Latest News
You are here: Home | World | Inflasi di AS Makin Meroket, Timbulkan Kekhawatiran Turbulensi Baru
Inflasi di AS Makin Meroket, Timbulkan Kekhawatiran Turbulensi Baru

Inflasi di AS Makin Meroket, Timbulkan Kekhawatiran Turbulensi Baru

Duniaindustri.com (Juli 2022) — Indeks harga konsumen (CPI) Amerika Serikat mengalami inflasi sebesar 9,1% (yoy) di bulan Juni 2022. Nilai tersebut meningkat dari bulan Mei sebesar 8,6%, tertinggi selama lebih dari empat dekade. Hal ini menimbulkan kekhawatiran turbulensi baru mengingat sikap agresif bank sentral AS (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuan.

Demikian data yang diterbitkan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS, Rabu (13/7/2022) waktu setempat. Angka ini lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 8,8%. Core CPI, yang tidak termasuk harga makanan dan energi yang bergejolak, turun tipis menjadi 5,9% pada periode yang sama sebesar 6%, meskipun masih melampaui perkiraan analis sebesar 5,8%.

Inflasi AS merupakan salah satu faktor untuk melihat seberapa agresif Federal Reserve (The Fed) akan menaikkan suku bunga di akhir bulan Juli ini. Sejumlah analis dan pengamat ekonomi sebelumnya memprediksi data CPI akan mengalami inflasi sebesar 8,8% (yoy) untuk bulan Juni 2022, namun kenyataannya jauh melampaui ekspektasi. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding 8,6% di bulan Mei kemarin.

Sebelumnya, tantangan inflasi yang mulai meninggi di sejumlah negara termasuk AS bakal mendorong kenaikan suku bunga acuan sehingga mempengaruhi kinerja mata uang secara global. Ditambah lagi turbulensi harga pangan dan energi, akumulasi berbagai faktor tersebut membuat potensi resesi di sejumlah negara.

Meski potensi Indonesia masuk zona resesi kecil, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku pemerintah tetap waspada. Pernyataan itu terkait hasil survei Bloomberg terbaru yang menyebutkan RI berada dalam peringkat 14 dari 15 negara di Asia yang kemungkinan mengalami resesi ekonomi.

“Kami tidak akan terlena, kami tetap waspada,” ungkap Menkeu Sri Mulyani, kemarin.

Maka dari itu Menkeu Sri Mulyani menekankan seluruh instrumen kebijakan akan digunakan, baik kebijakan fiskal, moneter, sektor keuangan, hingga regulasi lain untuk mengawasi kemungkinan resesi tersebut, terutama regulasi dari korporasi di Tanah Air.

Adapun dalam survei tersebut Indonesia menempati peringkat 14 dengan kemungkinan resesi sebesar tiga persen, jauh dari Sri Lanka yang menempati posisi pertama dengan potensi resesi 85 persen.

Di bawah Sri Lanka masih ada pula Selandia Baru dengan persentase 33 persen, Korea Selatan 25 persen, Jepang 25 persen, dan China 20 persen.

Sri Mulyani berpendapat persentase potensi resesi Indonesia yang sangat rendah tersebut menggambarkan ketahanan pertumbuhan ekonomi domestik, indikator neraca pembayaran, hingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kuat.

“Dari sisi korporasi maupun dari rumah tangga kita juga relatif baik,” tambah Sri Mulyani, seperti diberitakan Antara.

Menurut Sri Mulyani, sektor keuangan Indonesia relatif lebih kuat semenjak krisis global tahun 2008-2009. Dengan demikian daya tahan Indonesia membaik dan risiko kredit macet perbankan pun terjaga. Hal tersebut menggambarkan seluruh sektor belajar dari krisis global pada 2008-2009.

“Namun kita tetap harus waspada karena ini akan berlangsung sampai tahun depan. Risiko global mengenai inflasi dan resesi atau stagflasi sangat nyata dan akan menjadi salah satu topik penting pembahasan di G20 Indonesia,” tutur Menkeu Sri Mulyani.(*/berbagai sumber/tim redaksi 09/Safarudin/Indra)

Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 256 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 256 database, klik di sini
  • Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
  • Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini

Duniaindustri Line Up:

detektif industri pencarian data spesifik

Portofolio lainnya:

Buku “Rahasia Sukses Marketing, Direktori 2.552 Perusahaan Industri”

Atau simak video berikut ini:

Contoh testimoni hasil survei daerah:

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top