Duniaindustri (Oktober 2011) – Sepanjang Januari-September 2011, industri kakao olahan nasional menyerap investasi sebesar Rp 1,42 triliun. Sebanyak 14 perusahaan kakao olahan dan cokelat merealisasikan investasi senilai USS 158 juta atau sekitar Rp 1,42 triliun di Bandung, Tangerang, Karawang, Medan, dan Surabaya. Delapan perusahaan meningkatkan kapasitas produksi dan enam sisanya investasi baru.
Investasi itu meningkatkan kapasitas produksi kakao olahan dan cokelat nasional menjadi 689.750 ton per tahun pada 2011, naik 29,7% dibandingkan 2010 sebanyak 531.675 ton. “Dengan perhitungan investasi setiap kapasitas produksi satu ton senilai USS 1.000, total penambahan kapasitas 158 ribu ton membutuhkan dana US$ 158 juta, belum termasuk tanah,” kata Ketua Umum Asosiasi Industri dan Kakao Indonesia (AIKI) Piter Jasman.
Investor asing juga ingin investasi di Indonesia, salah satunya sudah merealisasikan pembangunan pabrik di Batam, yaitu PT Asia Cocoa Indonesia, anak usaha perusahaan Malaysia, Goliath Guan Chong Berhad senilai US$ 24 juta. Cargill Cocoa & Chocolate Inc asal Amerika Serikat juga berencana menanamkan investasi US$ 100 juta.
Menperin MS Hidayat menambahkan, realisasi investasi dan peningkatan kapasitas produksi tersebut menandai kebangkitan industri kakao olahan dan cokelat di Tanah Air. Untuk mendorong pengembangan industri hilir kakao dan cokelat, pemerintah telah menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) atas komoditi primer, termasuk biji kakao, negosiasi penyesuaian tarif bea masuk (BM) kakao olahan di beberapa negara tujuan ekspor, dan melaksanakan program gerakan nasional (Gernas) kakao untuk peningkatan mutu dan produksi kakao.
Seiring dengan itu, pemerintah menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk kakao bubuk diterapkan. Bea keluar (BK) progresif atas ekspor biji kakao juga diterapkan guna mengamankan pasokan bahan baku industri pengolahan kakao di Tanah Air.
Untuk merangsang pertumbuhan industri pengolahan kakao, pemerintah akan memasukkan industri kakao olahan dan makanan berbasis kakao dalam daftar penerima insentif keringanan pajak penghasilan (tax allowance).
Presiden Direktur PT General Food Industries Yoseph Chuang menuturkan, dari 4 juta ton biji kakao yang dihasilkan di dunia, hampir 100% berasal dari negara berkembang dan 80% dihasilkan dari Afrika. Namun, pengguna biji kakao sampai 90% justru terkonsentrasi di negara maju, terutama Eropa dan Amerika.
International Cocoa Organization (ICCO) mencatat, produksi biji kakao di Indonesia pada periode 2009-2010 merupakan yang terbesar ketiga di dunia, yaitu 550.000 ton per tahun setelah Pantai Gading sebesar 1,24 juta ton dan Ghana 632.000 ton. Namun, 72 persen biji kakao nasional masih diekspor.
Pada 2010, volume ekspor biji kakao nasional turun sebesar 2% dibandingkan 2009, dari 439.300 ton menjadi 432.426 ton. Secara nilai, ekspor biji kakao naik 10% dari US$ 1,09 miliar pada 2009 menjadi US$ 1,19 miliar pada 2010. Total ekspor kakao olahan naik 26% pada 2010 dibandingkan 2009, dari 81.993 ton menjadi 103.055 ton.(Tim redaksi 02)