Duniaindustri (Mei 2011) – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyesalkan terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, karena tidak mengakomodasi kepentingan dunia usaha. Inpres tersebut akan menghambat ekspansi lahan sawit.
Dalam inpres itu disebutkan, pemerintah melarang pemanfaatan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas dua juta hektare di lahan gambut. “Kalau demikian, di mana lagi pengusaha dan petani akan mengembangkan perkebunan,” kata Sekjen Gapki Joko Supriyono.
Menurut dia, pemerintah tidak mengakomodasi usulan pengusaha perkebunan kelapa sawit dalam pembuatan inpres tersebut. “Keputusan ini sangat merugikan kepentingan pengusaha dan petani di Tanah Air,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan menilai, inpres ini berpotensi menimbulkan konflik dengan peraturan perundang-undangan lain, seperti Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Bahkan inpres moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut ini juga dapat menimbulkan benturan dengan peraturan pemerintah mengenai lahan gambut.
Benturan antar peraturan perundangan dapat terjadi lantaran dalam inpres ini moratorium berlaku terhadap semua lahan gambut. Padahal, peraturan pemerintah yang berlaku sekarang yaitu Keppres No. 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, maupun Permentan No 14 tahun 2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit, memperbolehkan penggunaan lahan gambut dengan kedalaman kurang dari tiga meter.
“Persoalan baru akan timbul karena adanya ketentuan tentang peta indikatif penundaan izin baru yang menjadi bagian dari inpres moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut ini. Sebab peta indikatif penundaan izin baru dapat menimbulkan sengketa dengan rencana tata ruang wilayah provinsi,” jelas Fadhil.(Tim redaksi 02)