Duniaindustri.com (November 2015) – Harga sejumlah komoditas di dunia masih melemah sampai pertengahan Oktober 2015 sehingga mempengaruhi ekspor nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi ekspor Indonesia pada Oktober 2015 sebesar US$ 12,08 miliar atau anjlok 20,98% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 15,29 miliar. Namun dibanding September 2015, pencapaian ekspor bulan kesepuluh ini turun 4% dengan volume ekspor naik 4,38%.
Berdasarkan data Duniaindustri.com, harga sejumlah komoditas dunia masih rendah dipengaruhi perlambatan ekonomi global serta siklus alam seperti adanya el-nino. Harga minyak mentah (crude oil) berada di level US$ 41,7 per barel, turun -44,9% secara tahunan. Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) naik ke posisi US$ 526 per ton, meningkat 3,2% secara tahunan.
Harga karet turun 19% menjadi US$ 1,3 per kg, harga nikel US$ 9.272 per ton (-40,3% secara tahunan), harga timah US$ 14.720 per ton (-25,5% secara tahunan), harga tembaga US$ 4.694 per ton (-30,7% secara tahunan), harga emas US$ 1.083 per troy onz (-8,7% secara tahunan), harga batubara US$ 52,6 per ton (-16,9% secara tahunan), harga jagung US$ 3,5 per bushel (-4,2% secara tahunan), dan harga gandum US$ 173,1 per bushel (-29% secara tahunan)
Kepala BPS Suryamin menerangkan, ekspor minyak dan gas (migas) Indonesia mengalami penurunan 5,09% menjadi US$ 1,38 miliar pada Oktober 2015 dibanding realisasi US$ 1,45 miliar pada September 2015. Sedangkan ekspor non migas di Oktober ini sebesar US$ 10,71 miliar atau merosot 3,86 persen dibanding nilai ekspor padaa bulan kesembilan 2015 sebesar US$ 11,13 miliar.
“Ekspor turun karena harga beberapa komoditas ekspor belum membaik, makanya turun signifikan dibanding Oktober 2014. Dari 22 komoditas yang terpantau, hanya 2 komoditas yang harganya mulai membaik, yakni kakao naik 2,3% dan jagung 5,09%,” katanya saat Konferensi Pers Neraca Perdagangan Oktober.
Suryamin menjelaskan, total nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2015 mencapai US$ 127,22 miliar atau turun 14,04% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara kinerja ekspor non migas susut 8,77% menjadi US$ 111,46 miliar pada periode sepuluh bulan ini. Penyebabnya, sambung Suryamin, karena harga komoditas belum pulih.
“Nikel saja harganya anjlok sampai 34%, udang 29%. Tapi di sisi lain, volume ekspor naik karena permintaan cukup tinggi meskipun harga belum bagus,” ucap Suryamin.
Permintaan Naik
Volume ekspor CPO Indonesia ke sejumlah pasar utama, seperti China, India, dan Uni Eropa, melonjak tajam di atas 25% pada periode Januari-September 2015 dibanding periode yang sama 2014. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), ekspor CPO ke China tumbuh paling tinggi sebesar 59% pada periode tersebut.
Disusul, kenaikan permintaan di Eropa dengan pertumbuhan sebesar 41%. Peningkatan tersebut dipicu oleh penurunan suplai dari minyak nabati lain seperti minyak bunga matahari, rapeseed, dan canola. Berdasarkan data Oil World, peningkatan permintaan minyak sawit di Uni Eropa ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasokan biodeiesel di kawasan tersebut.
Sementara volume ekspor CPO ke India tumbuh 25% pada periode Januari-September 2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Untuk bulan September, pengiriman ekspor CPO dari Indonesia ke India naik hingga 72%.vSelain untuk meningkatkan stok di saat harga murah, saat ini kebutuhan CPO untuk industri makanan di India juga mengalami peningkatan.
Di saat yang sama, pengurangan impor CPO Indonesia pada September terjadi di Amerika Serikat dengan penurunan sebesar 46%. Penyebabnya, produksi kedelai yang cukup tinggi di saat permintaan di negara tersebut tidak mengalami kenaikan signifikan.
Stok kedelai yang melimpah di AS menekan harga komoditas tersebut yang kemudian memicu peningkatan permintaannya. Hasilnya, impor minyak nabati lainnya seperti minyak sawit berkurang.(*tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: