Duniaindustri.com (September 2014) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia selama 10 tahun terakhir tumbuh 580,6%. Apakah ini waktu yang tepat untuk profit taking?
“Dalam 120 bulan terakhir atau 10 tahun, IHSG telah tumbuh sebesar 580,6%,” kata Kepala Grup dan VP Investasi PT Sun Life Finansial Indonesia Marsangap P Tamba.
Dia mengatakan, pertumbuhan harga saham tersebut merefleksikan pertumbuhan ekonomi sebuah negara yang berarti laba perusahaan akan semakin tinggi. “Kalau kita melihat tingkat ekonomi yang tinggi, saham merupakan salah satu instrumen investasi yang harus kita punya,” katanya.
Dia menambahkan, selama 10 tahun itu, 86 bulan indeks berjalan positif sementara hanya 36 bulan berjalan negatif. “Salah satu penurunan yang cukup besar terjadi saat terjadinya ‘global finansial crisis’ atau krisis keuangan global tahun 2008, dimana IHSG turun hingga 15% dan 31%,” katanya.
Dalam kasus saham menjadi negatif, dia mengatakan, dengan akumulatif IHGS yang tinggi maka pihaknya akan melakukan pendekatan yang panjang dan reguler agar nasabah dapat mendapatkan keuntungan dari langkah yang diambil.
“Kami coba ‘reguler’, kita ‘top-up’ kita jadikan peluang untuk ‘average down cost’ kita, dan yang kedua harus panjang, agar dapat merasakan benefitnya,” katanya.
Berdasarkan data dari PT Sun Life Indonesia, IHSG selama 10 tahun terakhir mengalami pertumbuhan sebesar 580,6 persen, dimana sebesar 70 persen kinerja bulanannya positif.
Kinerja positif tertinggi terjadi pada bulan April 2009 sebesar 20,13 persen, sementara kinerja negatif terendah terjadi pada bulan Oktober tahun 2008 sebesar 31,42 persen.
Sementara itu, pada 2005, 2006, 2007, 2009, 2010, dan 2012 menjadi tahun dengan kinerja positif terbanyak yaitu sembilan bulan, dan tahun 2008 menjadi tahun dengan kinerja positif paling sedikit yaitu tiga bulan.
Tren Koreksi
Pada pekan terakhir September 2014, IHSG mulai memunculkan tren koreksi. Pada Jumat (26/9), IHSG turun 1,32% (68 poin) ke level 5.132 poin, penurunan terbesar sepanjang 2014. Net sell asing makin deras mencapai Rp 1,3 triliun.
Aksi jual sejumlah saham big cap menjadi pemicunya. Tiga di antaranya saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang turun 4,51% menjadi Rp 10.050. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 3,94% menjadi Rp 10.350. Dan saham PT Astra International Tbk (ASII) turun 2,44% menjadi Rp 7.000.
IHSG diperkirakan bakal menurun ke kisaran 4.300-4.400 poin, jika pemerintah tidak segera menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang selama ini mengganggu sejumlah indikator makroekonomi Indonesia.
Pernyataan tersebut seperti dikemukakan Kepala Riset Citigroup Securities, Ferry Wong dalam acara Investor Summit and Capital Market Expo 2014 di Jakarta, Kamis (18/9). “IHSG bisa turun ke kisaran 4.300-4.400 kalau harga BBM tidak naik. Saya perkirakan harga BBM itu akan naik pada November 2014,” ujar Ferry.
Menurut Ferry, faktor lain yang bakal menekan IHSG, jika struktur kabinet di pemerintahan Joko Widodo banyak berisi kalangan politisi. Dia mengatakan, pelemahan IHSG untuk menuju level 4.300 akan semakin nyata, apabila Federal Reserve AS memutuskan kenaikan Fed Funds Rate di atas 1,375 persen.
“Kami memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi kita di 2014 bisa mencapai 5,2 persen di akhir 2014. Tetapi, ekonomi kita di 2015 bisa menurun sampai di bawah 5 persen, kalau harga BBM kembali telat untuk dinaikkan,” papar Ferry.(*/berbagai sumber/AND)
Butuh data tentang saham dan private equity, klik di sini.