Duniaindustri.com (Desember 2016) – Harga dua komoditas energi utama, yakni minyak mentah (crude oil) dan batubara, makin panas di akhir 2016 seiring kebijakan pembatasan produksi OPEC dan penutupan tambang batubara di China.
Harga minyak dunia terus naik setelah negara-negara eksportir minyak OPEC sepakat untuk memangkas produksi minyaknya. Harga minyak sudah naik ke level tertinggi dalam 18 bulan terakhir.
Dilansir CNBC, Selasa 13 Desember 2016, harga minyak Eropa, Brent, naik US$ 1,33 atau 2,5 persen ke level US$ 55,66 per barel. Harga minyak Brent sempat menyentuh level US$57,89 per barel, tertinggi sejak Juli 2015.
Sedangkan harga minyak mentah AS, naik US$ 1,33 atau 2,6 persen ke level US$ 52,83 per barel. Harga minyak AS juga sempat menyentuh level tertinggi sejak Juli 2015 di level US$ 54,51 per barel.
Analis Tradition Energy di Stamford, Connecticut, Gene McGillian, memperkirakan harga minyak Brent dapat melonjak hingga US$ 60 per barel. Namun ada kekhawatiran pasar akan mulai membatasi pergerakan harga minyak.
OPEC telah mencapai kesepakatan pemangkasan produksi sebesar 1,2 juta barel per hari pada pertemuan 30 November lalu. Pemangkasan akan dilakukan selama enam bulan mulai 1 Januari 2017.
Sementara itu, harga batubara melonjak dari kisaran US$ 50 per ton di awal 2016 menjadi US$ 101 per ton pada Senin (5/12). Lonjakan harga ini terutama dipicu penutupan tambang-tambang batu bara di China.
Produksi batubara China yang mencapai 3,6 miliar ton per tahun sudah terpangkas 4,2% atau sekitar 151 juta ton. Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah China untuk mengerek naik harga batu bara, membantu industri batu bara di dalam negeri mereka.
“Kenaikan harga batu bara dalam beberapa bulan terakhir ini lebih banyak didorong oleh kebijakan pemerintah China yang menurunkan produksi batu bara mereka yang juga untuk menolong industri batu bara domestik mereka,” kata Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia.
Di sisi permintaan, batu bara sedang dalam tren meningkat pada akhir tahun. Musim dingin membuat kebutuhan batu bara melonjak. “Permintaan batu bara meningkat terutama memasuki musim dingin,” ucapnya.
Namun, Hendra memperkirakan bahwa tren kenaikan harga ini tidak akan bertahan lama. Meroketnya harga batu bara membuat biaya produksi listrik di China juga naik. Kalau biaya produksi listrik mahal, tentu akan menurunkan daya saing industri.
Maka pemerintah China kemungkinan tidak akan melanjutkan kebijakan pemangkasan produksi batu bara untuk mengefisienkan biaya produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memerlukan batu bara sebagai bahan bakar.
“Besar kemungkinan pemerintah China akan meninjau kembali kebijakan tersebut karena PLTU di sana kesulitan dengan harga batu bara yang tinggi, oleh karena itu ada potensi harga komoditas akan terkoreksi,” pungkas Hendra.
Kenaikan harga dua komoditas energi itu patut diantisipasi oleh industriawan mengingat dampaknya terhadap struktur biaya cukup signifikan. Ambil contoh industri semen sangat bergantung pada batubara sebagai bahan bakar. Sementara industri petrokimia sangat bergantung pada minyak mentah sebagai salah satu bahan baku.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: