Duniaindustri (Agustus 2012) — Pemerintah akan mengalokasikan dana yang bersumber dari Anggaran Pembangan dan Belanja Negara (APBN) 2013 untuk pembangunan 3 kilang pengolahan bahan bakar minyak berkapasitas 300.000 barel per hari. Kebutuhan dana pembangunan kilang dan sekaligus petrokimia diperkirakan mencapai Rp 90 triliun.
Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Legowo usai sidang kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Pertamina, Jakarta, Selasa mengatakan, pihaknya akan meminta persetujuan DPR untuk pengalokasian dana APBN tersebut.
Dana APBN 2013 tersebut akan digunakan untuk studi kelayakan proyek kilang yang akan dibangun sendiri pemerintah. Kebutuhan dana studi kelayakan kilang pemerintah tersebut maksimal sebesar Rp1 triliun.
Proyek kilang itu bersifat tahun jamak atau memakai dana APBN hingga operasi yang ditargetkan pada 2019.
Evita menambahkan, pembangunan kilang oleh pemerintah tersebut paralel dengan rencana PT Pertamina (Persero) membangun dua kilang baru bekerja sama dengan Saudi Aramco dan Kuwait Petroleum berkapasitas masing-masing 300.000 barel per hari.
“Kami rencanakan membangun tiga kilang dengan total kapasitas 900.000 barel per hari untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional,” ujarnya.
Untuk lokasi ketiga kilang itu, menurut Evita, tengah dipertimbangkan di Sumatera, Jatim, dan Kalimantan. Pertimbangan lokasi kilang antara lain ketersediaan tanah minimal 500 ha yang sudah tidak bermasalah dan kemudahan akses bahan baku dan produk masuk serta keluar. Menurut dia, setelah proyek selesai, kilang akan dioperasikan Pertamina.
Perusahaan-perusahaan raksasa petrokimia global mengincar Indonesia sebagai target investasi di tahun ini. Kabar gembira ini muncul dari ketertarikan enam perusahaan petrokimia asing yang berminat membenamkan investasi di Indonesia.
Enam perusahaan raksasa petrokimia itu adalah Chinese Petroleum Corp (perusahaan minyak dan gas bumi Taiwan), Dow Chemicals (Amerika Serikat), Saudi Basic Industries Corporation (Sabic), Arabian American Oil Company (Aramco), Kuwait Petroleum Corporation, dan Lotte Group (Korea Selatan).
Chinese Petroleum Corp berencana membangun kompleks petrokimia dan merelokasi kilang minyak berkapasitas 100.000-200.000 barel per hari ke Kalimantan dengan perkiraan investasi senilai US$ 2,8 miliar. Selain itu, perusahaan tersebut berencana membangun unit pemrosesan nafta berkapasitas 730.000 ton etilena per tahun.
Sedangkan Kuwait Petroleum Corporation (KPC) menggandeng PT Pertamina (persero) untuk menggarap proyek kilang Balongan senilai US$ 8-9 miliar dengan kapasitas produksi minyak mentah mencapai 300.000 barel per hari.
Aramco berniat menjalin kerja sama dengan PT Chandra Asri Petrochemicals Tbk untuk menggarap megaproyek pembangunan kilang nafta (naphta craker) di Banten, Indonesia.
Dow Chemicals juga merencanakan ekspansi di Indonesia senilai US$ 500 juta di sektor petrokimia.
Lotte Group, kelompok bisnis terkemuka di Korea Selatan, juga siap menanamkan investasi sebesar US$ 5 miliar untuk membangun pabrik petrokimia dan plastik di Banten atau Tuban. Saudi Basic Industries Corporation sedang mempertimbangkan investasi petrokimia di Indonesia.
Survei dan kajian Business Monitoring International (BMI) melaporkan Indonesia kini menjadi tujuan investasi petrokimia yang menarik bagi investor, karena tingkat impor nafta yang tinggi dan pesatnya sektor petrokimia hilir.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Investasi Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Budi Susanto Sadiman mengatakan, Indonesia memang membutuhkan tiga kilang minyak baru lagi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan itu untuk mengatasi defisit pasokan nafta di Indonesia yang masih harus dipasok impor.
Menurut catatan Inaplas, pada 2010 nilai impor bahan baku seperti nafta diperkirakan mencapai US$ 1,66 miliar, naik dari US$ 1,02 miliar pada tahun 2009. Saat ini, kapasitas terpasang yang telah ada untuk kilang minyak nasional hanya sebesar 1 juta barel per tahun. Adapun kapasitas terpasang olefin yang menghasilkan etilena dan propilena sebagai bahan baku industri plastik sebesar 600.000 ton per tahun.
Indonesia ditargetkan memiliki 3 kilang minyak baru masing-masing berkapasitas 300.000 barel per hari. Kilang minyak ini akan terintegrasi dengan new olefin centre berkapasitas 1 juta ton per tahun dan new aromatic centre 500.000 ton per tahun.
Sekjen Inaplas Fajar AD Budiyono mengatakan, untuk jangka pendek, kerjasama Pertamina dengan Kuwait di Balongan, diharapkan pada 2011-2012 sudah mulai konstruksi. “Pada tahap II di Tuban dan tahap III di Banten, baik di Tuban dan Banten ini berbarengan,” kata Fajar.
Pemerintah mendorong percepatan pembangunan fasilitas pembangunan kilang minyak atau refinery. Menurut Dirjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto, percepatan ini untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku petrokimia.
Rencananya pembangunan refinery baru ini akan berlokasi di Jawa Timur, Banten, dan Jawa Barat. Untuk pembangunan refinery baru ini membutuhkan investasi sebesar US$ 8 miliar. Program yang akan dimulai tahun ini ditargetkan bisa selesai pada 2014.
Industri petrokimia adalah industri strategis yang menjadi tulang punggung industri hilir seperti tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik, pestisida dan lain-lain.(Tim redaksi/03)