Duniaindustri.com (April 2016) – Insentif keringanan dan kemudahan berinvestasi di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang diberikan pemerintah selama ini dinilai hanya dinikmati segelintir pengusaha broker dan penjahit yang setiap saat bisa hengkang seenaknya. Karena itu, tidak heran ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam lima tahun terakhir stagnan dan cenderung turun, sementara impor justru naik.
Menurut Ketua Umum IKA ITT-STTT, Suryaman Sastomi, upaya pemerintah dengan memberikan berbagai kemudahan dan keringanan investasi hanya menarik pemodal dengan mesin jahit saja, yang setiap saat bisa hengkang seenaknya. “Gembar-gembor ekspor TPT saat ini kelihatannya hanya dinikmati segelintir pengusaha broker dan penjahit, belum dinikmati oleh semua sektor pada industri TPT,” tegasnya.
Dia menilai dalam beberapa tahun terakhir ini para pengusaha TPT hanya mengutamakan kepentingan dirinya sendiri dan tidak bersatu untuk melawan pesaing. “Sepertinya rasa nasionalisme sudah luntur, padahal pada era 1970-1980 di masa puncak kejayaan TPT unsur utama keberhasilan adalah karena mengolah optimal kemampuan domestik. Untuk itu pihaknya menghimbau industri garment untuk mengurangi ketergantungannya pada bahan baku impor,” tegasnya.
Melihat fenomena seperti ini, Ikatan Alumni Institut Teknologi Tekstil – Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (IKA ITT-STTT) menyatakan bahwa pemerintah harus lebih berupaya untuk mensinergiskan seluruh sektor industri TPT dari hulu ke hilir.
Dia menambahkan kondisi tersebut sejalan dengan kinerja ekspor TPT nasional yang cenderung stagnan, bahkan menurun. Data yang diolah dari Badan Pusat Statistik memperlihatkan kinerja ekspor TPT yang pada 2011 mencapai US$ 13,17 miliar terus turun hingga hanya US$ 12,33 miliar pada 2015. Hal ini berbanding terbalik dengan kinerja impor TPT yang naik dari US$ 6,52 miliar di 2011 menjadi US$ 6,95 miliar pada 2015, sehingga praktis membuat surplus perdagangan terus turun.
Hal berbeda disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia, Redma Gita Wirawasta, yang menyatakan bahwa seharusnya pasar domestik menjadi tumpuan utama. “Pasar domestik harus berperan sebagai safety and guaranteed market bagi produk dalam negeri,” tegas Redma.
Menurut Redma, China, India, Brazil dan Turki melakukan strategi seperti itu. “Kebijakan apapun mereka keluarkan demi melindungi pasar domestiknya,” tambahnya.
Dia menambahkan memang konsumsi TPT 2015 tidak seperti yang diharapkan, namun jika kita melindungi pasar domestik seperti yang dilakukan India, Turki dan Brazil, minimal kinerja industri TPT kita tidak terpuruk. “Minimal tidak ada PHK,” tegasnya. Tapi dalam beberapa tahun terakhir justru barang impor yang merajai pasar domestik.
Upaya menjadikan pasar domestik sebagai rumah bagi produk lokal selalu terganjal oleh para importir yang memang hidup dari keuntungan impor barang. Bahkan para importir ini berlindung dibalik label produsen hingga pemerintah sulit membedakan mana importir pedagang mana importir produsen. “Jadi upaya untuk mengurangi barang impor hanya sekedar wacana saja, mungkin memang dikondisikan seperti itu, pesanan importir,” tegasnya.(*/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: