Duniaindustri (Mei 2011) — Industri rokok nasional terkena ‘pukulan ganda’ sepanjang lima bulan pertama 2011. Pukulan ganda itu adalah kenaikan harga bahan baku (tembakau dan cengkih) serta rencana pembatasan iklan rokok.
Kenaikan harga bahan baku (tembakau dan cengkih) sudah mulai merisaukan produsen rokok nasional. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Jawa Timur menyatakan harga cengkih melonjak dari Rp 60 ribu menjadi Rp 105 ribu per kilogram. Demikian pula dengan harga tembakau.
“Pengusaha rokok kecil di Sidoarjo terancam gulung tikar, lantaran biaya produksi terus meroket naik dari harga yang ada saat ini,” ucap Sekretaris Gappri Kabupaten Sidoarjo Amin Wahyudi.
Menurut dia, jika harga tembakau dan cengkih tidak kembali stabil, kemungkinan besar pengusaha rokok harus menaikkan harga jual. “Persediaan cengkih hanya tersedia untuk dua bulan mendatang, dan pengusaha rokok tak bisa langsung menaikkan harga lantaran khawatir konsumen berpaling ke produk lainnya,” paparnya.
Selain itu, persaingan produk rokok sangat sengit. Akibatnya, semakin banyak perusahaan rokok yang tak mampu bertahan menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat. Pada 2007 tercatat sebanyak 201 pabrik rokok, namun pada Juli 2009 angka itu menurun hingga tersisa hanya 81 pabrik rokok.
Pembatasan Iklan
Di sisi lain, pemerintah juga mulai memfinalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Kabarnya, iklan rokok masih diperbolehkan tapi dengan batasan tertentu.
Kementerian Kesehatan berharap pembatasan iklan rokok ditujukan agar generasi muda terhindar dari bahaya rokok. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, 37% pelajar SMP sudah biasa merokok.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga berencana menerbitkan peraturan untuk membatasi luas perkebunan tembakau, seiring makin gencarnya desakan perhatian kesehatan terhadap industri rokok. Tak heran, bahan baku rokok akan makin langka.
Padahal, konsumsi rokok di Indonesia cenderung unik, tetap tumbuh subur saat krisis global, terlebih lagi di saat pemulihan ekonomi dunia saat ini. Kondisi itu bisa menyulitkan produsen rokok besar, seperti Sampoerna, Djarum, Gudang Garam, dan Bentoel. “Kementerian Pertanian memang akan membatasi luasan areal kebun tembakau. Jadi sedikit demi sedikit petani tembakau akan pindah ke komoditas lainnya,” tutur sumber di Kementerian Pertanian.
Selain itu, Kementerian Pertanian juga tidak memberikan dana alokasi pembinaan untuk petani tembakau. Sebaliknya, Kementerian Pertanian mengucurkan triliunan rupiah untuk mendukung petani kakao dan sawit.(Tim redaksi 02)