Latest News
You are here: Home | Makanan & minuman | Indonesia Company Investment Analysis: PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
Indonesia Company Investment Analysis: PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)

Indonesia Company Investment Analysis: PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)

PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) merupakan produsen barang-barang konsumsi yang sifatnya fast moving consumer goods (FMCG), atau produk yang sifatnya cepat habis, seperti produk perawatan tubuh, produk perawatan rumah tangga, dan makanan. Berdiri sejak 1933 dengan nama Lever’s Zeepfabrieken NV di Jakarta, Unilever menjadi salah satu market leader di industri consumer goods di Indonesia. Unilever Indonesia menggelar IPO pada 1982 dengan melepas 15% saham ke publik dan tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Saat ini Unilever Indonesia menguasai 39 merek produk consumer goods untuk 14 kategori produk. Dari jumlah tersebut 71% merupakan produk home and personal care (seperti Rinso, Domestos, Molto, Surf, Vixal, Wipol, Lux, Rexona, Lifebuoy, Sunsilk, Ponds, Dove, Tresemme, Pepsodent, Axe, Clear, Vaseline, Citra, Closeup, Zwitsal), sedangkan 21% merupakan produk foods and refreshment (seperti Sariwangi, Bango, Blueband, Royco, Buavita, Walls, Lipton, Magnum, Cornetto, Paddlepop, Feast, Populaire, dan Viennetta).

Perusahaan mengklaim produk-produknya tersedia di 1 juta toko/gerai dan setiap rumah di Indonesia sedikitnya menggunakan satu produk Unilever. Di 12 kategori produk consumer goods, merek yang diusung Unilever mendominasi pasar Indonesia. Di kategori skin care, hair care, skin cleansing, deodorants, oral care, dish wash liquid, fabrication condition, savoury, tea, spread, ice cream, merek Unilver menduduki peringkat pertama di pangsa pasar Indonesia. Hanya di kategori fabrication clean, merek/produk Unilever menempati posisi pangsa pasar kedua.

jaringan-distribusi-Unilever

CONSUMER INDUSTRY OUTLOOK
Di tengah perlambatan perekonomian yang disertai fluktuasi nilai kurs mata uang dan kejatuhan harga komoditas, industri consumer goods di Indonesia ikut terdampak dari kondisi tersebut. Secara total, pasar fast moving consumer goods (FMCG) di Asia, terutama Indonesia, diperkirakan tumbuh melambat pada tahun ini menjadi 4,6%, hanya separuh dari persentase pertumbuhan dalam dua tahun lalu (10% pada 2014 & 2013), menurut kompilasi data duniaindustri.com dari lembaga riset Kantar Worldpanel Indonesia.

Fast moving consumer goods mencakup barang-barang konsumsi yang dibutuhkan sehari-hari atau dibutuhkan secara berkala dalam periode waktu tertentu yang singkat. Barang konsumsi jenis itu mencakup produk-produk makanan (food), peralatan rumah tangga (household), dan perawatan tubuh (personal care). Berbeda dengan barang tahan lama (durable goods), barang-barang fast moving consumer goods memiliki umur simpan yang singkat, baik sebagai akibat dari permintaan konsumen tinggi maupun karena produk yang cepat rusak.

Pasar FMCG di Indonesia tumbuh rata-rata per tahun (compounded annual growth rate/CAGR) sebesar 16,6% periode 2004-2010, di tengah fluktuasi inflasi yang dapat menahan maupun menggerus daya beli masyarakat. Sementara periode 2011 hingga saat ini, pertumbuhan pasar diperkirakan sekitar 13%.

Penjualan produk rumah tangga (home care) tumbuh paling tinggi di segmen produk konsumsi harian (fast moving consumer goods) sepanjang 2015, baik menurut nilai maupun volume.

Sepanjang tahun lalu, penjualan produk home care tumbuh 5,3% secara nilai dan 7% secara volume, meski melambat dibanding 2014 yang tumbuh 17,6% secara nilai dan 10% secara volume.

Setelah produk home care, penjualan personal care (perawatan tubuh) tumbuh tertinggi kedua, dengan mencatatkan pertumbuhan 2% secara nilai dan 2,5% secara volume, juga melambat dibanding 2014 sebesar 14,2% secara nilai dan 3,2% secara volume.

Sementara penjualan produk makanan (foods), dairy, dan minuman (beverages) tercatat tumbuh minus. Penjualan makanan tumbuh -0,4% secara nilai dan -4,9% secara volume sepanjang 2015, sementara tahun sebelumnya tercatat tumbuh 14,4% secara nilai dan 2,9% secara volume. Penjualan produk dairy pada 2015 tumbuh -2,4% secara nilai dan -2,3% secara volume, sementara tahun sebelumnya tumbuh 17,8% secara nilai dan 6% secara volume. Demikian juga penjualan produk minuman hanya tumbuh 1,3% secara nilai sepanjang 2015 dan -3,1% secara volume, sementara tahun sebelumnya tumbuh 10,5% secara nilai dan 3,2% secara volume.

Pertumbuhan negatif tiga produk barang konsumsi harian (fast moving consumer goods/FMCG) itu disebabkan terdampak paling besar terhadap perlambatan ekonomi nasional.

FINANCIAL HIGHLIGHT
Unilever Indonesia (UNVR), emiten bagian dari Unilever Plc, perusahaan asal Belanda, masih dapat membukukan pertumbuhan kinerja keuangan yang cukup solid pada 2014 dan 2015, meski relatif melambat secara tahunan. Pada periode Januari-September 2015 (9 bulan), penjualan Unilever tercatat Rp 27,5 triliun atau naik tipis 5,7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 26 triliun. Padahal sebelumnya, pada kuartal I 2015, penjualan Unilever masih tumbuh 8% menjadi Rp 9,4 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 8,7 triliun.

Pada 2014, Unilever Indonesia mencatatkan penjualan sebesar Rp 34,5 triliun, tumbuh 12,2% dibanding 2013 sebesar Rp 30,75 triliun. Laba kotor pada 2014 tumbuh 8,4% menjadi Rp 17 triliun, laba usaha tumbuh 8,3% menjadi Rp 7,7 triliun, dan laba bersih naik 7,2% menjadi Rp 5,7 triliun.
Margin laba bersih pada 2014 mencapai 16,6%, lebih rendah dibanding 2013 sebesar 17,4%. Return on assets (RoA) juga melemah menjadi 42,5% pada 2014 dibanding 44,5% pada 2013. Return on equity (RoE) juga menurun menjadi 124,8% pada 2014 dibanding 2013 sebesar 125,8%.

Unilever sempat agresif dalam ekspansi dan akuisisi pada periode 2010-2012. Dalam periode itu, Unilever menyebutkan menganggarkan belanja modal senilai US$ 800 juta untuk periode 2010-2012.

Belanja modal akan digunakan untuk menaikkan kapasitas produksi pada tiga pabrik Perusahaan yang mencakup pabrik produk perawatan kulit, pabrik sabun, dan pabrik es krim. Selain peningkatan kapasitas pada pabrik, Unilever juga akan membangun pabrik pengolahan kelapa sawit, yang ouputnya akan digunakan sebagai bahan baku untuk sabun, es krim, dan lotion.

INVESTMENT HIGHLIGHT
1. Prospective Consumer Goods Industry
Industri consumer goods di Indonesia sangat prospektif dalam jangka panjang sesuai tren pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, pertumbuhan konsumen kelas menengah di Indonesia yang cukup pesat akan menopang pertumbuhan permintaan (demand) di pasar domestik.

Unilever juga diuntungkan oleh tren penjualan home care yang tumbuh tertinggi di segmen consumer goods. Sepanjang tahun lalu, penjualan produk home care tumbuh 5,3% secara nilai dan 7% secara volume, meski melambat dibanding 2014 yang tumbuh 17,6% secara nilai dan 10% secara volume.
Setelah produk home care, penjualan personal care (perawatan tubuh) tumbuh tertinggi kedua, dengan mencatatkan pertumbuhan 2% secara nilai dan 2,5% secara volume, juga melambat dibanding 2014 sebesar 14,2% secara nilai dan 3,2% secara volume.

Pasar FMCG di Indonesia tumbuh rata-rata per tahun (compounded annual growth rate/CAGR) sebesar 16,6% periode 2004-2010, di tengah fluktuasi inflasi yang dapat menahan maupun menggerus daya beli masyarakat. Sementara periode 2011 hingga saat ini, pertumbuhan pasar diperkirakan sekitar 13%.

2. Has Largest Market Share in Indonesia
Unilever mengklaim produk-produknya tersedia di 1 juta toko/gerai dan setiap rumah di Indonesia sedikitnya menggunakan satu produk Unilever. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya brand identity dan brand awareness dari merek-merek produk Unilever.

Di 12 kategori produk consumer goods, merek yang diusung Unilever mendominasi pasar Indonesia. Di kategori skin care, hair care, skin cleansing, deodorants, oral care, dish wash liquid, fabrication condition, savoury, tea, spread, ice cream, merek Unilver menduduki peringkat pertama di pangsa pasar Indonesia. Hanya di kategori fabrication clean, merek/produk Unilever menempati posisi pangsa pasar kedua.

4. Healthy Balance Sheet
Unilever Indonesia meski mencatatkan perlambatan pertumbuhan penjualan hingga September 2015, yang hanya naik 5,7%, dari 8% pada kuartal I 2015 dan 12,2% pada 2014, relatif memiliki balance sheet yang solid. Kondisi itu ditopang kuatnya brand identity dan brand awareness dari merek-merek produk Unilever.

Jumlah kas dan setara kas Unilever Indonesia hingga September 2015 tercatat Rp 834 miliar. Dengan kondisi kas yang cukup kuat, hal itu akan menopang pertumbuhan iklan dan promosi produk untuk memperkuat brand identity dan brand awareness dari merek-merek produk Unilever.

INVESTMENT RISK
1. Competition Heat Up
Risiko yang dimiliki Unilever Indonesia lebih kepada persaingan di pasar. Wings Group masih menguasai pasar deterjen nasional (mencakup deterjen bubuk dan krim) dengan pangsa 52,6%. Wings Group mengandalkan produk utama seperti Wings, Ekonomi, Daia, dan So Klin untuk bersaing dengan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang menguasai 33% pasar deterjen nasional. Unilever mengandalkan produk deterjen seperti Rinso, Surf, dan Omo.
Sedangkan produsen lainnya, seperti PT Kao Indonesia dengan merek Attack dan Dino, menguasai 10%-11% pasar deterjen nasional. Sisanya dikuasai sejumlah produsen seperti PT Sinar Antjol dengan merek B-29, dan PT Jayabaya Raya dengan merek Suroboyo, yang menguasai 4,4% pasar deterjen di Indonesia.

Persaingan di industri deterjen sangat tinggi. Penguasaan pasar suatu produk dapat berubah dengan cepat. Perpaduan pemasaran, mulai dari produk, promosi, harga, hingga akses jangkauan oleh konsumen menjadi strategi penting bagi perusahaan-perusahaan produsen deterjen untuk mempertahankan volume penjualan serta posisi pangsa pasar.

2. Profitability Challenge
Risiko lain yang harus dihadapi Unilever Indonesia terkait profitabilitas yang cenderung melemah. Margin laba bersih pada 2014 mencapai 16,6%, lebih rendah dibanding 2013 sebesar 17,4%. Return on assets (RoA) juga melemah menjadi 42,5% pada 2014 dibanding 44,5% pada 2013. Return on equity (RoE) juga menurun menjadi 124,8% pada 2014 dibanding 2013 sebesar 125,8%.

Risiko profitabilitas ini sangat erat terkait dengan fluktuasi kurs nilai tukar dan tren konsumsi masyarakat Indonesia. Seberapa jauh Unilever Indonesia mampu mengantisipasi dua faktor itu untuk mempertahankan profitabilitas, perlu dilihat dari strategi perusahaan ke depan.(*/berbagai sumber/tim redaksi)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

2 comments

  1. Wow 1 produk Unilever dikonsumsi minimal setiap rumah di Indonesia….

  2. Hal itu salah satunya karena brand identity dan brand awareness dari merek-merek Unilever sangat kuat, ditopang promosi dan iklan yang efektif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top