Duniaindustri.com (November) – Nilai impor mesin listrik dan peralatan listrik pada tahun ini diperkirakan mencapai US$ 500 juta, sekitar 17,2% dari total pasar lokal US$ 2,9 miliar, menurut data duniaindustri.com yang diperoleh dari Kementerian Perindustrian. Pasar dalam negeri masih didominasi produk mesin listrik dan peralatan listrik impor dari sejumlah negara, terutama China, Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.
Mesin listrik dan peralatan listrik dibutuhkan untuk mendukung pembangunan pembangkit listrik dan sistem transmisi distribusi di dalam negeri, meskipun terdapat bahan-bahan dan komponen yang masih diimpor. Boiler, generator, electrical, instrument control, balance of plant merupakan komponen utama yang telah dikembangkan oleh industri dalam negeri, sedangkan turbin masih dalam tahap pengembangan (impor). Sementara kebutuhan transformer, switch gear, circuit breaker, kwh-meter, electromotor, welding generator dan sebagainya untuk pembangunan sistim transmisi distribusi juga telah mampu diproduksi di dalam negeri.
Impor pada 2006 sebesar US$ 396,74 juta, tahun 2009 sekitar US$ 660,91 juta, dan terus menurun menjadi sekitar US$ 500 juta tahun ini. Sementara ekspor mesin listrik dan peralatan listrik tahun 2006 mencapai US$ 761,74 juta dan pada tahun 2009 naik menjadi US$ 873,51 juta. Tahun ini, ekspor mesin listrik dan peralatan listrik diperkirakan US$ 1,2 miliar.
Saat ini kebijakan untuk pemanfaatan produk mesin peralatan listrik buatan dalam negeri masih belum optimal hal ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan industri pendukung. Persebaran perusahaan industri mesin listrik dan peralatan listrik juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (Jabar & Jatim) dan sebagian kecil di Sumatera.
Tenaga kerja di industri ini mencapai 23.225 orang. Sejumlah pemain besar di sektor ini antara lain PT Barata Indonesia, PT Broco Mutiara Electrical, PT Alstom Power ESI, PT Siemens Indonesia, PT Taiyo Electric Indonesia, PT Trafo Indo Prima Perkasa, PT Mecoindo, PT Nusantara Turbin dan Propulsi, PT Pindad, dan lainnya.
Perkembangan industri mesin listrik dan peralatan listrik dibutuhkan untuk mendukung program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt yang dicanangkan pemerintah, sebelum akhirnya direvisi menjadi 16 ribu MW.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli memangkas target program pembangkit listrik 35 ribu MW menjadi 16 ribu MW untuk lima tahun ke depan.
Kebijakan ini diambil Rizal Ramli usai rapat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir, tanpa melibatkan Menteri ESDM Sudirman Said.
Selain lebih realistis, kata Rizal, revisi target mega proyek pembangkit listrik ini dilakukan untuk menghindari kerugian besar yang akan diderita PLN kelak.
Berdasarkan hitungannya, jika proyek pembangkit listrik 35 ribu MW dipaksakan tuntas dalam lima tahun, maka dengan beban puncak sebesar 74 ribu MW pada 2019, PLN akan mengalami kelebihan pasokan listrik yang tidak terpakai (idle) sebanyak 21.331 MW. Akibat kelebihan pasokan listrik tersebut, maka biaya yang harus ditanggung PLN pada 2019 diperkirakan mencapai Rp 10,76 miliar.
“Sesuai dengan aturan yang ada PLN harus membeli listrik yang dihasilkan oleh swasta, membeli sekitar 72 persen dari nilainya. Kalau ini terjadi PLN akan mengalami kesulitan keuangan,” tutur Rizal.
Menanggapi hal tersebut, Sudirman Said berkeras akan melanjutkan proyek pembangkit listrik sesuai dengan target awal pemerintah, 35 ribu MW. Untuk mengurangi beban PLN, Sudirman mengatakan porsi swasta akan ditingkatkan menjadi 30 ribu MW, sedangkan jatah PLN dipangkas menjadi 5 ribu MW dari porsi sebelumnya 10 ribu MW.(*/berbagai sumber/tim redaksi 02)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: