PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) merupakan perusahaan konglomerasi telekomunikasi terbesar di Indonesia dengan jumlah pelanggan, pendapatan dan kapitalisasi pasar terbesar di industri. Telkom memiliki 129,8 juta pelanggan di Indonesia, pendapatan senilai Rp 71 triliun pada 2011, dan kapitalisasi pasar mencapai Rp 180 triliun.
Telco Industry Outlook
Tren industri telekomunikasi Indonesia saat ini lebih didominasi oleh layanan telepon seluler. Sejalan dengan tren yang berkembang di dunia, saat ini industri seluler Indonesia mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding telepon tidak bergerak (fixed line). Hal ini salah satunya dikarenakan teknologi telepon seluler memiliki cakupan yang lebih luas, serta waktu yang lebih singkat untuk membangun infrastruktur yang diperlukan.
Pasar seluler Indonesia merupakan yang terbesar ketiga di dunia, setelah China dan India berdasarkan jumlah pelanggan komunikasi seluler. Per 31 Desember 2010, jumlah kartu SIM yang beredar di Indonesia diperkirakan mencapai 236,7 juta kartu, atau setara dengan 97,3% penetrasi jumlah penduduk Indonesia, meski jumlah pengguna telepon seluler baru 57,9% dari jumlah penduduk.
Pengguna kartu SIM yang besar jumlahnya, kemudian peluang penggunaan telepon seluler yang lebih besar kedepannya menjadi pasar prospektif bagi operator seluler, seperti Telkom. Saat ini tercatat terdapat 11 operator baik GSM maupun CDMA yang beroperasi di pasar Indonesia. Jumlah tersebut lebih besar dibanding dengan pasar lain di Asia, kecuali India.
Banyaknya pemain menyebabkan ketatnya persaingan dalam industri. Pendapatan rata-rata per pengguna (Average Revenue Per User-ARPU) industri seluler Indonesia terus mengalami penurunan. ARPU menurun dari US$ 4,65 pada 2008 menjadi US$ 3,88 pada 2010 akibat perang tarif dalam layanan suara maupun sms akibat ketatnya persaingan.
Mengatasi persaingan yang ketat, industri seluler berusaha mencari sumber pendapatan baru, salah satunya dari layanan data seluler. Selama periode 2008-2010 pendapatan layanan data seluler mencatat pertumbuhan 16,8% compounded annual growth rate (CAGR), jauh lebih tinggi dari pertumbuhan layanan suara seluler yang sebesar 7,8%.
Telekomunikasi Indonesia’s Business Model
Telkom merupakan konglomerasi telekomunikasi karena luasnya cakupan bisnis yang dimiliki. Berdasarkan kegiatan bisnis, Telkom memiliki lima bisnis utama yakni telepon (mencakup telepon tidak bergerak dan telepon seluler), internet dan data, interkoneksi, jaringan, serta jasa telekomunikasi lainnya.
Telkom yang memulai bisnisnya dari segmen telepon tidak bergerak, berada dalam posisi monopolistik dengan tidak adanya pemain lain yang lebih dominan dalam industri. Namun, tren penggunaan telepon tetap (fixed line) relatif menurun karena terus meningkatnya preferensi penggunaan teknologi seluler untuk komunikasi.
Bisnis layanan seluler Telkom dilakukan melalui anak usaha, Telkomsel yang juga merupakan operator seluler terbesar di Indonesia. Telkomsel pada 2011 memiliki 107 juta pelanggan, setara dengan 42,9% total pelanggan seluler Indonesia. Jumlah ini lebih dari dua kali lipat pesaing terdekatnya, PT Indosat (ISAT) dengan penguasaan pangsa pasar 20,7%.
Segmen internet dan data merupakan segmen yang memberikan kontribusi pendapatan yang semakin besar. Tahun 2012 Telkom menargetkan pendapatan dari segmen data dapat mengkontribusikan 20%-25% pendapatan Telkom tahun ini meningkat dari 15% pada 2011.
Selain segmen telepon, serta segmen internet dan data, Telkom juga menawarkan jasa interkoneksi, baik untuk domestik, transit, maupun internaisonal. Telkom juga menyewakan jaringan, seperti jaringan sirkit dan menyewakan transporder satelit.
Pada jasa telekomunikasi lainnya, Telkom menawarkan customer premise equipment dan terminal, menawarkan TV berbayar, dan melakukan penjualan modem.
Telkom merupakan salah satu dari dua operator telekomunikasi yang mengoperasikan satelit sendiri, sehingga menjadi keunggulan tersendiri bagi Telkom dibanding operator lain yang harus menyewa transponder satelit untuk kebutuhan operasional.
Financial Highlight
Pertumbuhan pendapatan Telkom sebesar 3,7% compounded annual growth rate (CAGR) selama periode 2007-2011. Pendapatan senilai Rp 71,25 triliun pada 2011. Pendapatan perusahaan terbesar berasal dari segmen telepon dan data internet yang memberikan kontribusi pendapatan masing-masing sebesar Rp 40,22 triiun dan Rp 23,92 triliun. Kontribusi kedua segmen ini mencapai 90% terhadap pendapatan total Telkom pada 2011.
Pendapatan telepon mencatat pertumbuhan sebesar 4% per tahun CAGR 2007-2011. Sedangkan segmen data dan internet mencatat pertumbuhan 10% per tahun CAGR selama periode yang sama.
Selama tahun 2007-2011 segmen telepon, jaringan, dan jasa telekomunikasi lainnya relatif tidak terlalu banyak berubah besaran kontribusinya terhadap total pendapatan Telkom.
Hanya segmen data & internet yang mengalami peningkatan kontribusi cukup signifikan selama periode ini. Kontribusi segmen data & internet meningkat dari hanya sebesar 10% pada 2007 menjadi 34% pada 2011. Meningkatnya kontribusi segmen data & internet ditopang oleh penurunan tarif layanan internet dan data serta penggunaan internet dan data yang lebih luas di masyarakat.
Sementara itu, kontribusi pendapatan interkoneksi mengalami penurunan cukup signifikan dari 20% pada 2007 menjadi 5% pada 2011. Penurunan salah satunya dikarenakan oleh meningkatnya persaingan antar operator seluler.
Meningkatnya persaingan akhirnya mengakibatkan terjadinya tren penurunan pada laba bersih Telkom. Laba bersih Telkom turun dari Rp 12,86 triliun pada 2007 menjadi Rp 10,97 triliun pada 2011.
Profitabilitas Telkom terus menurun. Margin EBITDA terus mengalami penurunan dari 64,09% pada 2007 menjadi 51,31% pada 2011, meski margin Telkom masih merupakan yang tertinggi. Hal yang sama juga dialami pesaing Telkom. Indosat (ISAT) mengalami penurunan margin EBITDA dari 52,11% pada 2007 menjadi 45,65% pada 2011. Sementara margin EBITDA XL Axiata (EXCL) turun dari 53,64% menjadi 49,15% pada periode waktu yang sama.
Sebagai pemain terbesar di industrinya, Telkom memiliki daya tawar (bargaining power) yang tinggi. Karena daya tawar yang tinggi, Telkom dapat beroperasi dengan modal kerja negatif. Telkom dapat melakukan utang usaha untuk mendukung kegiatan operasi, meski penerimaan piutang dari pelanggan terjadi dengan periode waktu yang lebih singkat.
Telkom juga memiliki arus kas yang sehat. Arus kas operasi tercatat positif dan mengalami peningkatan. Sementara arus kas investasi tercatat negatif, menunjukkan Telkom masih tetap aktif untuk berekspansi.
Investment Highlight
1. Market Leader, Wide Coverage Infrastructure
Telkom sebagai pionir industri telekomunikasi Indonesia memiliki keunggulan infrastruktur telekomunikasi dengan cakupan yang luas untuk menjangkau pelanggan, menjadikan Telkom pemimpin pasar telekomunikasi hingga saat ini.
Saat ini Telkom memiliki jaringan infrastruktur telekomunikasi terluas untuk base transceiver station (BTS), jaringan telepon tidak bergerak (fixed line), sampai dengan satelit.
Karena infrastruktur yang memadai, jumlah pelanggan seluler Telkom saat ini adalah yang terbesar, yakni mencapai 129 juta pelanggan, lebih dari dua kali jumlah pelanggan kompetitor terdekat, Indosat.
2. Strong Bargaining Power
Telkom sebagai pemain terbesar di indusri telekomunikasi memiliki daya tawar yang besar terhadap pihak lain yang berhubungan dengan bisnis perusahaan. Hal ini tampak dari modal kerja negatif perusahaan. Karena kebutuhan barang modal telekomunikasi yang besar dari Telkom, perusahaan dapat menegosiasikan harga lebih murah dari pemasok.
Sebagai penyedia jasa layanan telekomunikasi yang memiliki infrastruktur paling luas dan lengkap, Telkom juga dapat menjual jasa dengan harga yang lebih tinggi, ditengah persaingan ketat dalam industri. Karena posisi ini, Telkom masih memimpin profitabilitas perusahaan telekomunikasi di Indonesia.
3. Healthy Financial Position
Meski terdapat tren penurunan kinerja, Telkom masih memiliki posisi keuangan yang solid, sementara pemain-pemain baru, terutama operator CDMA seperti Smart Fren dan Bakrie Telecom harus mencatatkan kerugian bersih pada kuartal I 2012.
Tantangan kinerja keuangan tidak hanya dialami pemain kecil, Indosat, pesaing terdekat Telkom juga mengalami penurunan laba bersih 96,5% menjadi Rp 16,7 miliar akibat kerugian kurs pada kuartal I 2012.
Dengan kinerja keuangan yang lebih kuat dibanding pesaing, kesempatan Telkom untuk bertahan dalam ketatnya persaingan industri ini lebih besar, bahkan terbuka kesempatan Telkom untuk melakukan akuisisi atas kompetitor yang lebih lemah.
4. Attractive Dividend Yield
Telkom merupakan salah satu BUMN paling produktif, sering diandalkan pemerintah untuk turut memberikan kontribusi pendapatan bagi anggaran negara melalui dividen. Dividen yield Telkom selama 12 bulan terakhir rata-rata mencapai 4,22%.
Investment Risks
1. Tight Competition May Disadvantage Profitability
Pasar seluler Indonesia merupakan salah satu pasar dimana persaingannya adalah yang paling ketat di Asia, bahkan dunia. Saat ini terdapat lebih dari 11 operator seluler baik GSM maupun CDMA yang beroperasi.
Didukung oleh modal yang kuat dari investor asing seperti Timur Tengah, Hongkong, Malaysia, Singapura, operator-operator seluler tidak hanya bersaing melakukan investasi namun juga dalam hal harga dan promosi.
Persaingan yang ketat kemudian berpengaruh terhadap profitabilitas Telkom. Margin EBITDA sejak 2007 hingga 2011 terus menunjukkan tren penurunan, bahkan jarak margin EBITDA Telkom dengan pemain lain semakin sempit.
2. Wide Businesses Diversification Could be a Risk
Cakupan bisnis Telkom yang luas selain dapat menjadi satu keuntungan bagi perusahaan, juga dapat menjadi risiko tersendiri. Dengan cakupan bisnis yang luas, manajemen tidak dapat fokus untuk menghadapi persaingan yang ketat di salah satu lini bisnis sebab terdapat bisnis lain yang harus diperhatikan. Hal ini berpotensi menggerus keunggulan kompetitif perusahaan, sehingga kompetitor dapat menggunakan kesempatan ini untuk merebut pelanggan.
3. Fast Technology Changes as Opportunity and Threat
Perubahan teknologi yang sangat cepat dalam industri telekomunikasi dapat menjaid peluang bagi perusahaan telko, dan sekaligus dapat menjadi ancaman pada waktu yang bersamaan.
Dunia teknologi inforamasi sekarang ini banyak dikejutkan dengan penemuan-penemuan baru yang datang dari pemain kecil yang mampu mengubah peta persaingan dalam industri secara drastis. Kemampuan Telkom untuk melakukan inovasi yang memenuhi permintaan pasar menjadi faktor penentu pertumbuhan dan eksistensi Telkom dalam jangka panjang.
4. Foreign Exchange Risk
Sifat industri yang banyak melibatkan penggunaan mata uang asing baik untuk keperluan utang maupun piutang menyebabkan fluktuasi kurs berpotensi mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan sebagaimana yang dialami Indosat. Semakin berfluktuasi kurs Rupiah terhadap mata uang asing, maka semakin sensitif kinerja laba bersih perusahaan-perusahaan telko, seperti Telkom.(*/berbagai sumber diolah duniaindustri.com)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: