Duniaindustri.com (Oktober 2016) – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan investor Australia akan membangun pembangkit listrik senilai US$1,3 miliar atau setara Rp16,9 triliun di Provinsi Banten.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis, mengatakan pihaknya akan terus melakukan upaya untuk meningkatkan arus investasi ke Tanah Air. Hal itu dikakatan Azhar dalam acara Penandatangan Nota Kesepahaman Australia Indonesia Business Council (AIBC)-Banten Global Development (BGD) di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (10/10).
Menurut dia, kerja sama ini merupakan langkah awal dalam proses pembangunan kawasan industri terpadu di Teluk Naga, Banten. Nota kesepahaman yang ditandatangani oleh kedua pihak baik AIBC dan BDG memiliki peran penting dalam upaya investor untuk membangun kawasan industri terintegrasi seluas 700 hektar di daerah Kohod dan Tanjung Burung yang berlokasi di mulut sungai Cisadane.
“Salah satu yang direncanakan akan dibangun oleh investor dalam kawasan industri terpadu tersebut adalah pembangkit listrik tenaga gas 3 x 450 MW dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Nilai investasinya diperkirakan mencapai angka US$1,3 miliar atau setara dengan Rp16,9 triliun,” kata Azhar.
Lebih lanjut Azhar menyatakan, listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tersebut diharapkan dapat turut berkontribusi untuk memenuhi program pemerintah untuk membangun pembangkit listrik 35 GW. Kepemilikan dari proyek tersebut nantinya akan dipegang oleh BGD selaku BUMD bersama partner mereka perusahaan Indonesia, sementara AIBC akan mengoordinasikan beberapa perusahaan swasta Australia sebagai investor.
Data BKPM menunjukkan periode 2010-kuartal kedua 2016, total investasi dari Australia mencapai US$ 2,1 miliar. Australia berada di peringkat 12 dari daftar peringkat teratas dan berkontribusi terhadap 1,4% total investasi yang masuk ke Indonesia. Porsi terbesar realisasi investasi tersebut berasal dari sektor pertambangan yakni 42%, diikuti oleh kimia dan farmasi sebesar 39%, serta sektor kelistrikan, gas dan air sebesar 5%.
Merebaknya pengembangan pembangkit listrik yang dibangun dan dioperasikan swasta memang sedang menjadi tren. Hal itu juga dapat dilihat dari porsi kontribusi swasta yang lebih besar di megaproyek 35 ribu megawatt.
Investor swasta nasional sudah mulai mengembangkan pembangkit listrik yang beroperasi dalam suatu wilayah usaha. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ada sedikitnya 24 badan usaha penyediaan tenaga listrik yang telah beroperasi dalam suatu wilayah usaha di Indonesia, antara lain PT Bekasi Power, PT Cikarang Listrindo Tbk, PT Kariangau Power, PT Tatajabar Sejahtera, PT Dian Swastatika Sentosa, PT Krakatau Posco Energy, PT Krakatau Daya Listrik, PT Sumber Tenaga Lestari, PT Merak Energi Indonesia, PT Tunas Energi, dan PT Batamindo Investment Cakrawala.
Selain memasok kebutuhan listrik berkualitas untuk suatu wilayah usaha, penyedia listrik swasta dalam suatu wilayah usaha juga berkontribusi mengembangkan perekonomian daerah dan pemerataan industri.
Ketua Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLS), Ali Herman Ibrahim, menilai pemerintah perlu membuat terobosan agar sistem dan mekanisme terkait percepatan program listrik 35 ribu MW dapat berjalan cepat. “Harus ada reward and punishment untuk menjaga sistem supaya ditegakkan. Sebab, jika proyek ini tidak tercapai maka defisit listrik akan menjadi nyata,” katanya.
Menurut dia, intensitas pemadaman listrik bisa bertambah akibat pasokan listrik yang minim. “Bisa jadi akhirnya dibuat emergency sewa pembangkit. Nanti mahal listriknya, ini tidak sustainable namanya,” demikian Ali.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: