Latest News
You are here: Home | Uncategorized | Indonesia Company Investment Analysis: PT Timah (Persero) Tbk (TINS)
Indonesia Company Investment Analysis: PT Timah (Persero) Tbk (TINS)

Indonesia Company Investment Analysis: PT Timah (Persero) Tbk (TINS)

PT Timah (Persero) Tbk (TINS) didirikan tahun 1976, bergerak di bidang pertambangan timah terintegrasi. Selain memperoleh pendapatan dari penjualan logam timah dan produk turunannya, Perusahaan juga menjual batubara dan memberikan jasa eksplorasi serta konstruksi pertambangan. Pada semester I 2012, laba bersih Timah turun hingga 51,3% akibat melemahnya harga jual rata-rata dan volume penjualan.

INDUSTRY OUTLOOK: TINS and COAL

TINS
Komoditas timah banyak dimanfaatkan ketika telah dibentuk menjadi timah solder. Kegunaan utama timah solder adalah membuat sambungan listrik antar komponen-komponen listrik dalam satu rangkaian, sehingga logam timah dapat ditemukan pada seluruh barang elektronik. Selain itu, timah juga digunakan sebagai logam pelapis kemasan kaleng, pelapis layar LCD, dan campuran penambal gigi.

Kawasan yang dikenal sebagai sumber timah adalah Bangka Belitung di Indonesia, Semenanjung Malaysia, Thailand, Afrika, Amerika Selatan, dan China. Indonesia mewakili sekitar 16% total produksi timah dunia, menjadikan Indonesia penghasil timah terbesar kedua di dunia setelah China.

Berdasarkan data International Tin Research Institute, produksi 10 produsen timah terbesar di dunia mengalami fluktuasi sejak tahun 2007-2011, kecuali Malaysia Smelting Corp yang produksinya secara konsisten meningkat. Sementara itu, produksi timah oleh PT Timah dalam tren menurun selama tahun 2007-2011.

Produksi timah dunia pada tahun 2011 dibanding tahun 2010 turun sebesar 0,1% menjadi 349.900 metrik ton. Sementara tahun 2012, produksi timah diprediksi naik kembali mencapai 354 ribu metrik ton.

Meskipun China merupakan produsen timah terbesar di dunia, hasil produksinya sebagian besar diserap di dalam negri, karena China juga merupakan konsumen terbesar di dunia. Pada tahun 2011, konsumsi China mendekati 43% dari total konsumsi timah dunia.

Pada tahun 2011, konsumsi timah dunia menurun menjadi 356.800 metrik ton, namun penurunannya tidak dapat menutupi defisit persediaan sekitar 7.400 metrik ton.

Melambatnya pertumbuhan industri elektronik global, seperti produksi di Jepang yang turun lebih dari 16%, berperan menurunkan permintaan timah solder, sehingga harga timah juga ikut melemah.

Tren penurunan harga timah dimulai pada semester II tahun 2011. Penurunan dipengaruhi oleh banyaknya spekulasi di bursa komoditi dan penambangan ilegal.

Sampai pada akhirnya, produsen timah di Indonesia membentuk Indonesian Tin Association sebagai upaya untuk meningkatkakan peran produsen timah nasional dalam menentukan harga timah dunia. Di awal tahun 2012, harga timah mulai kembali naik, namun tidak bertahan lama.

Harga rata-rata timah selama kuartal III 2012 telah turun 24,3% menjadi US$ 20.932 per ton, dibanding harga rata-rata timah periode yang sama tahun sebelumnya. Neraca logam timah tahun 2012 masih akan menunjukan defisit yang tidak terlalu besar, sementara total persediaan logam diestimasi akan berkurang hingga 25%.

Logam timah diprediksi akan tetap menjadi salah satu logam dengan volatilitas harga tertinggi di tahun 2012. Seiring dengan perlambatan ekonomi global, International Tin Research Institute memperkirakan pada tahun 2012, konsumsi timah dunia akan naik menjadi 362.400 metrik ton dan harganya berkisar antara US$ 19 ribu-US$ 26 ribu per metrik ton.

tabel-timah

Coal
Menurut Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Indonesia, produksi batubara nasional akan tumbuh 1,8% compounded annual growth rate (CAGR) 2011-2025. Lebih dari 70% hasil produksi ditujukan untuk ekspor. Namun, mulai tahun 2020 penjualan untuk ekspor dan domestik ditargetkan akan dalam porsi yang berimbang.

Konsumsi batubara domestik akan banyak digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Menurut Perusahaan Listrik Negara (PLN), konsumsi batubara PLN akan tumbuh 13,5% CAGR 2012-2020. Sementara konsumsi batubara untuk Pembangkit Listrik swasta (IPP) akan tumbuh 22,3% CAGR 2012-2016.

TIMAH’S BUSINESS MODEL
PT Timah merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berdiri sejak tahun 1976. Tahun 1995, PT Timah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek London. Pada tahun 2011, PT Timah merupakan penghasil timah terbesar ketiga di dunia dan merupakan penghasil timah nomor satu di Indonesia.

PT Timah bergerak di bidang pertambangan timah terintegrasi. Produk utama yang dihasilkan adalah logam timah dan turunannya, seperti timah solder dan timah kimia. Timah juga memproduksi batubara, dan memberikan jasa eksplorasi serta konstruksi.

PT Timah memiliki 117 Izin Usaha Pertambangan (IUP) timah di lepas pantai (offshore) maupun di darat (onshore). IUP akan jatuh tempo antara tahun 2012 dan tahun 2027. Luas lahan eksplorasi per Juni 2012 adalah 512.764 hektar dengan cadangan terbukti dan tereka sebesar 345.600 ton.

Pada tahun 2011, produksi timah dari pertambangan darat (onshore) mencapi 19 ribu ton, atau setara dengan 51% dari total produksi tahun 2011. Dimasa mendatang, Perusahaan akan lebih mengoptimalkan produksi dari tambang offshore. Pada tahun 2012, ditargetkan produksi dari ofshore akan berkontribusi sebesar 65%.

Hal ini dikarenakan penambangan offshore yang lebih potensial karena cadangan timah yang melimpah di laut dan permasalahan lingkungan yang lebih sedikit dibandingkan penambangan darat.

PT Timah mengoperasikan 2 unit pusat peleburan bijih timah di Bangka dan Kepulauan Riau, dengan total tanur peleburan sebanyak 12 unit. Kapasitas produksi keduanya 60 ribu metrik ton per tahun.

PT Timah menjual logam timah dengan lima merek dagang, yaitu Banka Tln, Mentok Tln, Kundur Tln, Banka Low Lead, dan Bank Four Nine. Semua timah yang diproduksi berkadar di atas 99%.

Selain timah, Perusahaan memiliki IUP eksploitasi aspal seluas 50 hektar, nikel seluas 300 hektar, dan bijih besi seluas 283 hektar. Ketiga IUP tersebut jatuh tempo antara tahun 2012 dan 2026. Selain itu, Perusahaan juga memiliki Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) seluas 9.721 hektar selama 30 tahun.

Setiap IUP dan PKP2B yang dimiliki Perusahaan diharuskan membayar royalti dan iuran tetap kepada pemerintah. Royalti terbesar terdapat pada komoditas batubara, yaitu sebesar 13.5% dari batubara yang diproduksi.

Walaupun memiliki IUP aspal, nikel, dan bijih besi, ketiganya tidak berkontribusi terhadap pendapatan Timah. Pendapatan Perusahaan sebesar 89% berasal dari penjualan timah dan produk turunannya, sementara sisanya berasal dari penjualan batubara, jasa eksplorasi, dan jasa konstruksi.

Sekitar 75% dari penjualan timah merupakan pemenuhan atas komitmen PT Timah kepada konsumen sesuai kontrak, dengan harga jual yang disepakati di awal kontrak. Sedangkan sisanya dijual secara spot berdasarkan harga yang berlaku di pasar per tanggal transaksi.

Sejumlah 97% produksi timah Perusahaan diekspor ke negara-negara di benua Asia, Eropa, dan Amerika. Penjualan ke Asia merupakan yang terbesar, yaitu 58%. Sedangkan China dan Jepang merupakan tujuan ekspor utama PT Timah.

tabel-TINS

FINANCIAL HIGHLIGHT
Pada semester I 2012, kinerja pendapatan dan laba PT Timah menurun signifikan. Pendapatan turun 14,5% menjadi Rp 4,13 triliun, utamanya disebabkan oleh penurunan harga jual logam timah sebesar 23,6%. Selain itu, volume penjualan juga menurun sebesar 2,3%.

Meskipun PT Timah telah menekan biaya pokok sebesar 6,7%, Perusahaan tetap tidak mampu menahan laju penurunan laba. Di semester I 2012, semua laba turun lebih dari 30%.

Laba kotor semester I 2012 turun sebesar 37% secara tahunan menjadi Rp 789,7 miliar. Laba bersih turun lebih tajam sebesar 51,3% akibat adanya pengakuan kerugian yang terjadi pada entitas asosiasi, Koba Tin.

Laba PT Timah bergerak fluktuatif. Laba bersih tahun 2008 dan 2009 dalam tren menurun, naik signifikan hingga 200% ditahun 2010, namun turun lagi ditahun 2011. Laba kembali menurun secara keseluruhan pada semester I 2012 dibanding periode yang sama tahun lalu.

Rata-rata margin turun lebih dari 600 basis poin disemester I 2012. Margin kotor turun 681 basis poin menjadi 19,1%. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan pencapaian margin kotor sebesar 47,8% pada tahun 2011.

Tingkat imbal hasil bagi pemegang saham yang tercermin pada Return on Equity (ROE) turun 818 basis poin menjadi 7,5%. Sementara, banyaknya aset yang belum produktif, seperti tambang aspal, nikel, dan bijih besi membuat produktivitas aset yang tercermin pada Return on Aset (ROA) turun sebesar 534 basis poin.

Rasio kas PT Timah semester I 2012 secara tahunan turun sebesar 19 basis poin menjadi 0,39 kali. Penyebabnya adalah posisi kas PT Timah turun sebesar 42,8% menjadi Rp 552,4 miliar.

Rasio penggunaan utang PT Timah tergolong rendah, sejak tahun 2009 hingga semester I 2012 selalu berada di level 0,4 kali. Rasio penggunaan utang semester I 2012 turun 4 basis poin menjadi 0,44 kali.

Rasio penggunaan utang berbunga PT Timah juga tergolong rendah per Juni 2012 meski naik 11 basis poin menjadi 0,14 kali. Naiknya rasio penggunaan utang berbunga disebabkan oleh utang bank jangka pendek yang meningkat hingga 470%.

Besarnya kas yang dikeluarkan untuk perolehan aset tetap dan pembayaran utang bank menyebabkan PT Timah mengalami defisit arus kas pada semester I 2012 sebesar Rp 98,5 miliar. PT Timah selalu beroperasi dengan modal kerja yang positif.

INVESTMENT HIGHLIGHT

1. The Biggest Tin Exporter in The World
PT Timah merupakan produsen timah terbesar ketiga sekaligus eksportir nomor satu di dunia. Dengan posisi ini, PT Timah memiliki kekuatan untuk menentukan harga timah dunia.

Saat harga timah menurun, PT Timah dapat menahan ekspor untuk mengurangi suplai dan persediaan timah dunia. Dengan begitu, harga bisa kembali naik dan hal ini terbukit berhasil.

Pada kuartal IV tahun 2011, PT Timah menghentikan kegiatan ekspor, dan hasilnya adalah harga di awal tahun 2012 berhasil naik kembali, walaupun hanya bertahan hingga beberapa bulan.

2. Koba Tin Acquiring Will Increase Timah’s Production
PT Timah berencana mengakuisisi 75% saham Kobatin, meski saat ini Timah sudah memiliki 25% saham Kobatin. Dengan akuisisi ini, PT Timah  dapat meningkatkan produksi timah dan kembali menjadi produsen terbesar kedua di dunia, setelah pada tahun 2011 tergeser posisinya oleh Malaysia Smelting Corporation.

Selain itu, dengan meningkatnya produksi timah, Perusahaan mendapat peluang yang lebih besar untuk meraup laba tambahan dari penjualan logam timah secara spot ke pasar global ketika harga sedang tinggi. Tingginya harga timah sering terlewatkan oleh Perusahaan untuk menghasilkan pendapatan, karena rendahnya produksi bijih timah dan persediaan Perusahaan

3. New Bucket Wheel Dredge (BWD) Will Produce More Tins
PT Timah sedang memodifikasi teknologi kapal keruk jenis Bucket Wheel Dredge (BWD) agar dapat melakukan pengerukan lebih dalam dibanding Bucket Line Dredge (BLD), sehingga timah yang ditambang bisa lebih banyak. Hal ini akan mendukung rencana Perusahaan dalam meningkatkan kapasitas produksi lepas pantai.

Pada tahun 2012, produksi tambang offshore ditargetkan berkontribusi sebesar 65%, naik dari kontribusi tahun 2011 sebesar 41%. Penambangan offshore lebih potensial karena cadangan timah yang melimpah di laut dan permasalahan lingkungan yang lebih sedikit dibandingkan penambangan darat.

4. Offers Attractive Dividend Yield
PT Timah memiliki kebijakan untuk membagikan dividen sebesar 30% dari laba bersih. Bahkan sejak tahun 2009-2011, dividen yang dibagikan selalu 50% dari laba bersih. Sedangkan dividen yield Perusahaan tahun 2011 mencapai 5,3%, rata-rata emiten penambang logam memiliki dividen yield 4,5%.

INVESTMENT RISK

1. Commodity Price Risk
Harga komoditas sangat tidak stabil seiring dengan perubahaan permintaan dan penawaran akibat krisis global. Saat ini PT Timah menghadapi risiko yang tinggi terhadap fluktuasi harga timah dan batubara secara signifikan.

Berdasarkan data Bloomberg, harga rata-rata timah kuartal III tahun 2012 telah turun sebesar 24,3% dibanding kuartal III tahun 2011. Sedangkan harga rata-rata batubara turun 19,6%.

Walaupun basis pelanggan terdiversifikasi dan tidak tergantung pada satu negara saja, pendapatan Perusahaan akan tetap terpengaruh oleh dampak negatif dari penurunan harga komoditas.

2. Risk to Government Regulation
PT Timah menghadapi peraturan yang tumpang tindih, sehingga timbul ketidakjelasan atas aturan tersebut, seperti UU No 4 tahun 2009 tentang kuasa pertambangan yang tetap berlaku meski telah terbit aturan baru, yaitu PP No 22 dan No 23 tahun 2010 tentang Izin Usaha Pertambangan.

Selain itu, Peraturan Daerah Provinsi Bangka Belitung No 6 tahun 2011 tentang penambangan menjadikan permohonan Surat Izin Usaha Jasa Pertambangan (SIUJP) lebih ketat dan selektif.

3. Illegal Mining May Hurt Industry
Situasi industri pertimahan di Indonesia diwarnai oleh praktik penambangan liar dan perdagangan gelap. Akibatnya banyak logam timah berkadar rendah Indonesia yang diekspor ke luar negeri, terutama ke Malaysia dan Thailand.

Logam timah ilegal ini tidak tercatat sebagai logam timah produksi Indonesia. Berdasarkan estimasi International Tin Research Institute, pada tahun 2011 terdapat 52 ribu ton bijih timah dari Indonesia tidak dilaporkan secara resmi. Situasi ini memberi banyak kerugian bagi Indonesia.

Pertama, pangsa pasar Indonesia menjadi tampak lebih kecil. Kedua, tidak terkontrolnya perdagangan gelap membuat komoditas timah mengalami kelebihan stok, sehingga harga timah turun, dan dampaknya akan dirasakan oleh produsen lain.

4. Foreign Exchange Risk
Lebih dari 95% pendapatan PT Timah dibayarkan dengan mata uang asing. Sementara itu, biaya operasional dibayar menggunakan mata uang rupiah. Oleh karena itu, Perusahaan menghadapi risiko fluktuasi nilai tukar, terutama rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

5. Weather Cycle Risk
Kegiatan penambangan PT Timah, khususnya di laut sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim. Kondisi cuaca yang ekstrim dapat menurunkan kemampuan kapal-kapal Perusahaan untuk berproduksi sesuai dengan kapasitasnya. Cuaca buruk di laut dan ombak yang tinggi dapat menjadi hambatan bagi kapal Perusahaan untuk beroperasi.

6. Fluctuated Financial Performance
Kinerja keuangan PT Timah tercatat sangat fluktuatif dalam periode 2007-2011. Pendapatan tahun 2009 menurun, tahun 2010-2011 berhasil naik, namun kenaikannya hanya moderat sebesar 8,16% dan 4,9%. Laba bersih tahun 2008 turun 24,8% dan tahun 2009 turun lebih tajam sebesar 76,6%. Kemudian tahun 2010 naik signifikan lebih dari 200% dan turun kembali di tahun 2011.

7. Profitability Challenge
Meski memiliki IUP atas tambang aspal, nikel, dan bijih besi, pendapatan PT Timah hanya berasal dari timah dan batubara. Ketiga komoditas tersebut hanya memperbesar beban penyusutan dan amortisasi, serta beban pemeliharaan.

Akibatnya laba yang dihasilkan oleh PT Timah menjadi lebih rendah. Seiring dengan fluktuasi kinerja pendapatan dan laba, tingkat profitabilitas PT Timah juga berfluktuasi dalam lima tahun terakhir.

Margin kotor tahun 2007 mencapai 37,2%, namun di semester I 2012 hanya sebesar 19,1%. Begitupula dengan tingkat imbal hasil bagi pemegang saham atau Return on Equity, tahun 2007 sebesar 53,1%, namun semester I 2012 hanya sebesar 7,5%.(*/berbagai sumber, diolah duniaindustri.com)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top