Duniaindustri (Juni 2011) – Kabar terbaru dari industri sawit nasional, kalangan petani sawit di Indonesia menjerit. Pasalnya, harga tandan buah segar (TBS) sawit anjlok 15,3% pada pertengahan Juni 2011 dibandingkan bulan sebelumnya, dari Rp 1.440 per kilogram menjadi Rp 1.660 per kilogram.
Penurunan harga TBS itu diyakini sebagai dampak peningkatan bea keluar ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) menjadi 20% untuk pengiriman Juli 2011.
Bea keluar ekspor CPO untuk pengiriman Juli 2011 meningkat 2,5% menjadi 20% dari Juni 2011 sebesar 17,5%. Kenaikan itu karena harga rata-rata CPO di pasar internasional meningkat 8,6% ke level US$ 1.168 per ton dari sebelumnya US$ 1.075 per ton.
“Petani sawit di Indonesia mulai merugi karena harga TBS turun,” tutur salah seorang petani di Sumatera Selatan yang enggan disebut jati dirinya kepada tim redaksi duniaindustri.
Bukan hanya petani sawit yang merugi, industri sawit juga harus menanggung beban pajak yang lebih besar seiring kenaikan bea keluar. “Sekarang petani sawit dan perusahaan besar CPO memilih menjual produknya di dalam negeri,” tuturnya.
Kerugian terjadi karena harga jual TBS turun, sedangkan biaya produksi tetap. Sejalan dengan itu, harga pupuk tetap tinggi. “Perusahaan besar CPO tidak mungkin memangkas gaji pekerja,” ujar salah satu pengusaha CPO di Sumatera.
Selama ini harga sawit mulai dari TBS, CPO, hingga produk turunan mengacu pada harga internasional, baik di pasar Rotterdam (Belanda) maupun di bursa berjangka Malaysia. “Harga TBS sekarang anjlok mengikuti harga CPO dunia dan diperparah dengan makin tingginya bea keluar bulan depan,” tuturnya.
Harga CPO pada minggu keempat Juni 2011 menurun menjadi US$ 994 per ton dibandingkan bulan sebelumnya yang masih US$ 1.168 per ton. Namun, penetapan bea keluar ekspor CPO di Indonesia diatur berdasarkan rata-rata harga CPO dunia tiga bulan terakhir. Tidak heran jika harga CPO turun di akhir Juni belum mempengaruhi bea keluar yang tinggi di bulan tersebut.
Petani sawit se-Indonesia mengusulkan penetapan bea keluar CPO ditetapkan berdasarkan rata-rata harga sebulan sebelumnya. Dengan begitu, petani sawit tidak mengalami kerugian.
Penetapan Bea Keluar
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menetapkan harga patokan ekspor yang berdasarkan harga rata-rata referensi CPO selama tiga bulan terakhir. Dengan patokan harga itu, dapat diketahui tarif bea keluar yang akan diberlakukan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67 tahun 2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar.
Pemerintah sedang merevisi aturan yang di dalamnya mencakup penetapan bea keluar CPO karena adanya keberatan pengusaha dan petani kelapa sawit. Revisi aturan itu akan meliputi penurunan batas maksimal bea keluar CPO saat ini sebesar 25%. Revisi struktur bea keluar juga meliputi kenaikan harga bawah pengenaan tarif bea keluar yang sampai saat ini masih US$ 700 per ton menjadi US$ 750 per ton.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menjelaskan, pemerintah menargetkan ekspor minyak sawit mentah beserta turunannya pada 2011 meningkat 16% dari 2010. “Ekspor CPO dan turunannya ditargetkan tumbuh 16% dengan adanya rencana investasi sebesar US$1,2 miliar tahun 2011,” katanya.
Sedangkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memprediksi ekspor CPO dan turunannya pada 2011 mencapai 16,5 juta ton, naik 5,7% dibandingkan 2010 sebanyak 15,6 juta ton. Proyeksi pertumbuhan ekspor itu dibuat dengan mempertimbangkan kenaikan permintaan CPO dan turunannya di dunia sebesar 5 juta ton per tahun.
Pada 2010, produksi CPO Indonesia mencapai 21 juta ton. Tahun ini Gapki memperkirakan, produksi CPO nasional akan mencapai sekitar 22 juta ton-22,5 juta ton.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (US Department of Agriculture/USDA) memperkirakan, produksi CPO Indonesia akan mencapai 25,4 juta ton pada 2011. Angka itu lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 23,6 juta ton. Selain produksi, USDA juga memperkirakan, ekspor CPO Indonesia tahun ini bisa mencapai 19,35 juta ton. Angka itu naik dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 17,85 juta ton.(Tim redaksi/04)