Duniaindustri.com (Agustus 2025) — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta kepada produsen otomotif yang sudah menikmati insentif impor berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) dalam bentuk utuh atau completely built up (CBU) untuk memenuhi kewajiban produksinya dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sesuai aturan yang berlaku, seusai masa impor tersebut berakhir.
Masa impor CBU peserta program bakal berakhir pada 31 Desember 2025. Setelah itu, insentif berupa pembebasan Bea Masuk dan PPnBM yang sudah diterima akan disetop. Selanjutnya, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.
Hingga pendaftaran peserta program ini ditutup pada Maret 2025, ada enam produsen yang sudah mengikutinya. Keenam produsen itu adalah BYD Auto Indonesia (BYD), Vinfast Automobile Indonesia (Vinfast), Geely Motor Indonesia (Geely), Era Industri Otomotif (Xpeng), National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus dan VW) serta Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin Mahardi Tunggul Wicaksono mengatakan, dengan kondisi ini, maka para produsen bisa mulai memenuhi syarat TKDN mulai 2026. “Dalam perjalanannya, perusahaan juga harus memperhatikan nilai, besaran nilai TKDN. Dari 40 persen harus secara bertahap naik menjadi 60 persen besaran nilai TKDN,” ujar Tunggul dalam diskusi ‘Polemik Insentif BEV Impor’ di Kantor Kemenperin, Jakarta, kemarin.
Aturan tentang TKDN mobil listrik telah ditetapkan di Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Menurut Perpres itu, TKDN mobil listrik produksi lokal wajib mencapai 40 persen pada 2022-2026. Lalu naik menjadi 60 persen pada 2027-2029 dan 80 persen mulai 2030.
“Yang dilakukan melalui CKD (Completely Knocked Down) sampai dengan 2026, dan pada 2027 dilakukan melalui IKD (Incompletely Knocked Down). Karena kalau masih tetap CKD, nggak akan tercapai angka 60 persen. Kemudian angka 80 persen dicapai melalui skema manufaktur part by part,” ucap Tunggul.
Tunggul menyebutkan, enam perusahaan yang mengikuti program insentif CBU akan melakukan penambahan total investasi sebesar Rp 15 triliun serta rencana penambahan kapasitas produksi sebesar 305 ribu unit. Dari enam perusahaan tersebut, dua perusahaan melakukan kerja sama perakitan dengan assembler lokal, yakni PT Geely Motor Indonesia dan PT Era Industri Otomotif.
Sementara itu, dua perusahaan melakukan perluasan kapasitas produksi, yakni PT National Assemblers dan PT Inchcape Indomobil Energi baru, dan dua perusahaan membangun pabrik baru, yakni PT BYD Auto Indonesia dan PT Vinfast Automobile Indonesia.
Tunggul mengakui, program percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia membuat populasi kendaraan jenis ini setiap tahun meningkat. Pada tahun 2024, total populasi kendaraan listrik mencapai 207 ribu unit, meningkat sebesar 78% dari tahun 2023 yang berjumlah 116 ribu unit.
Pangsa pasar kendaraan berbasis listrik, khususnya hybrid electric vehicle (HEV) dan BEV, kata dia, meningkat secara signifikan. Perinciannya, pangsa pasar HEV naik dari 0,28% pada 2021 menjadi 7,62% pada Juli 25, sedangkan BEV melonjak dari 0,08% menjadi 9,7% pada periode yang sama.
“Sebaliknya, kendaraan berbasis internal combustion engine (ICE) mengalami penurunan pangsa pasar dari 99,64% pada 2021 menjadi 82,2% pada Jan-Jul 2025. Hal ini mencerminkan adanya pergeseran preferensi konsumen menuju kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” ujar dia.
Peningkatan ini, lanjut Tunggul, menunjukkan bahwa kebijakan dan insentif pemerintah, mulai membuahkan hasil. Tren ini menjadi indikasi kuat bahwa transisi menuju transportasi rendah emisi di Indonesia sedang berjalan dengan arah yang tepat.
Kemenperin telah merilis empat aturan teknis dalam bidang otomotif dalam rangka mencapai NZE, yakni Permenperin 36/2021 tentang Pengembangan Industri Kendaraan Bermotor Emisi Karbon Rendah, Permenperin 6/2022, jo. 28/2023 tentang Spesifikasi Peta Jalan Pengembangan dan Ketentuan Penghitungan TKDN KBLBB, Permenperin 29/2023 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap (CKD&IKD), serta Permenperin 37/2024 tentang Tata Cara Verifikasi Industri dan Penerbitan Surat Keterangan Verifikasi Industri.
