Duniaindustri (Desember 2012) — Harga tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mencakup kain dan pakaian jadi diperkirakan naik hingga 16% di 2013, atau dua kali lipat dibanding kenaikan pada 2011-2012. Kenaikan harga jual itu disebabkan kenaikan upah minimium provinsi (UMP) dan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 15% pada 2013.
“Dengan meningkatnya UMP dan besarnya biaya energi pada 2013, produsen TPT nasional akan menaikkan harga produk 16%. Kenaikan harga merupakan salah satu cara untuk menutupi besarnya biaya produksi,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ernovian G Ismy.
Duniaindustri.com mencatat kenaikan harga kain dan tekstil di 2011-2012 hanya sekitar 5%-10%. Itu berarti, kenaikan harga jual di 2013 lebih tinggi dibanding periode sebelumnya.
Menurut Ernovian, kenaikan upah buruh sangat memberatkan pelaku usaha. Belum lagi besarnya upah buruh di luar standar kehidupan layak pada wilayah tertentu.
“Pelaku usaha berharap pemerintah bisa mengkaji ulang kenaikan tarif listrik dan UMP pada 2013. Industri TPT merupakan sektor dengan margin yang tidak besar dan mempekerjakan ribuan karyawan,” paparnya.
Selain berdampak pada kenaikan biaya produksi, kenaikan upah buruh membuat produsen tekstil mengurangi jumlah karyawan sebagai langkah efisiensi produksi.
“Dengan UMP yang besar, sebagian perusahaan anggota API berencana memberhentikan 2.000 karyawan. Sementara produsen tekstil asing menyatakan per Januari 2013 akan melakukan pengurangan pegawai sampai dengan 20%,” ujarnya.
Ernovian menyatakan, pengurangan karyawan harus ditempuh agar perusahaan tetap bisa bersaing dengan produk asal China dan India di pasar domestik.
“Saat ini, produsen dalam negeri hanya menguasai 46% pasar domestik. Kebijakan kenaikan upah buruh juga dipastikan berdampak pada berkurangnya daya saing sehingga ekspor tahun depan diproyeksikan stagnan,” tuturnya.
Harga kain tekstil berbahan baku serat kapas dan serat poliester merayap naik 5-10% mulai awal April 2011. Produsen dan pedagang menaikkan harga karena pengaruh peningkatan harga kapas dunia serta tingginya inflasi di dalam negeri.
Berdasarkan pantauan tim redaksi duniaindustri di Pasar Mayestik, Jakarta, yang menjadi salah satu barometer harga kain tekstil di Indonesia, harga kain katun sudah menembus Rp 30 ribu per meter, batik voil Rp 22.500 per meter, codoray Rp 60 ribu per meter.
“Harga sudah naik nih, sulit mencari kain katun yang Rp 10-15 ribu per meter,” ujar Jajang, pelayan toko di salah satu gerai tekstil di Pasar Mayestik.
Jika dibandingkan dengan harga kain tekstil berbahan katun pada 2010, kenaikan harga sudah mencapai 30-50%. “Tahun lalu memang ada yang harganya Rp 10-15 ribu per meter, sekarang modalnya aja gak segitu,” tuturnya polos.
Di pasar internasional, harga kapas pada awal Maret 2011 pernah menyentuh rekor tertinggi mencapai US$ 2,19 per pon yang disebabkan kekeringan di sejumlah negara produsen seperti China dan Brazil. Padahal, kebutuhan kapas yang menjadi bahan baku tekstil secara global meningkat. Pada awal April 2011 harga kapas dunia turun menjadi US$ 2,07 per pon.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menilai, fluktuasi harga kapas dunia pasti mempengaruhi kinerja produsen tekstil di Indonesia. “Kami masih khawatir harga kapas dapat naik kembali karena cuaca buruk ataupun spekulasi,” ujarnya.
Impor kapas Indonesia pada tahun ini diperkirakan mencapai US$ 2 miliar, naik dibandingkan 2010 sebesar US$ 1,7 miliar. Peningkatan itu sejalan dengan kenaikan kebutuhan garmen masyarakat Indonesia. (Tim redaksi/02)