Duniaindustri.com (Oktober 2014) – Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 3.000/liter pada November 2014. Menurut Duniaindustri.com, kenaikan harga BBM hingga Rp 3.000/liter akan meningkatkan jumlah rakyat miskin dari total rakyat miskin yang tercatat 28,28 juta jiwa per Maret 2014.
Duniaindustri.com menilai potensi peningkatan jumlah rakyat miskin bisa terjadi karena kenaikan harga BBM akan mendorong inflasi hingga 3,5% pada November 2014. Kenaikan inflasi akan menggerus daya beli masyarakat dan membatasi pertumbuhan konsumen kelas menengah.
Sasmito Hadi Wibowo, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), menilai kenaikan harga BBM bersubsidi tentu akan mempengaruhi harga barang dan jasa secara keseluruhan. Oleh karena itu, bisa dipastikan inflasi akan cukup tinggi.
“Kalau naik Rp 3.000/liter, dampak inflasinya 1,7% untuk kenaikan harga BBM saja. Tapi ketika tarif angkutan naik, kebutuhan yang lain juga naik,” kata Sasmito.
Sasmito memperkirakan, jika harga BBM naik November, maka pada bulan itu akan terjadi inflasi sekitar 3,5%. “Itu November saja. Bisa sekitar 3,5% lah pada November. Mudah-mudahan jangan sampai lebih dari 3,5%,” tuturnya.
Sebelumnya, Penasihat Senior Tim Transisi Jokowi-JK Luhut Binsar Panjaitan mengungkapka, kenaikan harga BBM akan dilangsungkan pada November 2014. Besaran kenaikannya adalah Rp 3.000/liter.
Menurut Luhut, kebijakan ini diyakini bisa menghemat anggaran sampai lebih dari Rp 150 triliun dan bisa digunakan untuk membangun infrastruktur. Jokowi-JK juga akan menyediakan dana untuk membantu masyarakat miskin.
Namun kemudian, Jokowi sendiri yang menyatakan kenaikan harga BBM bersubsidi belum dipastikan. “Siapa yang memastikan? Baru dalam proses hitung-hitunganan. Berapa kenaikan belum, kapannya juga belum,” sebutnya.
Rakyat Miskin
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang, sekitar 11,25%. Kepala BPS Suryamin mengatakan, jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 0,32 juta orang jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,60 juta orang.
Menurut dia, selama periode September 2013-Maret 2014 jumlah penduduk miskin daerah perkotaan turun sebanyak 0,17 juta dari 10,68 juta pada September 2013 menjadi 10,51 juta pada Maret 2014. Sementara itu, di daerah pedesaan turun sebanyak 0,15 juta orang dari 17,92 orang pada September 2013 menjadi 17,77 juta pada Maret 2014.
Suryamin mengatakan, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan September 2013 sebesar 8,55% turun menjadi 8,34% pada Maret 2014 sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun 14,37% pada September 2013 menjadi 14,17% pada Maret 2014.
“Penduduk miskin di Indonesia semakin berkurang, hal tersebut menandakan kesejahteraan masyarakat sudah lebih baik,” ujar dia.
Menurut dia, komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan dan pedesaan relatif sama di antaranya beras, rokok kretek, telur ayam ras, daging ayam, mie instan, dan gula pasir. Sedangkan komoditi bukan makanan di antaranya biaya perumahan, pendidikan, listrik, dan bensin.
Suryamin mengatakan pada periode September 2013-Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan turun 1,88% pada September 2013 menjadi 1,75% pada Maret 2014, dan Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,48 menjadi 0,44.
Untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.
Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).
GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan makanan yang disetarakan dengan 2100 kalori per kapita per hari sedangkan GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. (*/berbagai sumber)