Duniaindustri.com (Februari 2016) – Harga baja dunia mulai menunjukkan kenaikan setelah menyentuh level terendah (rebound) pada awal 2016. Pada Februari 2016, harga baja dengan acuan baja canai panas (hot rolled coils/HRC) naik ke level US$ 325-330 per ton setelah sempat menyentuh level terendah US$ 300-310 per ton pada Desember 2015.
Meski demikian, harga baja pada Februari 2016 yang berkisar US$ 325-330 per ton masih di bawah posisi bulan yang sama tahun lalu (Februari 2015) yang berkisar US$ 425-430 per ton. Data tersebut diperoleh duniaindustri.com dari data Midle East Steel (mesteel.com) untuk harga baja dengan patokan HRC ukuran >=2 milimeter dari China.
Pada akhir 2015, harga baja dunia sempat bergejolak di tataran terendah sebelum akhirnya jatuh kembali pada Desember 2015. Pada November 2015, harga baja terutama HRC impor kembali turun ke level US$ 317 per ton, anjlok 12% dibanding September 2015 di posisi US$ 360 per ton. Menurut data duniaindustri.com yang dikompilasi dari beberapa produsen, harga baja HRC lokal dan HRC impor anjlok cukup dalam sejak awal 2015.
Pada Januari 2015, HRC impor berada di posisi US$ 553 per ton dan terus turun menjadi US$ 409 per ton pada Juli 2015, sebelum akhirnya turun hingga dasar pada Desember 2015. Sementara harga HRC lokal juga menunjukkan tren yang sama. Harga HRC lokal pada Januari 2015 berada di level Rp 7.350 per kilogram, dan kemudian turun hingga Rp 6.700 per kg pada Mei 2015, sebelum akhirnya turun lagi ke posisi Rp 5.700 per kilogram pada November 2015.
Penurunan harga HRC mempengaruhi harga produk hilir baja seperti pipa baja. Harga pipa baja pada Januari 2015 mencapai Rp 9.482 per kg dan turun terus menjadi Rp 8.126 per kg pada November 2015.
Harga baja dunia terus melemah seiring minimnya sentimen perbaikan harga komoditas di pasar internasional. Penurunan harga yang terus berlanjut masih disebabkan oleh rendahnya harga komoditas di pasar internasional, perbaikan ekonomi global yang belum signifikan, serta kelebihan pasokan baja di China sebagai produsen terbesar dunia. Sementara konsumsi baja global melambat seiring perlambatan perekonomian dunia.
Di China sendiri, perlambatan perekonomian negeri ini dalam lima tahun terakhir menjadi 7,4% pada 2014 telah memangkas konsumsi baja sebesar 6,62% menjadi 54,34 juta ton tahun lalu. Padahal, produksi baja China tetap tumbuh 1,52% menjadi 63,3 juta ton pada periode yang sama.
Dampaknya, China mengalami kelebihan pasokan sekitar 8,96 juta ton pada 2014, lebih tinggi dibanding posisi 2013 sebesar 4,16 juta ton. Kelebihan pasokan dari China itu kemudian diekspor dan berpotensi membanjiri pasar di Asia, terutama negara dengan aktivitas infrastruktur tinggi seperti Indonesia.
Pasar Indonesia
Pasar baja Indonesia pada 2015 ditaksir mencapai US$ 5,35 miliar atau Rp 76,5 triliun, turun dari posisi 2014 sebesar US$ 7,88 miliar atau Rp 112,6 triliun (kurs Rp 14.300/US$). Tim duniaindustri.com memperhitungkan nilai pasar baja Indonesia di 2015 dari prediksi volume pasar baja di Indonesia dengan harga rata-rata di dunia.
Volume pasar baja di Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai 15,3 juta ton, naik 7,7% dibanding tahun lalu 14,2 juta ton, menurut data Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), Kementerian Perindustrian, dan PT BNI Securities.
Sedangkan harga baja dunia (baja canai panas/HRC yang menjadi patokan harga baja dunia) pada awal September 2015 mencapai US$ 340-US$ 350 per ton, menurut data Midle East Steel (mesteel.com). Harga baja dunia pada September 2015 turun 37%-38% dibanding periode yang sama tahun 2014 di kisaran US$ 545-US$ 555 per ton.
Duniaindustri.com menilai penurunan nilai pasar baja di Indonesia disebabkan pelemahan harga baja dunia. Meski secara volume penjualan baja di Indonesia naik, penurunan harga membuat nilai pasar menjadi lebih kecil.
World Steel Association menyatakan produksi baja di Indonesia berkisar antara 3,5–4,2 juta ton per tahun sepanjang 2005-2010. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia menempati urutan ke-34 produsen baja terbesar di dunia.
Asosiasi Baja Dunia merekap data produksi baja dari 170 perusahaan baja skala besar, termasuk 18 dari 20 perusahaan baja terbesar di dunia. Data produksi baja dari Asosiasi Baja Dunia merepresentasikan 85% produksi baja global.
Pada tahun lalu, Kementerian Perindustrian memperkirakan produksi baja nasional diperkirakan mencapai 6-6,5 juta ton. Sehingga masih terjadi defisit pasokan baja di dalam negeri mencapai 3-3,5 juta ton. Defisit pasokan itu terpaksa harus dipenuhi dari impor.(*/berbagai sumber/tim redaksi 01)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: