Duniaindustri.com (Januari 2016) – Pemerintah sepanjang 2015 tidak memungut bea keluar ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mengingat harga komoditas tersebut yang anjlok dan di bawah ketentuan pungutan bea keluar. Karena itu, pemerintah berpotensi kehilangan sekitar Rp 8,1 triliun dari pungutan bea keluar CPO tahun lalu.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengungkapkan penerimaan negara dari bea keluar yang hilang akibat penurunan harga komoditas internasional khususnya minyak sawit (CPO) sepanjang 2015 mencapai sekitar Rp8,1 triliun.
Dirjen Bea Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi, mengatakan pemerintah bisa memungut bea keluar ekspor bila harga CPO di atas US$750 per matrik ton. Akan tetapi, harga komoditas CPO sepanjang tahun 2015 berada di bawah kententuan tersebut.
“Jadi selama tahun 2015, kami tidak pungut bea keluar dari ekspor CPO sama sekali. Karena harga CPO sepanjang tahun lalu masih rendah dan di bawah ketentuan pengenaan pungutan bea keluar. Karena untuk bisa dipungut bea keluar, harga CPO itu harus di ataa US$ 750 per ton. Sehingga kehilangan penerimaan dari bea keluar ini sekitar Rp 8,1 triliun dari CPO ini,” kata Heru.
Lebih lanjut Heru menyatakan, untuk penerimaan Bea Cukai sepanjang 2015 mencapai Rp180,4 triliun atau sebesar 92,5% dari target APBN-P yang ditargetkan sebesar Rp195 triliun. Selain itu, kata dia, pihaknya juga melakukan pungutan negara atas pajak dalam rangka impor (PDRI) dan PPN hasil tembakau sebesar Rp193,6 triliun, tidak termasuk pajak rokok Rp13,29 triliun.
“Dengan demikian total penerimaan yang dipungut Bea Cukai adalah Rp387,6 triliun atau 30,3 persen dari realisasi penerimaan perpajakan tahun 2015 yang memcapai Rp1.235,8 triliun,” ujarnya.
Heru merincikan, penerimaan yang dipungut Bea Cukai sepanjang tahun lalu untuk kepabeanan dan cukai, dari bea masuk sebesar Rp31,9 triliun, penerimaan cukai Rp144,6 triliun, dan penerimaan bea keluar sebesar Rp3,9 triliun. Sedangkan untuk PDRI dan PPN HT, dari PPN Impor sebesar Rp129,2 triliun, PPn BM Impor Rp4,1 triliun, PPh Psl 22 impor Rp39,8 triliun, dan PPN HT Rp20,5 triliun.
“Jadi sub total kepabeanan dan cukai, lalu PDRI dan PPN HT itu sebesar Rp374 triliun atau 30,3 persen dari realisasi perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun. Sedangkan untuk cukai rokok yang dipungut dari pemda itu sebesar Rp13,9 triliun. Sehingga total penerimaan Bea Cukai sebesar Rp387,9 triliun,” jelasnya.
Ia menuturkan, realisaai penerimaan DJBC dari tahun ke tahun ini selalu meningkat dan selama 5 tahun terakhir rata-rata peningkatan realisasinya sebesar 8,3% setiap tahunnya. Sementara tahun 2015 meningkat 10,9% dibandingkan tahun 2014. Tentu, kata dia, ada faktor-faktor yang mempengaruhi capaian penerimaan Bea Cukai ini.
“Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan hingga meningkat 10,9 persen itu adanya ekstra effort join dengan DJP. Termasuk di dalamnya audit pabrik rokok. Termasuk audit pengawasan dan minuman ilegal, serta lainnya. Dan kita lakukan upaya-upaya lainnya termasuk intensifikasi,” tuturnya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 04)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: