melakukan supervisi yang aktif terkait transaksi valuta asing (valas). Dia mengungkapkan, dari hasil monitoring, semua transaksi valas mempunyai underlying yang jelas.
“Risiko pasar meningkat, tapi masih managable dan terkontrol oleh pengawas,” kata Irwan.
Seperti diketahui, dalam kesimpulan Rapat Bulanan Dewan Komisioner OJK pada Rabu, 11 Maret 2015 untuk mengevaluasi perkembangan dan profil risiko di industri jasa keuangan, dinyatakan kinerja keuangan dan profil risiko di lembaga jasa keuangan terpantau masih normal.
Meski begitu, pertumbuhan kredit perbankan dan piutang pembiayaan per Januari 2015 tercatat masing-masing sebesar 11,55 persen dan 4,68 persen secara tahunan. Hal itu melambat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 11,58 persen dan 5,22 persen.
Namun, rasio kecukupan modal perbankan per Januari 2015 tercatat sebesar 21,01 persen, naik dibandingkan dengan posisi Desember 2014 sebesar 19,57 persen. Rentabilitas dan efisiensi perbankan juga tercatat stabil.
“Pada tahun ini, sejalan dengan membaiknya proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan kredit perbankan dan piutang pembiayaan diperkirakan meningkat,” ujar Irwan.
Kondisi Koma
Analis mengkhawatirkan depresiasi tajam rupiah akan membuat likuiditas industri perbankan makin ketat yang diperparah dengan naiknya kredit bermasalah (non-performing loan/NPL). Kondisi itu dapat menggerus profitabilitas dan solvabilitas industri perbankan di Indonesia.
Analis pasar uang dari LBP Enterprise Lucky Bayu Purnomo mengatakan, dengan depresiasi rupiah saat ini bank dalam kondisi koma. “Bank sudah lampu merah karena kemampuan bank Rp 13.500 itu dalam kondisi koma itu,” ujarnya kepada wartawan.
Lucky menjelaskan, dampak negatif dari pelemahan rupiah cukup besar. Sebab, rupiah telah melampaui batas psikologisnya sebesar Rp 13.500 per dolar AS. Dan itu merupakan sinyal pelemahan rupiah lebih lanjut untuk menuju level Rp 13.850 per dolar AS.
Lucky menilai, kondisi ini harus diantisipiasi khususnya sektor perbankan karera mayoritas dengan pelemahan rupiah membuat dolar mendominasi. “Dengan adanya dominasi ini membuat turunnya likuiditas perbankan karena rupiah jarang diapresiasi dan lebih minim beredar,” imbuhnya.
Dengan situasi seperti ini, lanjutnya, dikhawatirkan rasio kredit macet (NPL) semakin tinggi sehingga bahayakan kinerja bank. Sebab, banyak orang yang mengambil kredit tapi tidak punya kemampuan untuk membayar sesuai jatuh tempo.(*/berbagai sumber)