Menekan kinerja
Sementara itu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengakui, insentif BEV impor dalam rangka tes pasar sukses meningkatkan adopsi mobil ini di Indonesia. Tetapi, hal ini menekan kinerja industri yang sudah lama eksis. Gaikindo mencatat, utilisasi industri mobil turun dari 73% menjadi 55% tahun ini, seiring turunnya penjualan mobil domestik.
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menuturkan, penjualan mobil domestik turun menjadi 865 ribu unit pada 2024 dibandingkan tahun 2014 sebanyak 1,2 juta unit. Tren ini berlanjut pada tahun ini, di mana per Juli lalu, penjualan mobil turun 10% menjadi 453 ribu unit.
Kukuh menyatakan, penurunan penjualan mobil dipicu pelemahan daya beli dan mahalnya pajak mobil di luar BEV. Saat ini, tidak semua mobil dengan TKDN tinggi mendapatkan insentif. Sebaliknya, pemerintah malah memberikan insentif besar bagi BEV untuk menarik investasi.
Dia menegaskan, kehadiran BEV impor menekan produksi mobil dalam negeri dengan TKDN tinggi, berkisar 80-90%. Itu artinya, BEV impor telah mengganggu keseimbangan industri.
“Banyak perusahaan komponen juga mengeluh, karena suplai ke pabrikan kurang. Untung mereka masih ada ekspor, sehingga masih bisa berjalan, tetapi ada sebagian yang sudah melakukan PHK,” tegasnya.
Sejatinya, Kukuh menuturkan, pemerintah perlu merilis insentif untuk mobil entry level di harga Rp 200-400 juta, seperti yang dilakukan pada saat 2021 kala pandemi Covid-19 terjadi. Bentuknya kala itu Adalah insentif PPnBM DTP untuk mobil rakitan lokal, 4×2, dengan syarat TKDN. Insentif ini terbukti mampu memulihkan pasar dengan cepat.
“Intinya, jangan biarkan pasar mobil turun. Bahkan, belakangan muncul isu penjualan mobil Indonesia dikalahkan oleh Malaysia, kendati data jelasnya belum terlihat,” ujarnya.
Dia menegaskan, pemerintah harus memperhatikan industri yang sudah ada. Intinya, harus ada kebijakan yang mendukung industri otomotif yang memproduksi ICE, HEV, hingga BEV agar tumbuh bersama-sama.
Kalau skema insentif BEV impor dipertahankan, dia menilai, yang diuntungkan adalah importir. Padahal, tantangan yang dihadapi industri otomotif kini sangat berat. Sebagai contoh, pemain industri komersial kini menghadapi tantangan banjir truk impor, mayoritas asal China, yang jumlahnya tahun ini bisa 14 ribu unit.
Riyanto, peneliti LPEM UI menuturkan, insentif BEV impor CBU memang mampu mendorong penjualan BEV pada 2024 dan 2025. Artinya, uji pasar BEV berhasil. Bahkan, dia menuturkan, saat ini, BEV impor merajai pasar domestik. Porsinya mencapai 64% per Mei 2025, naik tajam dari hanya 40,2% pada periode sama tahun lalu.
Namun demikian, menurut Riyanto, insentif BEV Impor hanya berdampak ke sektor perdagangan saja yang memiliki efek berganda (multiplier effect) jauh lebih kecil dibandingkan dengan produksi lokal. Ini juga membuat utilisasi produksi pabrik dalam negeri tidak optimal.
Dia merekomendasikan pemerintah memberikan kebijakan fiskal yang konsisten, fair dan proporsional berbasis emisi dan TKDN. Kendaraan yang berkontribusi mengurangi emisi cukup besar dan dampak terhadap perekonomiannya besar, patut memperoleh insentif yang besar pula
“Seharusnya insentif BEV CBU tidak diperpanjang, agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga menjadi pusat produksi BEV,” ungkapnya.(*/tim redaksi 09)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 312 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 312 database, klik di sini
- Butuh 28 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 20 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 21 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 7 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:

detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya:

Buku “Rahasia Sukses Marketing, Direktori 2.552 Perusahaan Industri”
Atau simak video berikut ini:
Contoh testimoni hasil survei daerah: