Duniaindustri.com – Komisi IV DPR RI mendesak Menteri Pertanian segera membatalkan keputusan penerbitan surat persetujuan pemasukan (SPP) impor daging terhadap lima perusahaan. Izin impor daging sebanyak 17.600 ton itu dinilai tidak sesuai dengan hasil temuan Inspektorat Jenderal Kementan sendiri yang meminta Mentan memasukkan perusahaan tersebut dalam ”daftar hitam” importir karena telah melakukan pelanggaran perundang-undangan.
”Temuan pihak Inspektorat Jenderal Kementan sudah sangat jelas, Menteri Pertanian harus mem-black list lima perusahaan. Tapi kok aneh, mereka malah diberi izin impor daging lagi. Ini jelas tidak benar,” tegas anggota Komisi IV DPR (F-PDIP) Mindo Sianipar kepada wartawan.
Wakil rakyat dari Dapil Jawa Timur ini juga menyatakan, masalah pemberian SPP 17.600 ton dari total kuota impor tambahan 2011 sebesar 28.000 ton tersebut akan dibahas dalam Panja Daging pekan depan. ”Sebelumnya kami sudah tuntut pemerintah membatalkan SPP tersebut, tapi Menteri Pertanian Suswono meminta kami mendalami dulu masalah tersebut dalam Panja (Panitia Kerja),” jelas Mindo.
Komisi IV DPR memang telah membentuk Panja swasembada daging sejak kisruh izin impor daging mencuat ke permukaan dan ramai diberitakan pers. Seperti diketahui, pemerintah telah memutuskan menambah kuota impor daging 2011 lewat Kantor Menko Perekonomian sebanyak 28.000 ton.
Dengan penambahan kuota itu, maka izin impor daging sapi tahun ini menjadi 100.000 ton, setelah sebelumnya dipatok 72.000 ton. Namun, dari kuota tambahan 28.000 ton tadi, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Nakkeswan) Prabowo Respatiyo Caturroso diketahui telah mengeluarkan lebih dulu SPP kepada lima perusahaan dari dua kelompok usaha sebanyak 17.600 ton. Kelima perusahaan itu adalah PT Indoguna Utama (1.600 ton), CV Karya Cahaya Indah (4.300 ton) dan CV Surya Cemerlang Abadi (4.700 ton.), PT Berkat Mandiri Prima (5.500 ton) dan CV Prima Jaya Mandiri (1.500 ton).
Menurut Mindo, dari lima perusahaan yang mendapat SPP tambahan tersebut, Cahaya Karya Indah, Surya Cemerlang Abadi dan Berkat Mandiri Prima telah dilaporkan Irjen Kementan sebagai perusahaan yang melanggar dan direkomendasikan ke Mentan agar dimasukkan dalam daftar hitam importir daging. Kasus ini terkait dengan penahanan 51 konteiner di Pelabuhan Tanjung Priok beberapa bulan lalu, yang kemudian diputuskan direekspor.
”Bagaimana ceritanya rekomendasi yang sudah jelas itu kok malah mereka diberikan SPP lagi? Apakah benar bahwa selama ini tidak ada koordinasi antara Dirjen Peternakan dengan Menteri Pertanian atau memang Mentan yang tak bisa mengkoordinasikan?” ujar Mindo. Ditanya bagaimana jika SPP tersebut dipakai untuk memasukkan daging? ”Karantina harus menahan daging tersebut. Oleh karena itu, kita akan membahas tuntas masalah tersebut dalam rapat Panja pekan depan,” tandasnya.
Tidak konsisten
Sementara itu, protes keras terkait keluarnya kuota impor daging tambahan juga disuarakan stakeholder peternakan lainnya. Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menilai pemerintah tidak konsisten membangun peternakan dalam negeri dan tidak mendukung peternak dengan terus menambah jatah impor.
“Selain itu, pemerintah juga tidak memberlakukan proteksi terhadap peternak lokal. Pemerintah lebih berpikiran pendek dengan melakukan impor,” ujar Ketua PPSKI, Teguh Boediyana.
Dia menyebutkan, hasil sensus peternakan sudah mencatat jumlah populasi ternak sapi sekitar 14,6 juta ekor. Dengan data ini, harusnya pemerintah segera mereview berapa kebutuhan sebenarnya kebutuhan daging yang bisa dipenuhi dari dalam negeri. “Dengan melakukan perhitungan ulang, maka akan diketahui berapa banyak kita akan impor. Tapi belum apa-apa pemerintah sudah menambah kuota,” katanya.
Teguh juga mengingatkan, buku biru (blue print) yang diterbitkan Kementan merupakan dokumen negara yang harus dijalankan. “Buku itu kan ditandatangani menteri dan dikirimkan juga ke Presiden,” katanya.
Sementara Ketua Peternak Sapi Jawa Timur, Budi Agustomo menilai, terlepas dari kontroversi kelompok importir yang dapat jatah impor, kebijakan menambah impor sama saja pemerintah tidak peduli terhadap peternak lokal.
“Pemerintah melalui kebijakan impor daging, apalagi jumlahnya dinaikkan, berarti pemerintah tidak memperhatikan peternak dalam negeri. Semestinya, sebelum mengambil kebijakan, kami peternak diperhatikan,” katanya.
Ketika ditanya bahwa pemerintah telah memperhatikan peternak lokal dengan mewajibkan importir daging menyerap ternak dalam negeri, Budi Agustomo mengatakan sampai sejauh ini tidak berdampak pada peningkatan pendapatan peternak maupun terhadap kenaikan harga daging daging lokal.
“Justru akibat pemberitaan penambahan kuota impor, harga daging sekarang turun menjadi Rp21.000/kg hidup. Cuma menjelang lebaran kemarin harga daging lokal sempat mencapai Rp24.000/kg hidup. Setelah itu, harga daging lokal sulit naik,” ungkapnya.
Menanggapi protes dan tuntutan pembatalan terhadap SPP yang telah dikeluarkan, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Prabowo Respatiyo Caturroso membantah pihaknya berlaku tidak adil serta hanya memberikan SPP kepada beberapa perusahaan.
“Semua importir akan menerima SPP kecuali yang tidak memenuhi persyaratan dan terlambat melakukan pendaftaran. Sebelum SPP saya tandatangani, kami terlebih dahulu harus melakukan evaluasi kinerja importir, seperti realisasi pemasukan daging. Jika ada importir daging yang menjual SPP akan diberi sanksi, di antaranya volume impor dalam SPP diturunkan,” katanya.
Menyinggung mengenai pemberian SPP kuota tambahan impor daging kepada lima perusahaan besar, Probowo mengaku kelima perusahaan itu sangat berpengalaman dalam melaksanakan impor daging. Selain itu, mereka dinilai mempunyai sarana yang cukup dan kapasitas gudang yang memadai. “Kriteria ini pula diberlakukan untuk menghindari penyalahgunaan SPP. Saya mendapat laporan ada beberapa importir yang hanya menjual SPP,” tegasnya.
Menurut dia, pemberian SPP dilakukan secara bertahap sampai semua importir mendapat SPP sesuai dengan kapasitas, kemampuan dan sarana yang dimiliki. Selain itu, pihaknya juga mempertimbangkan prestasi dan perilaku importir.
Dengan demikian pemberian SPP kepada masing-masing importir dilakukan secara adil dengan perhitungan secara kumulatif realisasi impor. “Hal ini sebenarnya saya terapkan sejak mulai bertugas sebagai Dirjen sampai sekarang. Jadi, pembagian kuota impor daging jangan dilihat secara non kumulatif karena pasti akan tampak tidak adil,” tegas Prabowo.
Saat ini, lanjutnya, hampir semua importir telah menandatangani kesanggupan menyerap ternak lokal dan betina produktif. Beberapa importir bersama ADDI telah melaksanakan hal ini. Efek dari kebijakan ini telah mampu meningkatkan pendapatan peternak dan menstabilkan harga daging khususnya menjelang lebaran kemarin.(sds)