Duniaindustri.com (Januari 2013) — Para industriawan menolak kenaikan tarif dasar listrik (TDL) untuk golongan industri besar (I4) dan industri terbuka (I3) yang akan berlaku pada tahun ini sekitar 39%-69%. Kenaikan tarif listrik akan memicu peningkatan beban operasional sehingga menggerus laba, bahkan bisa menimbulkan kerugian usaha.
Apalagi, hingga saat ini mereka masih terbebani dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan kenaikan Tarif Listrik 15% tahun lalu masih sangat terasa. Untuk itu, Asosiasi Pengsuaha Indonesia (Apindo) meminta kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk golongan industri besar (I4) dan industri terbuka (I3) dilakukan secara bertahap. Usul ini disampaikan agar beban perusahaan dapat menjadi lebih ringan.
Ketua Apindo Sofjan Wanandi mengatakan kami sudah bicara dengan pak Jero wacik, kami meminta supaya bertahap, dalam 2 sampai 3 tahun baru subsidi hilang sendiri.”Saya khawatir jika tarif listrik untuk golongan industri dinaikan sekaligus akan membuat perusahaan gulung tikar. Dari perkiraan Apindo, pabrik besar saat ini berjumlah sekitar 60-an. “Semen, baja, pertrochemical bisa tutup, ini merugikan kita, belum lagi I3,” jelasnya.
Lebih lanjut Sofjan mengatakan kalau enaikan tarif listrik dikhawatirkan akan menambah beban pengusaha yang tahun ini harus menanggung tambahan biaya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).”Kami ini sudah memiliki beban luar biasa dari BBM bersubsidi naik hingga naiknya upah buruh.
Secara umum, lanjut Sofjan, para pengusaha sebetulnya mendukung kenaikan tarif listrik bagi kalangan industri. Namun dirinya berharap kenaikan dilakukan secara bertahap. “Sebenarnya sepakat ada penaikan tarif. Namun lakukan secara bertahap saja,” terangnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APBBI) Darwin A Roni. Menurut dia, kenaikan TDL untuk industri akan memberikan sebuah efek domino. Pihak pengelola mall, penyewa atau retailer, hingga konsumen akan sama-sama merasakan kerugian.
“Biaya operasional otomatis akan tinggi. Kemudian kita mau enggak mau menaikkan service charge kepada para penyewa, retailer. Tentunya retailer juga akan ada dampak domino. Mereka juga akan menaikkan harga barang,” ujar dia.
Kenaikan TDL dipandangnya secara bertahap namun terjadi secara drastis. Ia mengatakan pihaknya berharap tidak akan ada lagi kenaikan TDL untuk industri. “Mudah-mudahan tahun ini jangan sampai ada kenaikan, karena kita tidak ada subsidi untuk pusat belanja. Bayar tarif listrik sesuai dengan market,” ungkapnya.
Seperti diketahui, pemerintah akan menaikkan TDL bagi pelanggang golongan tiga atau industri menengah dan golongan empat atau industri besar tahun ini. Rencananya Tahun 2014 ini industri dikenakan kenaikan TDL 38,9 % yang dilakukan secara bertahap.
Pukul IKM
Di sisi lain, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah mengatakan, sektor IKM yang paling terkena dampak atas kenaikkan TTL ini ialah IKM sektor otomotif serta IKM tekstil dan garmen. Pasalnya, dari sekian banyak, kedua sektor itulah yang paling banyak mengkonsumsi listrik dalam skala besar.”Yang paling merasakan adalah industri otomotif dan garmen, karena listrik merupakan input faktor dari industri mereka. Kalau IKM yang lain, listrik hanya untuk penerangan saja,” kata Euis.
Dengan naikknya TTL tersebut, Euis mengatakan, otomatis kedua sektor tersebut akan menyesuaikan produksinya. Pasalnya, kata Euis, kenaikkan TTL tersebut berpengaruh hingga 15% terhadap ongkos produksi.”Bisa bertambah 10-15% untuk cost produksi mereka. Tapi mereka pintar untuk mengadakan penyesuaian bagaimana supaya fleksibel. Apakah produksinya dikurangi, apakah bahannya. Produk mana yang paling boros listrik itu mereka kurangi dulu. Nah itu mereka sangat cepat untuk melakukan itu,” papar Euis.
Menurut Euis, tak ada bentuk protes dari para pelaku industri tersebut, karena sebelumnya, mereka telah bersiap-siap untuk melakukan antisipasi kenaikkan ini. Dikatakan Euis, saat ini dari 9 juta lebih IKM, terdapat 100 ribu IKM yang bergerak di sektor otomotif, namun hanya 4.000 sektor usaha yang berskala besar dan mengkonsumsi listrik lebih besar. “Kalau garmen ada banyak jutaan. Tapi yang besar hanya sampai 200.ribuan,” tutur Euis.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ernovian G. Ismy, mengatakan industri tekstil serta garmen terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menaikkan harga jual setelah pemerintah menaikkan tarif dasar listrik rata-rata 15%. “Kenaikan TDL memberatkan, apalagi terjadi di saat kami masih berjibaku dengan kenaikan upah buruh,” kata Ernovian. Dia belum bisa memastikan besaran kenaikan harga jual setelah kenaikan upah buruh dan tarif TDL ini.(*/berbagai sumber)