Duniaindustri.com — Setelah harga tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mencakup kain dan pakaian jadi diperkirakan naik hingga 16% di 2013, atau dua kali lipat dibanding kenaikan pada 2011-2012, kini giliran produsen keramik yang tergabung dalam Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) di 2013 akan menaikkan harga jual produk hingga 15% karena meningkatnya upah minimum pekerja (UMP), tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 15%, dan kenaikan harga gas.
Ketua Asaki Elisa Sinaga mengatakan, kenaikan harga jual produk pada tahun depan harus dilakukan agar margin tidak berkurang. Dengan biaya energi yang tinggi serta UMP terus meningkat, produsen harus menaikkan harga jual produk.
Elisa menilai untuk kenaikan biaya energi, baik listrik maupun gas, tidak akan berpengaruh besar terhadap biaya produksi. Kontribusi biaya energi terhadap biaya produksi diperkirakan masih akan di bawah 10%.
Pada 2013, industri keramik menghadapi tantangan seperti kenaikan upah pekerja dan kenaikan biaya energi yang akan meningkatkan biaya produksi. Selama ini, UMP memberikan kontribusi 10% terhadap biaya produksi. Dengan peraturan pemerintah daerah tentang kenaikan UMP, kontribusi terhadap biaya produksi naik menjadi 12%.
Industri keramik nasional merupakan sektor industri padat karya yang memiliki 2.000 pekerja untuk skala besar dan 800 pekerja untuk industri dengan skala lebih kecil. Seiring kenaikan UMP, beban yang ditanggung pelaku industri setiap perusahaan skala kecil atau besar sekitar Rp600 juta sampai Rp1,6 miliar per bulan, sedangkan margin rata-rata industri padat karya sekitar 10%..
Duniaindustri.com mencatat pasar keramik nasional pada tahun depan diperkirakan mencapai Rp 20 triliun. Angka tersebut naik 17,6% dibanding 2011 sebesar Rp 17 triliun.
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyatakan, target 2012 bisa terealisasi jika pemerintah bisa menjamin pasokan gas bagi sektor keramik serta memperbaiki kondisi infrastruktur yang hingga saat ini masih menjadi kendala.
Untuk penjualan domestik di 2012, prediksi kami bisa mencapai Rp 20 triliun. Tapi itu semua tergantung dari kebijakan pemerintah. Kalau tidak ada jaminan pasokan gas tentu saja target tersebut tidak akan tercapai.
Berbeda dengan pasar di dalam negeri yang semakin membaik, ekspor malah mengalami penurunan sejak tiga tahun terakhir. Sekarang kita tidak lagi berharap pada pasar ekspor. Sejak tiga tahun terakhir permintaan ekspor tidak bergeming. Bisa ekspor 10% dari total produksi saja kita sudah sangat bersyukur. Jadi orientasi kita saat ini adalah memperkuat penjualan di pasar domestik saja.
Saat ini kendala yang dihadapi oleh para pelaku industri keramik nasional bukan lagi persaingan dengan produk-produk keramik impor asal China, namun pasokan gas. Untuk keramik China harganya sudah mahal. Konsumen pasti pilih produk lokal. Tapi yang jadi masalah saat ini, kita justru kesulitan untuk memenuhi permintaan pasar domestik karena tidak ada jaminan pasokan gas dari pemerintah.
Produksi keramik nasional adalah sebesar 247 juta meter persegi per tahun. Data dari Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menunjukkan, penjualan keramik di Indonesia pada 2010 menembus Rp17 triliun, atau naik 30,7% dibandingkan 2009 sebesar Rp 13 triliun. Kenaikan penjualan itu didukung pertumbuhan pesat di sektor properti yang banyak menyerap keramik.
Volume penjualan keramik di negeri ini pada 2010 mencapai 180,05 juta meter persegi. Sebenarnya target awal penjualan keramik di 2010 sebanyak 243 juta meter persegi asalkan pasokan energinya lancar. Sampai saat ini produsen keramik lebih memfokuskan penjualan dalam negeri. Porsi penjualan domestik mencapai 95%. Sisanya ekspor hanya 5%.
Dilihat dari pertumbuhan penjualan tertinggi di Indonesia, wilayah Sumatera menjadi pasar yang menjanjikan bagi penjualan keramik. Pertumbuhan permintaan keramik di Sumatera lebih tinggi ketimbang Jawa. Meskipun permintaan wilayah Sumatera bertumbuh tinggi, Jawa tetap menjadi pasar terbesar keramik domestik, dengan pangsa 65%.
Pada 2011, penjualan keramik di Indonesia diperkirakan tumbuh 10-15% jika pasokan gas yang menjadi bahan bakar pembuatan keramik dipasok secara memadai. Sejak tiga tahun terakhir, produsen keramik nasional mengeluhkan keterbatasan pasokan gas, baik dari kuantitas maupun kualitas. Gas digunakan produsen untuk membakar felspard dan pasir silica yang menjadi bahan baku keramik.
Industri nasional, termasuk keramik, tahun ini masih dihantui masalah kekurangan (defisit) pasokan gas sebagai bahan bakar. Kebutuhan gas industri nasional mencapai 1.500 juta standar metrik kaki kubik per hari (million metric standard cubic feet per day/MMSCFD), namun yang terpenuhi hanya sekitar 800 MMSCFD.
Forum Industri Pengguna Gas Bumi menghitung, kebutuhan gas nasional pada 2011 mencapai 2.900 MMSCFD. Tahun ini dengan pertumbuhan ekonomi ditargetkan 6%, kebutuhan gas bisa meningkat dengan angka yang sama. Tapi, pasokan melalui pipa PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) hanya sebanyak 1.500 MMSCFD. Itupun harus dikurangi dengan alokasi perusahaan BUMN yang mencapai 800-1.000 MMSCFD. Dengan demikian, jatah untuk perusahaan manufaktur tambah sedikit.(Tim redaksi 02)