Duniaindustri.com (Februari 2014) — PT Pembangunan Perumahan (PT PP) Tbk bersama-sama Samsung C&T Corporation (Samsung) menandatangani kerjasama pembangunan proyek Kutai Coal Terminal senilai US$ 200 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun. Proyek tersebut berlokasi di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dengan masa pelaksanaan selama 33 bulan.
Pada proyek ini Samsung bertindak sebagai kontraktor, dan PT PP sebagai subkontraktor. Lingkup pekerjaannya antara lain room stock pile, overland conveyor (OLC) for transporting coal from ROM, port loading facilities to ship, unloading facilities for continuous barge unloader (CBU), dan Power Plant berkapasitas 2 x 10 MW.
“Terminal coal itu akan menghasilkan batu bara hingga 20 juta ton per tahun,” kata I Wayan Karioka, Direktur Teknik & Pemasaran PTPP.
Sebelumnya, menurut Iwan, PT PP pernah mengerjakan proyek sejenis, yaitu proyek pembangunan Line Conveyor di Cilegon, Banten, senilai Rp 126 miliar. Waktu pelaksanaan proyek tersebut selama 7 (tujuh) bulan. Selain itu, PT PP juga mngerjakan proyek Jetty Barge Loader & Conveyor Jembayan senilai Rp 167 miliar yang berlokasi di Kalimantan Timur.
Sampai Januari 2014 lalu, PT PP telah mengantongi kontrak baru sebesar Rp 930 miliar, antara lain Wang Residence Citicon di Jakarta senilai Rp 400 miliar, Sawangan Mall di Depok senilai Rp 290 miliar, Christian Center Nunukan di Kalimantan Utara, dan RSUD Balikpapan di Kalimantan Timur.
Wayan mengatakan, tahun ini PT PP menargetkan kontrak baru sebesar Rp 24 triliun atau 122,55 persen dari realisasi perolehan 2013 lalu sebesar Rp 19,58 triliun. Angka tersebut belum termasuk carry over tahun 2013 sebesar Rp 21,93 triliun.
Sebagai perusahaan terbuka, selain masuk dalam indeks KOMPAS 100, saat ini PT PP juga masuk ke dalam indeks saham LQ45. Indeks saham LQ45 terdiri dari 45 saham perusahaan yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar dengan kriteria yang sudah ditentukan dan direview setiap 6 (enam) bulan sekali.
Tahun ini, perusahaan konstruksi dan investasi pelat merah tersebut menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 446 miliar jauh lebih tinggi dari realisasi 2013 sebesar Rp 202 miliar. Sumber pendanaan capex berasal dari cadangan modal dan sisa dana IPO.
Adapun aksi korporasi yang akan dilakukan tahun ini meliputi akuisisi perusahaan peralatan, yaitu PT Prima Jasa Aldodua yang bergerak di bidang peralatan berat, persiapan IPO PT PP Properti yang direncanakan masuk bursa pada 2015, pengembangan organisasi operasi wilayah Indonesia Timur, serta penambahan pabrik pracetak milik PT PP Pracetak di Sadang, Jawa Barat. “Pabrik pracetak akan mulai berproduksi pada triwulan III tahun ini,” ujar Wayan.
PT PP merupakan BUMN konstruksi yang bersaing dengan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Adhi Karya membukukan laba bersih naik menjadi Rp 408,43 miliar sepanjang 2013. Perolehan laba bersih perseroan itu naik sekitar 91,46% dari pencapaian tahun 2012 sebesar Rp 213,31 miliar.
Untuk laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk naik 91,86% menjadi Rp 405,97 miliar pada 2013. Kenaikan laba bersih perseroan yang memiliki kode saham ADHI ini diikuti kenaikan pendapatan sebesar 28,47% menjadi Rp 9,79 triliun pada 2013 dari periode sama tahun 2012 sebesar Rp 7,62 triliun.
“Secara umum kinerja 2013 didukung dari sektor jasa konstruksi juga dari dua anak perusahaan properti yaitu Adhi Persada Properti dan Adhi Persada Realti,” ujar Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya Tbk, M. Aprindy.
Kinerja positif perseroan ditopang dari kenaikan pendapatan bunga sekitar 488,84% menjadi Rp 32,51 miliar pada 2013 dari periode sama tahun 2012 senilai Rp 5,52 miliar.
Selain itu, penjualan aset mencapai Rp 10,16 miliar pada 2013 dari periode sama tahun 2012 senilai Rp 1,31 miliar cukup mempengaruhi kinerja perseroan.
Perseroan juga mendapatkan untung selisih kurs yang signifikan mencapai Rp 110,16 miliar pada 2013. Perolehan keuntungan selisih kurs itu naik 516,76% dari tahun 2012 sebesar Rp 17,86 miliar.
Beban penjualan perseroan turun menjadi Rp 18,97 miliar pada 2013. Namun beban lainnya naik menjadi Rp 183,53 miliar pada 2013 dari periode sama tahun 2012 senilai Rp 78,76 miliar.
Laba bersih per saham dasar perseroan naik menjadi 225,38 pada 2013 dari periode sama tahun 2012 senilai 117,46. Total liabilitas perseroan naik menjadi Rp 8,17 triliun pada 31 Desember 2013 dari periode sama tahun 2012 senilai Rp 6,69 triliun.
Di pos ekuitas naik menjadi Rp 1,54 triliun pada 2013. Kas dan setara kas perseroan naik menjadi Rp 1,93 tirliun pada 31 Desember 2013.
PT Waskita Karya Tbk (WSKT), emiten konstruksi BUMN, juga mencatat laba bersih hingga akhir Desember 2013 sebesar Rp367,97 miliar. Angka ini naik 44,85% dibandingkan perolehan tahun 2012 yang sebesar Rp254,03 miliar.
Mengutip dalam laporan keuangan perseroan, naiknya laba bersih tersebut disebabkan oleh keuntungan selisih kurs yang naik 871,56% menjadi Rp20,5 miliar.
Pendapatan usaha naik jadi Rp9,68 triliun dari pendapatan usaha tahun sebelumnya Rp8,81 triliun. Laba kotor diraih Rp910,69 miliar naik dari laba kotor tahun sebelumnya Rp732,25 miliar.
Sedangkan total aset perseroan hingga akhir tahun 2013 sebesar Rp8,78 triliun dari tahun sebelumnya senilai Rp8,36 triliun. Selain itu, beban keuangan perseroan juga menurun menjadi Rp96,85 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp169,58 miliar.
Kenaikan kinerja emiten perusahaan konstruksi dipicu tingginya proyek infrastruktur pemerintah. Kebutuhan infrastruktur di Indonesia akan terus meningkat.
Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Hediyanto W Husaini mengatakan, investasi di sektor infrastruktur mencapai 200 miliar dolar AS atau lima persen dari produk domestik bruto (PDB). Sektor infrastruktur sebesar itu dibutuhkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi lima tahunan 2010-2014. Sekitar 29 persen investasi ini dikeluarkan oleh pemerintah pusat,18 persen oleh pemerintah daerah, dan 18 persen lainnya oleh badan usaha milik negara (BUMN). “Sisa 35 persen diharapkan dibiayai oleh sektor swasta,” kata Hediyanto.
Menurut Hediyanto, pengembangan infrastruktur merujuk pada masterplan percepatan perluasan dan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai bagian kesatuan dalam sistem perencanaan pengembangan nasional. Strategi MP3EI termasuk pengembangan ekonomi yang potensial di enam sektor, konektivitas nasional, dan memperkuat sumber daya manusia.(*/berbagai sumber)