Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) adalah bank beraset senilai Rp 52 triliun, atau terbesar ke-15 di Indonesia menurut total aset. Bank yang masuk dalam kategori non devisa ini fokus pada pinjaman pensiunan dan kredit mikro, dengan persentase masing-masing sebesar 70:30. Texas Pacific Group saat ini memiliki 58% saham BTPN.
BANKING INDUSTRI OUTLOOK
Industri kredit perbankan di Indonesia tumbuh hampir 30% dalam periode empat tahun terakhir secara compounded annual growth rate (CAGR) 2007–2011. Penyaluran kredit oleh perbankan di Indonesia senilai Rp 2.200 triliun pada akhir 2011.
Pertumbuhan penyaluran kredit diiringi dengan menurunnya kredit macet (non performing loan/NPL) perbankan, menunjukkan manajemen risiko perbankan Indonesia yang solid dalam penyaluran kredit.
Pada sumber pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan juga terus meningkat. Dana pihak ketiga tumbuh sebesar 22% secara CAGR pada tahun 2007–2011. Pertumbuhan DPK tersebut terdiri dari DPK berdenominasi rupiah dan valas yang masing-masing tumbuh sebesar 23% dan 19%.
Pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan selama empat tahun terakhir didukung oleh pertumbuhan dana murah. Komposisi current account saving account (CASA) terhadap dana pihak ketiga menjadi sebesar 56% pada tahun 2011, atau lebih tinggi dibandingkan periode tahun 2007. Kenaikan komposisi dana murah tersebut menjaga rasio CASA perbankan Indonesia stabil pada level 55%.
Bank BTPN berada pada urutan kelima belas menurut total aset. Pada semester I-2012, Bank BTPN memiliki aset senilai Rp 52 triliun, dengan penyaluran kredit senilai Rp 34,4 triliun, dan total dana pihak ketiga yang dihimpun senilai Rp 40 triliun.
BANK BTPN’s BUSINESS MODEL
Bank BTPN membagi model bisnis menjadi 4 segmen, yaitu: bisnis pensiun, bisnis mikro, bisnis syariah, dan bisnis pendanaan. Dalam mensinergikan keempat unit bisnis tersebut, Bank BTPN meluncurkan program “Daya”.
Program Daya Bank BTPN terbagi menjadi tiga, yaitu: Daya Sehat Sejahtera (informasi & layanan kesehatan), Daya Tumbuh Usaha (informasi usaha & modul pelatihan usaha), dan Daya Tumbuh Komunitas (diperuntukkan bagi nasabah kredit syariah).
1. Pension Business
Bisnis pensiun yaitu bisnis yang telah dimulai sejak 54 tahun lalu dan merupakan segmen bisnis utama Bank BTPN. Dalam segmen bisnis ini, Bank BTPN menjalin kemitraan dengan organisasi pengelolaan pensiunan, seperti: Taspen (Persero), Pos Indonesia, dan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui kerjasama pembayaran manfaat pensiun bagi pegawai negeri sipil (PNS), warga sipil, TNI, dan Polri.
Melalui layanan pembayaran manfaat pensiun, Bank BTPN menawarkan produk pinjaman kepada nasabah pensiunan, dimana angsurannya dibayar melalui pembayaran manfaat pensiun.
Bank BTPN juga telah memperluas kerjasama pembayaran manfaat pensiun dengan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta perusahaan-perusahaan swasta.
Pada tahun 2011, Bank BTPN meluncurkan Program Pinjaman Pensiun, yaitu pinjaman yang diperuntukkan bagi karyawan yang sedang mempersiapkan masa pensiunnya, dengan nilai kredit berkisar antara Rp 10 juta hingga 200 juta.
2. Micro Business
Unit bisnis mikro Bank BTPN, atau disebut dengan Mitra Usaha Rakyat telah tumbuh menjadi bisnis penting, yaitu berhasil mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 46% menjadi senilai Rp 6,8 triliun pada 2011 dengan melayani lebih dari 200 ribu nasabah.
Rasio NPL segmen bisnis ini berhasil turun sebesar 220 basis poin menjadi 2,8% pada Desember 2011, dibandingkan posisi Desember 2010 yang sebesar 5%. Bisnis mikro Bank BTPN yang baru diluncurkan pada tahun 2009 memiliki kontribusi sebesar 22% terhadap total kredit Bank BTPN pada tahun 2011.
3. Sharia Business
Bisnis syariah dilakukan melalui program Tunas Usaha Rakyat (TUR), yaitu program penyaluran kredit untuk memberdayakan keluarga berpenghasilan rendah. Selama tahun 2011, bisnis syariah mencatatkan pertumbuhan signifikan hingga 404% menjadi senilai Rp 111 miliar.
Unit bisnis syariah Bank BTPN menawarkan solusi finansial dalam bentuk paket kredit masyarakat pedesaan yang memiliki keterbatasan akses layanan perbankan normal. Unit bisnis syariah menyalurkan kredit senilai Rp 1,5 juta, dengan cicilan yang diangsur setiap dua minggu dalam jangka waktu satu tahun.
4. Funding Business
Sumber pendanaan Bank BTPN salah satunya berasal dari pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) dari masyarakat, yang terbagi kedalam tiga kelompok yaitu: sektor ritel, sektor nasabah korporasi (wholesale), dan institusi keuangan/public sektor.
Sektor ritel khusus melayani nasabah individu, sektor wholesale melayani nasabah korporasi dan nasabah high net worth individu (HNI), sedangkan kelompok ketiga melayani nasabah institusi keuangan dan sektor publik.
Pada tahun 2011, total DPK Bank BTPN mencatatkan pertumbuhan sebesar 40% menjadi senilai Rp 35,6 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit yang tumbuh sebesar 30% pada tahun 2011.
FINANCIAL HIGHLIGHT
Pada semester I-2012, Bank BTPN mencatatkan laba bersih senilai Rp 921 miliar, atau tumbuh sebesar 53%, ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 33% dan pendapatan non bunga yang tumbuh hingga 60%.
Penyaluran kredit tumbuh sebesar 29%, atau tumbuh lebih rendah dari dana pihak ketiga yang tumbuh sebesar 36%. Lebih rendahnya pertumbuhan kredit menekan rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio/LDR) Bank BTPN. LDR turun sebesar 500 basis poin menjadi 86% pada semester I 2012.
Rasio kredit macet (non performing loan/ NPL) Bank BTPN turun sebesar 30 basis poin menjadi 0,7%, dipicu oleh penurunan NPL segmen kredit mikro sebesar 160 basis poin menjadi 2,7%. Segmen kredit mikro memiliki kontribusi kedua terbesar setelah segmen utama kredit pensiunan.
Pada semester I 2012, Bank BTPN mencatatkan rasio bunga bersih (net interest margin/NIM) sebesar 12,8%, atau sama dibandingkan periode sebelumnya.
Pertumbuhan pendapatan bunga ditengah naiknya beban bunga menjadi penyebab stagnannya NIM Bank BTPN pada semester I 2012. Sebelumnya pada 2011, NIM Bank BTPN juga turun sebesar 100 basis poin menjadi 13%, dipicu kenaikan beban bunga hingga 37% pada akhir tahun 2011.
Selain itu, tumbuhnya laba bersih menjadikan produktivitas aset (return on asset/ROA) dan imbal hasil pemegang saham (return on equity/ROE) lebih tinggi pada semester I 2012. ROA dan ROE Bank BTPN masing-masing mencatatkan kenaikan sebesar 40 basis poin dan 380 basis poin.
INVESTMENT HIGHLIGHT
1. Pension Loan Still Has Growth
Kredit pensiunan sebagai bisnis utama Bank BTPN masih mencatatkan pertumbuhan. Pada semester I 2012, kredit pensiun Bank BTPN tumbuh sebesar 21% menjadi senilai Rp 25 triliun, atau mencatatkan pertumbuhan sebesar 32% secara CAGR dalam tiga tahun terakhir.
Kontribusi kredit pensiunan sebesar 78%, atau memiliki kontribusi terbesar dari total penyaluran kredit Bank BTPN.
2. Diversification to Micro Lending
Kredit mikro Bank BTPN mencatatkan pertumbuhan sebesar 45% pada semester I 2012, atau tumbuh sebesar 73% secara CAGR dalam tiga tahun terakhir. Komposisi kredit mikro sebesar 22%, atau memiliki kontribusi kedua terbesar setelah kredit pensiunan.
Kebijakan Bank BTPN melakukan diversifikasi terhadap kredit yang memberikan yield tinggi akan meningkatkan pendapatan bunga, selain juga laba bersih yang tertopang karena segmen mikro yang digeluti Bank BTPN memiliki NPL yang menurun.
3. Increase in Asset Quality
Rasio kredit macet (non performing loan/NPL) Bank BTPN sebesar 0,7% pada semester I 2012, atau turun sebesar 30 basis poin dari periode sama tahun sebelumnya. Penurunan NPL kredit ditopang oleh kemampuan Bank BTPN menjaga NPL kredit mikro, yaitu kredit yang memiliki risiko default lebih tinggi seiring dengan karakternya yang menawarkan bunga tinggi.
Penurunan NPL kredit mikro dan stagnanya NPL kredit pensiunan telah meningkatkan aset produktif Bank BTN, sehingga Perusahaan mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 31% pada semester I 2012.
Selain itu, meningkatnya kualitas aset menurunkan dana pencadangan kredit. Pada semester I 2012, dana pencadangan Bank BTPN senilai Rp 225 miliar, lebih rendah dibandingkan akhir tahun 2011 yang senilai Rp 440 miliar.
4. Ability to Raise Third Party Fund
Bank BTPN memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menghimpun dana pihak ketiga, salah satu sumber pendanaan mayor yang dapat disalurkan sebagai kredit. Pada semester I 2012, total DPK Bank BTPN tumbuh sebesar 35,6% menjadi senilai Rp 40 triliun.
Kenaikan dana pihak ketiga Bank BTPN berasal dari produk Tabungan Setara Deposito (TASETO) dan Tabungan Citra Pensiun. Dana yang dihimpun dari kedua produk masing-masing naik sebesar 74% dan 100% pada semester I 2012.
INVESTMENT RISK
1. CASA Ratio Increases, but Interest Expense is More Expensive
Walaupun Bank BTPN mencatatkan kenaikan rasio CASA pada semester I 2012, namun beban bunga Perusahaan juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh produk Tabungan Setara Deposito (TASETO) yang meski masuk dalam kategori tabungan dalam perhitungan CASA, tingkat bunga yang dibayarkan oleh Bank BTPN kepada nasabah setara dengan bunga deposito. Dengan tidak memperhitungan dana pihak ketiga dari TASETO, sebenarnya Bank BTPN memiliki rasio CASA yang lebih rendah. Pada semester I 2012, Bank BTPN memiliki rasio CASA sebesar 19%, atau naik 400 basis poin dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
2. Slower Lending Growth
Tingginya pertumbuhan total DPK Bank BTPN diikuti dengan pertumbuhan penyaluran kredit yang masih lebih rendah. Hal ini menjadi risiko profitabilitas bagi Bank BTPN yang sumber pendanaan didominasi oleh dana mahal.
3. Competition in Micro Lending
Kredit mikro adalah segmen kredit yang baru dimiliki oleh Bank BTPN. Bank BTPN akan menghadapi persaingan yang ketat dengan segmen kredit mikro bank lainnya, seperti Bank Mandiri, Bank BRI, maupun Bank BNI untuk meraih pertumbuhan kredit yang seagresif tiga tahun terakhir.
4. Interest Rate Risk
Sebagaimana bank pada umumnya, permintaan kredit serta tingkat bunga yang dibayarkan untuk dana pihak ketiga yang dihimpun akan dipengaruhi oleh perubahan suku bunga acuan Bank Indonesia. Per bulan Agustus, Bank BTPN masih dapat menyalurkan kredit kredit ritel dan kredit konsumer (non KPR) dengan tingkat bunga tinggi, masing-masing sebesar 17,43% dan 18,07%. Suku bunga kredit tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan Bank Mandiri dan Bank BRI yang masing-masing maksimal hanya sebesar 12% per tahun.
5. Valuation Above Industry
Bank BTPN memiliki valuasi saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan sejumlah saham perbankan lainnya.
Pada semester I-2012, Bank BTPN memiliki rasio harga saham terhadap ekuitas (price to earning/ PE ratio) sebesar 4,3 kali, jauh diatas rata-rata industri sebesar 2,2 kali. Sementara itu, valuasi menggunakan rasio harga terhadap nilai buku (price to book value/ PBV) tercatat sebesar 16 kali untuk Bank BTPN, juga berada di atas rata-rata industri yang hanya 12 kali.(*/berbagai sumber, disarikan oleh duniaindustri.com)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: