Duniaindustri.com (Oktober 2014) – Amerika Serikat (AS) menghentikan program stimulus moneter yang dikenal dengan pelonggaran quantitative easing (QE). Seiring dengan itu, Jepang menambah stimulus untuk mempertahankan pertumbuhan perekonomiannya.
Pasca penghentian QE, dolar Amerika pun melambung atas sejumlah mata uang dunia lainnya.Indeks dollar Amerikakini bergerak di kisaran 86. Sebelumnya indeks ini bermain di rentang 85.
Pada Federal Open Market Committee (FOMC) kemarin, The Fed mengakhiri program stimulus. Namun pada saat yang sama, bank sentral Amerika ini juga melemparkan sinyal, bahwa kenaikan suku bunga akan kemungkinan akan terjadi tahun depan.
Tampaknya The Fed tidak khawatir soal turunnya tingkat inflasi. Sebaliknya mereka justru yakin tingkat inflasi akan mendekati target 2%.
Hasil FOMC ini terbukti berhasil menghapus kekhawatiran pasar soal perlambatan ekonomi. Pasar khawatir, jika hal itu terjadi, bisa jadi Fed akan menunda menaikkan tingkat suku bunga acuannya.
Namun satu hal yang pasti, isyarat bakal dinaikkannya suku bunga itu sudah memberi sentimen positif terhadap dollar. Tanpa menunggu tahun depan, nilai tukar dollar AS pun terkerek tinggi-tinggi atas mata uang dunia lainnya.
Sementara itu, Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk meningkatkan dan melanjutkan program stimulus moneter. Hal tersebut mendorong penguatan bursa saham dan membawa pelemahan terhadap nilai tukar yen.
Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda dan empat pejabat BoJ lainnya memilih untuk meningkatkan pemberian basis stimulus moneter sebesar 60-70 triliun yen menjadi 80 triliun yen (setara dengan US$724 miliar). Selain itu, BoJ juga memangkas proyeksi untuk harga konsumen pada hari ini.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Bloomberg, peningkatan stimulus oleh BoJ hanya diprediksi oleh 3 dari 32 analis.
“Ini merupakan waktu yang tepat bagi Kuroda,” ujar Takeshi Minami, Chief Economist Norinchukin Research Institute, seperti dikutuip Bloomberg, Jumat (31/10/2014).
Hal ini membawa indeks Nikkei 225 ke level tertinggi sejak 2007. Sementara itu, yen turun 1,5% terhadap dolar AS ke level 110,91 pada pukul 15.07 waktu Tokyo atau pukul 13:07 WIB.
Menanggapi sentimen eksternal itu, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menganggap penghentian kebijakan stimulus bank sentral Amerika Serikat atau The Fed, tidak akan mengganggu kondisi pasar modal Indonesia.
Pasalnya,para investor asing hingga kini masih tertarik untuk melakukan transaksi di pasar modal Indonesia. Hal tersebut terbukti, dengan aksi beli (net buy) investor asing yang masih tinggi dalam beberapa hari perdagangan.
“Tapering (penarikan dana stimulus) The Fed sebenarnya tidak berdampak banyak di pasar saham, mungkin sedikit berdampak di pasar obligasi, khususnya obligasi negara,” ungkap Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Ito Warsito.
Berdasarkan data BEI, tercatat investor asing melakukan pembelian saham dari awal 2014 hingga perdagangan kemarin, Kamis (30/10/2014) sebesar Rp 44,94 triliun. Sedangkan, pada perdagangan hari sebelumnya Rabu (29/10/2014) terhitung sebesar Rp 44,68 triliun.
Bahkan, pada perdagangan Rabu tersebut, asing mencatatkan rekor tertinggi net buy selama Oktober 2014 sebesar Rp 1,93 triliun.(*/berbagai sumber)