Duniaindustri.com (Oktober 2021) – Harga batubara makin bersinar di awal kuartal IV 2021. Sejak awal 2021, harga batubara meroket 183% (year to date). Kondisi ini diapresiasi kalangan produsen batubara domestik.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) sangat senang dengan tren kenaikan harga komoditas tersebut. Pasalnya, dengan tingginya harga emas hitam ini, potensi pendapatan produsen batubara domestik bakal melonjak.
Sebagai informasi, kemarin harga batubara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat USD247 per ton. Harga ini melonjak 9,41 persen dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Dalam sepekan terakhir, harga batubara meroket 25,97 persen secara point-to-point. Sementara sejak akhir 2020 (year-to-date) harganya melejit 183,23 persen.
Direktur Eksekutif APBI , Hendra Sianida, mengatakan Indonesia sangat diuntungkan dengan harga batubara yang melambung ini. Sebab, Indonesia adalah negara eksportir batubara terbesar di dunia.
“HBA (harga batubara acuan) yang meroket menjadi berkah tersendiri bagi pengusaha batubara dalam menggenjot produksi di dalam negeri,” kata Hendra, dalam keterangannya, Selasa (5/10).
Menurut dia, harga batubara sepanjang kuartal I-III tahun ini sangat berpihak bagi pengusaha dibanding 2020. Bahkan kata dia, prospek batubara dinilai akan mengalami kenaikan. Sayangnya tren perbaikan harga yang berlanjut ini, terutama dari sisi kapasitas produksi, Hendra menganggap masih ada sejumlah hambatan yang harus dihadapi pengusaha batubara.
“Kalau dari kapasitas produksi memang benar, kita masih terhambat ketersediaan alat berat kemudian faktor cuaca yang mempengaruhi produksi batubara,” kata Hendra.
Commodity Boom
Sebelumnya, pada Februari 2021, berbagai lembaga finansial dan keuangan mulai memproyeksi outlook trend dunia yang mengarah pada commodity boom. Pemulihan ekonomi global yang merangkak naik disertai ekspektasi kenaikan permintaan di emerging market cenderung mengarah pada trend commodity boom, sebagai tren baru pasca pandemi.
Upaya investor untuk melakukan lindung nilai terhadap tekanan inflasi serta langkah kompensasi dari kerugian selama masa pandemi menjadi salah satu dasar utama trend commodity boom. Hal itu diperkuat dengan situasi geopolitik di Laut China Selatan serta perlombaan terhadap energi terbarukan terutama kendaraan listrik yang berupaya mencari skala keekonomisan.
Sinyal trend baru commodity boom mulai terlihat sebagai siklus rebound harga minyak yang pernah terjerembab anjlok hingga di bawah US$ 20/barel saat pandemi memuncak. Kini harga sejumlah komoditas mulai merangkak naik, sebagai upaya mencari titik equilibrium baru pasca Covid-19.
Salah satu lembaga finansial yang menyoroti trend baru ini adalah JPMorgan Chase & Co. Dalam catatan riset JP Morgan, minyak mentah dan beberapa komoditas lainnya berpotensi memasuki siklus super (supercycle) pasca pandemi.
Trend supercycle komoditas didukung proses pemulihan ekonomi pasca pandemi dan meningkatnya laju inflasi yang memicu ekspektasi kenaikan permintaan. Booming multi-tahun kemungkinan akan terjadi, mengingat keinginan investor untuk melakukan lindung nilai terhadap inflasi dan dolar yang lebih lemah karena bank sentral mengadopsi kebijakan “sangat longgar” dan pemerintah meningkatkan pengeluaran.
Satu poin lain yang menjadi sorotan JPMorgan adalah perubahan iklim yang membawa kesadaran global akan energi terbarukan. Namun, tim Duniaindustri.com menilai skala keekonomisan energi terbarukan masih menjadi pertanyaan besar untuk mengkompensasi harga minyak mentah yang cenderung rendah. Karena itu, tidak mengherankan jika terdapat sejumlah analisis dan riset outlook yang mengarahkan pada trend commodity boom untuk menyetarakan harga energi terbaru sebagai substitusi harga minyak mentah.(*/berbagai sumber/tim redaksi 09/Safarudin/Indra)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 239 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 239 database, klik di sini
- Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:
detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya:
Atau simak video berikut ini: