Duniaindustri.com (Desember 2015) – Harga minyak mentah (crude oil) jatuh di bawah level psikologis US$ 40 per barel karena terpengaruh kenaikan persediaan minyak mentah komersial di Amerika Serikat sebesar 1,2 juta barel. Harga minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi patokan di AS jatuh US$ 1,91 per barel menjadi US$ 39,94 per barel, pertama kali berakhir di bawah US$ 40 per barel sejak akhir Agustus di New York Mercantile Exchange.
Sementara di London, perdagangan minyak mentah jenis Brent North Sea untuk pengiriman Januari 2016 turun US$ 1,95 per barel menjadi US$ 42,49 per barel. Dengan demikian, harga minyak dunia telah turun lebih dari 60% sejak Juni tahun lalu karena pasokan tinggi, pertumbuhan permintaan lemah, dan kurs dolar yang kuat.
“Saya tidak senang dengan harga minyak,” kata Menteri Perminyakan Irak Adil Abd Al-Mahdi kepada wartawan.
Di samping keputusan resmi tentang produksi yang akan diputuskan Jumat, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan menetapkan persetujuan kembalinya Indonesia sebagai anggota.
Para analis memperkirakan OPEC — yang beranggotakan 12 negara dari Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin memproduksi sekitar sepertiga dari minyak mentah dunia — akan mempertahankan target produksi minyak harian pada 30 juta barel.
Namun demikian, mungkin mereka setuju untuk memangkas kelebihan produksi dalam upaya untuk mendukung harga dan pada gilirannya pendapatan produsen-produsen.
Menurut survei Bloomberg, produksi OPEC pada November naik menjadi 32,12 juta barel per hari. “Kami akan membahas dan kemudian memutuskan tentang produksi,” kata Menteri Perminyakan Saudi Ali al-Naimi di Wina, lokasi untuk kantor pusat OPEC.
Dalam pertemuan rutin yang terakhir pada Juni, OPEC menentang seruan untuk memangkas produksi meskipun harga minyak rendah, memperpanjang strategi sekarang yang telah berlangsung setahun mencoba untuk mempertahankan pangsa pasar dan menangkis persaingan dari minyak yang diekstraksi atau minyak serpih dari Amerika Utara.
Salah satu pemimpin dunia dalam produksi minyak mentah bersama dengan negara-negara non-OPEC Rusia dan Amerika Serikat, Arab Saudi memegang pengaruh signifikan atas 11 anggota kartel lainnya.
Tetapi kebijakan mempertahankan produksi tinggi telah berkontribusi terhadap kemerosotan harga dari di atas US$ 137 per barel pada pertengahan 2014. Hal ini telah menyebabkan banyak gesekan dalam OPEC, dengan anggota lebih miskin seperti Venezuela menderita parah dari jatuhnya pendapatan.
“Tekanan sedang meningkat terhadap Arab Saudi untuk memotong produksi setelah meyakinkan kartel untuk mempertahankan produksi minyak yang tinggi dalam mempertahankan pangsa pasar dan mungkin menekan minyak serpih dan produsen lain yang lebih lemah dari pasar,” kata Fawad Razaqzada, analis pasar minyak di kelompok perdagangan Capital Gain.
Harga BBM
Kejatuhan harga minyak mentah dunia di bawah US$ 40 per barel berpotensi meningkatkan desakan kepada pemerintah untuk menurunkan harga BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi. Pengamat energi, Pri Agung Rakhmanto, sebelumnya mendukung langkah Presiden Joko Widodo yang meminta agar Kementerian ESDM bersama PT Pertamina Persero untuk menurunkan harga BBM jenis premium. Ini dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Menurut Pri Agung, seharusnya dengan kondisi harga minyak dunia di level rendah, harga BBM premium harusnya berada di kisaran Rp6.500-Rp7.000 per liter. Dalam perhitungan tersebut sudah menggunakan HIP (harga indeks pasar) + alpha + pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
“Harusnya sudah bisa turun sejak Agustus. Saat itu, kurs US$14.000 dan harga minyak US$40 per barel ditambah alpha, harga BBM premium harusnya Rp6.000 per liter,” ujar Pri Agung, beberapa waktu lalu.
Selama ini, pemerintah tidak merevisi harga BBM karena harga patokan minyak Singapuran/Mean of Platts Singapore (MOPS) masih tinggi. Menurut Pri Agung, penggunaan MOPS yang masih tinggi tersebut justru menjadi pertanyaan, karena pengadaan BBM melalui Integrated Supplai Chain (ISC), dan bisa menekan harga, namun kenyataannya sama saja.
Sebagaimana diketahui, sejak Agustus lalu, harga minyak dunia sudah berada dilevel US$40 per barel, namun pemerintah belum juga menurunkan harga BBM jenis premium. Padahal, sejak 1 Januari 2015 lalu, harga Premium sudah mengikuti harga pasar, yang artinya ketika harga minyak dunia naik, maka harga Premium akan naik, ketika harga minyak dunia turun harga Premium juga akan turun.
Hingga saat ini, harga premium untuk Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) masih Rp 7.400 per liter, sedangkan di luar wilayah Jamali Rp 7.300 per liter.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: