Latest News
You are here: Home | Agroindustri | IMF Prediksi Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5%, Ekonom: Tidak Ada Terobosan Kebijakan
IMF Prediksi Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5%, Ekonom: Tidak Ada Terobosan Kebijakan

IMF Prediksi Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5%, Ekonom: Tidak Ada Terobosan Kebijakan

Duniaindustri.com (April 2025) — Ketika Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025 memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7%, publik seolah terkejut.

“Namun, bagi kami, ini bukanlah kabar yang mengejutkan. Pada 10 April 2025 lalu, kami telah mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini berisiko jatuh ke angka 4,2% bila tim ekonomi tidak cukup adaptif terhadap perubahan geopolitik global,” kata Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, kemarin.

Dengan kata lain, penurunan proyeksi IMF hanya menegaskan kekhawatiran yang telah lebih dahulu kami suarakan: bahwa ramuan kebijakan ekonomi Indonesia saat ini tidak cukup meyakinkan untuk membawa ekonomi nasional tumbuh di atas 5 persen.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam APBN 2025, dengan World Bank memperkirakan 5,1% dan OECD di angka 4,9%.

Namun, perkembangan global yang tidak menguntungkan—terutama kebijakan tarif agresif Presiden AS Donald Trump—membuat angka-angka tersebut menjadi sekadar ilusi optimisme.

“Proyeksi yang lebih jujur dan kritis menurut kami, menempatkan pertumbuhan Indonesia hanya di kisaran 4,2% hingga 4,5%, bahkan berpotensi lebih rendah apabila respon kebijakan tetap pasif,” ujarnya.

IMF mengidentifikasi tekanan eksternal sebagai penyebab utama pelemahan ekonomi Indonesia. Ketegangan perdagangan global, kebijakan tarif baru Amerika Serikat, serta perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama menjadi pemicu turunnya proyeksi.

Namun, yang lebih penting dan kerap luput dari sorotan adalah penilaian IMF terhadap persoalan domestik Indonesia: produktivitas yang stagnan, sektor manufaktur yang tidak kompetitif, serta transisi demografis menuju penurunan proporsi penduduk usia produktif.

IMF menyiratkan bahwa Indonesia tidak hanya menghadapi tantangan dari luar, tetapi juga membawa beban internal yang berat akibat kebijakan ekonomi masa lalu.

Investasi besar-besaran dalam infrastruktur yang tidak dibarengi dengan reformasi kelembagaan dan peningkatan produktivitas hanya menciptakan ilusi pertumbuhan jangka pendek.

Ketika utang menumpuk dan hasil produktif dari proyek-proyek infrastruktur tidak optimal, beban fiskal meningkat tanpa memperkuat basis ekonomi.

Menurut dia, Pemerintah dan Bank Indonesia tampaknya terlalu percaya diri. Dalam berbagai pernyataan resmi, target pertumbuhan ekonomi tetap diklaim realistis di atas 5%.

Namun, kenyataannya menunjukkan tren yang berbeda. Ekonomi Indonesia terus menurun secara struktural. Ketergantungan terhadap harga komoditas, lemahnya permintaan domestik, dan lambatnya diversifikasi industri menjadi bukti bahwa narasi optimisme tidak cukup untuk menopang kinerja ekonomi.

Suku bunga tinggi yang diterapkan untuk menahan arus keluar modal (capital flight) tidak cukup berhasil. Rupiah terus melemah ke atas Rp17.000 per dolar AS, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi tajam, dan investasi asing langsung mulai stagnan.

Sementara itu, sektor riil menghadapi kesulitan besar dalam mengakses kredit karena biaya pinjaman yang tinggi. Bank lebih memilih menempatkan dananya dalam Surat Berharga Negara (SBN) yang dianggap aman ketimbang menyalurkan kredit ke sektor produktif.

Ironisnya, kebijakan ekonomi saat ini lebih berpihak pada kepentingan elite dan investor besar daripada memperkuat kelas menengah. Janji-janji untuk mengurangi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak sejalan dengan kenyataan dibukanya kran impor berbagai produk secara agresif.

Industri dalam negeri justru dipukul mundur oleh barang impor murah. Dalam situasi ini, kelas menengah justru terhimpit di tengah tekanan harga, stagnasi pendapatan, dan minimnya perlindungan kebijakan.

Kebijakan fiskal melalui APBN pun tidak cukup fleksibel. Ketika tekanan pada nilai tukar semakin besar dan penerimaan pajak menurun, pemerintah menghadapi pilihan sulit: menambah utang atau memotong belanja.

Sialnya, tambahan utang kini tidak lagi murah. Investor global mulai meninggalkan negara-negara berkembang dan mencari perlindungan di negara maju, mendorong biaya pinjaman Indonesia naik tajam. Spread obligasi melebar dan beban bunga utang makin mencekik.(*/tim redaksi 05/Safarudin/Indra)

Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 305 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 305 database, klik di sini
  • Butuh 28 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 20 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 21 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 9 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 7 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
  • Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini

Duniaindustri Line Up:

detektif industri pencarian data spesifik

Portofolio lainnya:

Buku “Rahasia Sukses Marketing, Direktori 2.552 Perusahaan Industri”

Atau simak video berikut ini:

Contoh testimoni hasil survei daerah:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top