Latest News
You are here: Home | Agroindustri | Indonesia-Malaysia Perang Harga dan Insentif Ekspor CPO
Indonesia-Malaysia Perang Harga dan Insentif Ekspor CPO

Indonesia-Malaysia Perang Harga dan Insentif Ekspor CPO

Duniaindustri.com (September 2014) – Penyerapan pasokan minyak sawit mentah (CPO) global diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan, akibat perang harga – dengan pemotongan pajak ekspor hingga nol persen – antara dua produsen CPO terbesar, Indonesia dan Malaysia, demi mendorong penjualan karena menumpuknya cadangan.

Hampir sebulan setelah produsen nomor dua, Malaysia, menurunkan tarif ekspor hingga 0 persen, produsen minyak sawit Indonesia juga meminta pemerintah mengambil langkah serupa untuk mendongkrak penjualan mereka .

Jika Indonesia merealisasikan hal itu, Malaysia dipastikan akan kehilangan keunggulan kompetitif yang mereka peroleh dengan pemotongan pajak dan telah mendorong pengiriman sebulan terakhir ini. Namun para pedagang dan analis mengatakan ada ruang bagi kedua negara untuk mendapatkan keuntungan dengan kenaikan harga minyak kedelai Argentina dan minyak bunga matahari Ukraina.

Seperti diberitakan Bloomberg, Senin (22/9), harga CPO di Bursa Komoditas Malaysia menanjak ke titik tertinggi dalam sebulan terakhir pada pekan ini, bahkan diperkirakan rebound akan berlanjut dari harga terendah lima tahun mulai September ini.

Ekspor CPO Malaysia meloncat lebih 30 persen pada paruh pertama September dibanding periode yang sama bulan lalu, demikian perkiraan dari surveyor kargo, yang didorong pemotongan pajak ekspor.

Jika harga CPO turun di bawah USD750 per ton, Indonesia akan memangkas pajak ekspor ke nol persen, dan ini diperkirakan pada Oktober.

Namun, Jakarta kemungkinan akan mengambil langkah lebih luas dengan melibatkan pajak ekspor pada produk-produk turunan. “Kami tengah mengkaji perubahan struktur pajak di hulu industri CPO,” ujar Dirjen Industri Agrikultur Kemenperin Panggah Susanto, seperti dilansir Reuters beberapa waktu lalu.

Cadangan (stok) minyak kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia pada Agustus kemungkinan berada di level tertinggi dalam 15 bulan terakhir, seiring peningkatan produksi dan sebaliknya penurunan permintaan importir. CPO Indonesia makin tertekan dengan penerapan bea ekspor CPO 0 persen oleh Malaysia, eksportir terbesar kedua setelah Indonesia.

Menurut perkiraan rata-rata dari empat perkebunan dan satu pengilangan CPO – sesuai hasil survei Bloomberg – cadangan CPO Indonesia melonjak 24 persen menjadi 2,5 juta ton pada Agustus, dibanding 2,02 juta ton pada Juli. Jika benar, angka itu merupakan yang tertinggi sejak Mei 2013.

Cadangan setinggi itu hasil dari kenaikan 19 persen menjadi 2,55 juta ton pada produksi Agustus, tertinggi sejak Juni 2013. Sementara ekspor turun 2,2 persen menjadi 1,8 juta ton.

“Pajak nol persen oleh Malaysia makin menekan ekspor Indonesia,” ungkap Ketua Dewan Sawit Indonesia, Derom Bangun, seperti dilansir bloomberg.com. “Setidaknya 20% hingga 30% permintaan dari India akan beralih ke Malaysia dari Indonesia,” ujarnya.

Pada Agustus 2014, harga CPO merosot paling dalam sejak 2009 atau lima tahun terakhir menyusul stok kedelai, sebagai minyak alternatif/substitusi CPO, mencapai rekor sehingga dapat membatasi permintaan CPO secara global. Harga CPO turun 19% ke level US$ 671 per ton secara year to date.

“Spread (selisih) harga CPO dan minyak kedelai menjadi sangat sempit. Ini akan menambah tekanan terhadap harga CPO,” kata Hiro Chai, associate director di CIMB Futures Sdn. di Kuala Lumpur.

Apalagi, produksi CPO secara global dalam tren naik hingga September. Kondisi itu akan memperparah tekanan terhadap harga CPO global.

Sejak hampir sebulan terakhir, harga CPO tersungkur akibat kecemasan atas perlambatan global akan mengurangi permintaan makanan dan bahan bakar. Sinyal yang menunjukkan kondisi ini adalah penurunan ekspor sawit Malaysia.

Menurut data Intertek, ekspor Malaysia turun 13% menjadi 363.975 ton pada 10 hari pertama bulan Juli dibandingkan periode sama bulan sebelumnya. Sementara Societe Generale de Surveillance memperkirakan, jumlah pengirimannya pun turun 22% menjadi 331.978 ton.

“Ini mengirim sinyal negatif ke pasar bahwa permintaan bisa lebih rendah bulan ini,” kata Alan Lim Seong Chun, Analis Kenanga Investment Bank Bhd. di Kuala Lumpur.

Dia menambahkan, kemungkinan India dan Bangladesh sudah selesai memborong persediaan CPO untuk menyambut bulan Ramadhan. Pembelian minyak goreng dari India kemungkinan akan turun untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir Juni ini. Prediksi analis dan produsen yang disurvei Bloomberg, impor minyak goreng India turun dari 862.550 ton setahun lalu menjadi 850.000 ton. Importir menahan pembelian lantaran kurs rupee anjlok ke rekor terendahnya.(/berbagai sumber/AND)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top