Duniaindustri.com (April 2015) – Inilah lima perusahaan tekstil terbesar di Indonesia pada 2015, berdasarkan riset duniaindustri.com dari laporan keuangan masing-masing perusahaan. Di dunia, industri tekstil Indonesia menempati urutan kesembilan dunia untuk garmen dan posisi 11 dunia untuk tekstil.
Di urutan pertama, terdapat PT Indorama Synthetics Tbk (INDR) yang mencatatkan penjualan sebesar US$ 682 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,98 triliun (kurs Rp 13.170/US$). Penjualan emiten produsen tekstil hulu ini pada 2015 turun 11,4% dibanding 2014 sebesar US$ 769,9 juta. Penurunan penjualan juga mempengaruhi laba kotor perusahaan yang melemah, menjadi US$ 62 juta pada 2015 dibanding US$ 73,9 juta pada 2014.
Meski demikian, Indorama mampu mengefisienkan beban sehingga mampu membukukan laba bersih sebesar US$ 9,8 juta pada 2015 dibanding rugi bersih sebesar US$ 936 ribu pada 2014.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau lebih dikenal sebagai Sritex menempati urutan kedua, dengan raihan penjualan US$ 631,3 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,3 triliun (kurs Rp 13.170/US$) atau meningkat 7,2% dari 2014 sebesar US$ 589 juta. Laba kotor perusahaan pada 2015 mencapai US$ 133,4 juta, naik 8,9% dari 2014 sebesar US$ 122,4 juta. Laba bersih Sritex pada 2015 tercatat US$ 55,6 juta, naik 10,3% dibanding 2014 sebesar US$ 50,4 juta.
PT Pan Brothers Tbk (PBRX) menduduki urutan ketiga, dengan raihan penjualan 2015 sebesar US$ 418,6 juta atau sekitar Rp 5,5 triliun, naik 23,6% dibanding 2014 sebesar US$ 338,5 juta. Laba kotor emiten produsen garmen ini tumbuh signifikan menjadi US$ 53,6 juta pada 2015 dibanding 2014 sebesar US$ 39,6 juta. Namun, laba bersih perusahaan melemah menjadi US$ 8,6 juta pada 2015 dibanding tahun sebelumnya US$ 9,3 juta.
Pada peringkat keempat, PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) yang mencetak penjualan US$ 390 juta pada 2015 atau sekitar Rp 5,13 triliun, turun 21,5% dibanding 2014 sebesar US$ 493,5 juta. Meski penjualan turun, emiten perusahaan tekstil hulu ini mampu menghasilkan laba kotor US$ 8,15 juta pada 2015 dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 13,8 juta. Asia Fibers masih membukukan rugi bersih US$ 17,78 juta pada 2015, lebih rendah dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 79,8 juta.
Di urutan kelima, terdapat PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) dengan penjualan sebesar US$ 310,8 juta pada 2015, anjlok 30,7% dibanding 2014 sebesar US$ 449 juta. Emiten perusahaan tekstil hulu ini mencatatkan rugi kotor pada 2015 sebesar US$ 14,9 juta, lebih rendah dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 15,6 juta. Perseroan membukukan rugi bersih pada 2015 sebesar US$ 24 juta, relatif stagnan dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 24,2 juta.
Market Size
Nilai pasar industri tekstil dan produk fashion di Indonesia pada 2015 diestimasi mencapai US$ 15,19 miliar atau setara Rp 208 triliun (kurs Rp 13.700/US$), menurut perhitungan tim riset duniaindustri.com. Nilai pasar tersebut tumbuh 4,7% dibanding 2014 sebesar US$ 14,51 miliar, meski dengan pertumbuhan yang jauh lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar 7,2% dibanding 2013.
Perlambatan pertumbuhan pada 2015 antara lain disebabkan pelemahan daya beli konsumen lokal menyusul depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, perlambatan perekonomian Indonesia, serta anjloknya harga komoditas dunia.
Dari nilai pasar tersebut, sekitar 20% dipasok produk impor dan 80% masih dikuasai produsen lokal, menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Produk impor sebagian besar didominasi produk ilegal yang masuk secara selundupan untuk menghindari bea masuk, sehingga harganya 40% lebih murah dibanding produk lokal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 5 tahun terakhir, rata-rata impor TPT naik 19,9%, ekspor naik 6,8%, sedangkan konsumsi masyarakat naik 18,3%. Kondisi ini dapat bahwa pasar pertumbuhan di pasar domestik digerogoti barang impor, sedangkan ekspor tidak tumbuh signifikan.
Sementara menurut data kalkulasi Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) yang bersumber dari Bank Indonesia, daya beli masyarakat dalam 5 tahun terakhir terus meningkat dimana konsumsi tekstil naik dari 1,21 juta ton ditahun 2009 menjadi 1,75 juta ton ditahun 2014. Selain didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, konsumsi masyarakat juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi perkapita yang naik dari 5,03 kg ditahun 2009 menjadi 6,82 kg ditahun 2014.
Keunggulan Produk Lokal
Perusahaan tekstil dan fashion di Indonesia sebenarnya memiliki keunggalan dibanding pesaing di dunia. Hal itu terlihat dari sekitar 200 merek pakaian (fashion brand) dunia diproduksi di Indonesia, seperti Zara, Adidas, Nike, The North Face, Amer Group, Salomon, Arcteryx, Calvin Klein, dan H&M.
Syaiful Bahri, Anggota Asosiasi Petekstilan Indonesia (API) bidang Data dan Informasi, menjelaskan potensi keterlibatan Indonesia dalam menghasilkan produk-produk ternama di dunia akan terus bertambah. “Kemarin saya mendata sekitar 150 sampai 200 merek dunia diproduksi di Indonesia,” ujar Syaiful.
Dia menilai potensi keterlibatan Indonesia dalam menghasilkan produk-produk ternama di dunia akan terus bertambah. Menurut dia, dari total produk dengan merek terkenal di dunia juga masih bisa bertambah dari total yang ada saat ini. “Yang pakai Zara, itu produk asli sini, diproduksi di Indonesia,” tambahnya.
Menurut dia, pemerintah harus terus memberikan fasilitas dan juga dorongan kepada industri tekstil yang padat karya di Indonesia. “Bagaimana pemerintah merawat industri ini, jangan temen-temen kita sudah tanam kepercayaan malah tidak berdaya karena kondisi yang tidak kondusif,” tutupnya.
Ketua Umum Asoasiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menambahkan memang banyak produk fashion ternama asal luar negeri yang diproduksi di Indonesia. Namun, daya saing perusahaan tekstil asal Indonesia ini masih kalah dibandingkan negara lain. “Semua produsen dalam negeri memproduksi produk yang sama, seperti untuk H&M, tapi memiliki kualitas produk berbeda-beda, seperti soal kebersihan atau kerapihan,” ujar Ade Sudrajat.(*/tim redaksi 01)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: